Chapter 10

685 124 24
                                    

Indi beberapa kali menguap disamping brankar yang diatasnya ada Pak Boss yang masih tak sadarkan diri. Sebelah tangannya sudah tertancap jarum infus.

Sekarang sudah jam delapan malam. Seharusnya jika saja malaikat tidak membisikan hal-hal baik agar menolong orang kaya satu ini, mungkin Indi akan meninggalkannya waktu pingsan tadi.

Sayangnya Indi adalah masyarakat bumi yang masih punya hati. Jadi demi rasa tanggung jawab apalagi Indi merupakan mantan anggota PMR waktu SMP dan SMA jadi rasa kemanusiaannya tinggi. Setidaknya pada bosnya Indi menerapkan tujuh prinsip dasar palang merah dan bulan sabit merah. Kemasanemasusase, tahu singkatan itu? Kemanusiaan, kesamaan, kenetralan,kemandirian,kesukarelaan,kesatuan dan kesemestaan. Astaga, otak Indi masih ingat rupanya.

"Saya dimana?"

Indi menoleh ke arah Bintang yang sudah membuka mata dan  meringis kesakitan sambil memegang perutnya.

"Bapak sudah sadar? Bapak dirumah sakit sekarang, karena bapak sudah sadar saya mau pulang ya, sudah malam. Permisi"

"Indira"

Indi kembali menatap Pak Bos yang tampak   pucat. Rada prihatin sih, tapi sekarang dia harus beneran pulang karena sekarang Indi sudah lelah hati lelah bodi. Jangan sampai dia juga ikutan tumbang disini.

"Kamu hubungi pacar saya dulu. Suruh datang jenguk saya sekarang, setelah itu kamu boleh pulang"

Mata Indi membulat. Demi langit dan bumi seisinya, ya kali Indi yang disuruh hubungi pacar bos yang anu itu. Ingatkan ancamannya waktu itu?

"Saya tidak berani Pak. HP bapak mana? Nanti saya carikan kontaknya"

"Hp saya tidak tahu dimana"

"Ya sudah. Bapak sebutkan nomornya nanti telponnya pakai Hp saya"

Lalu dengan sigap Indi menekan deretan nomor yang disebutkan Pak bos lalu segera mendialnya.

'Pulsa yang anda miliki tidak cukup untuk melakukan panggilan ini. Pulsa anda berjumlah 0 rupiah. Segeral lakukan pengisian ulang'

Muka Indi rasanya kebas saat suara yang begitu familiar terdengar di seluruh bagian ruangan ini. Demi Tuhan seharusnya Indi tidak usah mengaktifkan loudspakernya tadi.

Indi meringis tidak enak saat matanya mendapati Pak Gilang menatapnya dengan datar.

"He he, saya lupa isi pulsa pak ternyata. Saya bisa kirim SMS kok ke pacarnya bapak. Biasanya kalau diakhir SMS kita tambahin emot terkirim kok pak pesannya"

"Tidak usah. Saya lapar tolong carikan saya makanan yang berkuah dan hangat"

"Bubur?"

"Saya mau bakso"

"Tapi kata dokter bapak belum boleh makan yang keras-keras dulu. Soalnya bapak magh-nya lumayan parah. Jadi bagusnya makan bubur dulu"

"Saya tidak suka bubur. Tidak ada rasanya'

"Bubur ayam mau? Baksonya nanti kalau bapak sudah sembuh. Bubur ayam enak kok pak"

"Ya sudah, bubur ayam"

Indi beranjak dari duduknya dan mengambil dompet lalu melangkah meninggalkan Bintang.

"Kamu mau kemana? Pesan online saja"

"He he, saya belum isi paket data juga pak. Bapak tunggu sebentar ya, saya turun kebawah dulu, tadi saya lihat ada yang jual bubur ayam. Cepat kok, sepuluh menit saya sudah ada disini lagi"

Bintang hanya mengangguk dan mempersilahkan Indi untuk keluar. Indi tidak tahu kenapa malah terjebak semakin lama bersama Pak Bos yang bahkan kemarin malam baru saja dia doakan supaya bisul.

"Aaa.."

Indi menipiskan bibirnya lalu mengarahkan sendok yang berisi bubur ayam yang sudah di aduk ketika suara 'Aaa'  pak bos terdengar.   Indi serasa menyuapi anak kecil yang lagi sakit, dan sungguh! Pak bos kalau sakit rewelnya kayak anak satu tahun lagi demam. Mungkin ini efek samping karena pacaran sama tante-tante kali ya, Pak bos jadi terbiasa di manja karena punya pacar yang berjiwa keibuan karena memang sudah ibu-ibu.

"Kamu tiup dulu dong. Lidah saya kebakar rasanya"

Kan? Benarkan?

Hingga suapan terakhir selesai baru mulutnya diam. Pak bos ribut kalau lagi laper, lihat? Karena sekarang sudah kenyang sifat diamnya muncul lagi. Indi tidak tahu ini memang sifatnya yang pendiam atau diam karena efek samping dari kenyang

"Saya pulang ya Pak. Sudah jam 10 malam, bapak harus tidur sekarang. Besok pagi dokter bakal datang jam 8 pagi buat periksa bapak"

"Kamu tidak bisa temani saya? Kalau saya muntah tengah malam siapa yang urus saya?"

"Ada perawat yang jaga kok Pak"

"Kamu tahu, bagaimana kalau tiba-tiba tengah malam ada yang buka pintu saya dan itu The Hash Slinging slasher?"

Muka Indi cengo tidak tahu mau bilang apa.  Dia bahkan baru dengar kata-kata itu dari mulut Pak bossnya.

"The Shas ringing apa pak?"

"The Hash slinging slasher"

"The flash singing sl-"

"The Hash slinging"

"Oh ya itu, the Bash Pinging slasher"

"No, its the Hash slinging slasher Indi"

"Uh ya, whatever Pak. Bapak tidak perlu takut The Bash pinging slasher akan buka pintu bapak malam-malam. Didepan ada perawat yang jaga. Saya tidak bisa temani bapak karena saya harus istirahat karena besok harus ke kantor lagi. Selamat malam Pak"

"Indi"

Belum juga sampai depan pintu Indi menghela napas dan berbalik menatap Bosnya yang menatapnya datar.

"Tolong, temani saya malam ini. Nanti saya kasih kamu bonus. Anggap ini lemburan"

Mata Indi langsung berbinar mendengar kata bonus keluar mulut bosnya. Tanpa berpikir Indi langsung mengetikan pesan untuk Mak Ipeh mengabarkan kalau dia tidak akan pulang malam ini. Oh dan tidak lupa menambahkan emot nyengir diakhir pesannya supaya bisa terkirim pada Mak Ipeh.

Pukul 11.00 malam Indi yang baru saja terlelap langsung bangun saat mendengar suara bantingan pintu yang gak ada akhlak di jam yang tidak lazim untuk berbuat keributan. Matanya melirik kearah Bintang yang masih lelap tertidur lalu melirik sekilas kearah pintu yang berjarak tiga meter dari sofa tempatnya berbaring. 

Otaknya tiba-tiba memutar kembali percakapan Pak Bos-nya tentang kedatangan The  Bash Pinging slasher? Atau
the Hash slinging slasher? Entahlah. Tapi walau tidak mendapatkan penjelasan tentang Slinging Slasher itu Indi bisa mengira kalau itu pasti hal yang berbau horor karena Bintang berbicara tentang tengah malam dan buka pintu. Dua kata kunci itu sudah pasti merujuk pada makhluk gaib. Apalagi mereka sedang berada dirumah sakit.

Enggan memikirkan lebih jauh lagi Indi segara memiringkan badan kekanan untuk membelakangi pintu. Otaknya mensugesti agar matanya tetap terlelap.  Hingga bunyi gagang pintu yang turun naik seakan sedang mencoba dibuka dari luar membuat Indi duduk waspada. Beruntung sebelum tidur tadi dia ingat untuk mengunci pintunya.

Decitan pintu yang tidak kunjung berhenti sedangkan hanya dirinya yang masih dalam kondisi sadar karena Bosnya yang sungguh tenang diatas brankar itu membuat Indi akhirnya kembali berbaring dan membelakangi pintu.

Jangan-jangan itu The Hash Slinging Slasher. Mungkin bukan makhluk gaib tapi pembunuh yang kejam? Bisa jadikan?

Indi menutup wajahnya dengan bantal sofa dan menutup rapat-rapat matanya. Dan hampir saja menjerit saat sebuah tangan dingin menyentuh pundaknya dan menggoyangkannya pelan.

"Allahulaillaha illa-"

Bukannya memelan goyangan tersebut malah semakin kuat dan membuat bulu kuduk Indi berdiri. Dengan suara bergetar Indi mengulangi bacaannya.

"Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum-"

"Indi bangun. Saya kepala saya pusing, dan saya juga mual"

.
.
.
Akhirnya diriku bisa menyelesaikan Part ini yah kawan-kawan😂

Jangan lupa ramaikan

Catatan Hati Seorang IndiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang