Chapter 2

1K 158 11
                                    

Indi memaki pelan helm yang terlalu besar di kepalanya. Semua barang Emak memang terlalu jumbo buat dia yang mini. Mini dalam artian hampir mencapai kurus kering karena kurang asupan gizi dan kasih sayang dari ayang.

Masih pukul 10 pagi, hari ini hari minggu. Dia siap mengantar pesanan masker para pelanggan setianya.

Motor matic milik emak berjalan dengan baik dengan kecepatan 20km perjam. Sungguh selow sangat selow dan tetap selow, bagi Indi barang pinjaman harus balik mulus seperti perawan lagi. Dibawah kemudinya Indi yakin bahwa semua barang emak akan kembali dengan selamat.

Brakkkk...

Dorongan kuat dari belakang membuat Indi  hilang kendali. Tangan kurusnya tidak mampu menahan setir motor tetap lurus kedepan. Belum lagi pandangannya yang harus tertutupi helm kedodoran punya emak yang kacanya tiba-tiba turun dan helmnya berputar sehingga bagian telinga helm berpindah didepan mata. Tanda apanya? Tanda kebesaran helm suci seorang Emak Ipeh.

Ckiitttttt.... Brakkkk

Badannya sukses jatuh dipangkuan motor Emak yang sedang berbaring santai ditengah jalan dan jangan lupakan aspal yang panas.

Demi Neptunus!

Itu mobil mahalan di belakang yang nabrak gak punya mata apa?

"Mbaknya pintar naik motor atau ndak sih! Itu motor bukan sepeda. Leletnya kok ngalahin sepeda!"

Suara bapak-bapak itu sampai ditelinganya. Ini beneran dia yang dimarahin gitu? Ditabrak dari belakang sampai mendarat dengan epic-nya di tanah air berselimut aspal karena melemahnya kekuatan Indi indialehaleha mempertahankan setir motor.

"Bapak mah kalau mau lambung ya lambung aja. Pake acara nabrak saya lagi!"

Bapak tadi hanya mencibirkan bibirnya yang tertutupi oleh kumis rimbun lalu kemudin menaikan kaca mobilnya dan berlalu tanpa berminat membantu Indi bangun dari jatuhnya.

"Dasar gemblung!"

Ramai kendaraan bermotor dan bermobil yang tadinya sempat terhenti karena inside tadi kembali berjalan normal. Indi mencoba bangun dari jatuhnya dan berusaha menolong motor punya Emak Ipeh agar bediri tegak seperti semula.

Brakkk...

Bukannya berdiri kembali, motor Emak Ipeh yang baru saja diangkat sekitar 30 senti meter itu kembali mencium tanah air.

"Gila! Nih motor udah kek gajah duduk aja. Sebelas dua belas sama yang punya. Sama-sama obesitas"

Menghembuskan nafasnya pelan, Indi kembali mencoba dan berakhir gagal lagi. Entah mengapa rasanya di sekian banyaknya para pengguna jalan seperti sama sekali tidak terganggu dengan dirinya yang sedang kesulitan ditengah jalan.

Dengarkan? Ditengah jalan loh ini!

Sekali lagi, dirinya memastikan kali ini harus berhasil. Kalau tidak, dia akan meninggalkan motor matic milik Emak Ipeh  ditengah jalan ini.

Satu, dua, ti...

Belum juga mengerahkan seluruh tenaga yang tersimpan dalam badan kurusnya ini, motor milik Mak Ipeh sudah berdiri tegak lurus menantang bumi.

"Saya bantu Mbak"

Suara maskulin terdengar di kupingnya yang tiba-tiba saja membuat bulu-bulu halus sekitarnya merinding.

Matanya menangkap sesosok lelaki khas pribumi sekali, matanya tajam setajam silet. Kulitnya sawo matang dan kelihatan mengkilap dibawah sinar matahari. Oh my! Belum lagi otot-otot yang melekat di...

Ok stop Indi! Kamu akan berakhir dengan sebutan omes.

Si Mas tadi sudah hampir sampai di bahu jalan sambil mendorong motor Mak Ipeh yang body-nya kelewat bohay. Kayak orangnya.

Indi langsung berjalan cepat dan sesekali terhenti karena mobil dan motor yang lewat. Hingga akhirnya dia tanpa ragu ikut berjongkok disamping Mas-mas yang sedang memeriksa keadaan motor Mak Ipeh.

Kalau periksa aku aja dulu gimana mas?

"Motornya gak ada yang rusak kok mbak. Aman"

Oh yeah! Suaranya itu loh, menggetarkan jiwa dan raga. Sepertinya mulai sekarang Indi sudah menetapkan hati buat cinta produk dalam negeri, salah satu produknya   kek Mas yang disampingnya gitu!

Mas yang tidak diketahui namanya itu bangkir berdiri dan melap tangannya yang kotor. Kemudian membuang lap itu kedalam tong sampah dekat mereka berdiri.

"Karena mbaknya kecil sepertinya lebih cocok pake matic yang bodinya ramping dari pada yang begini. Motor begini memang agak berat dibandingkan matic yang lain"

Indi yang tidak tahu menahu tentang motor cuman angguk-angguk sok manis aja. Matanya memperhatikan detail wajah sang makhluk pribumi yang terlalu tampan.

Alisnya tebel kek ulat bulu

Rambutnya cepak

Bakal janggut tumbuh malu-malu disekitaran dagu

Hidung macung menggetarkan jiwaku

Ah aku jadi malu!

"Kalau begitu saya permisi dulu mbak. Silahkan dilanjutkan perjalanannya"

"Eh udah mau pergi?"

"Mbak butuh bantuan lain?"

"Oh? Ng..gak mas. Cuman mau bilang makasih aja"

"Sama-sama" tersenyum sedikit setelah itu mas-masnya berlalu pergi.

Indi masih terpesona dengan makhluk pribumi yang sudah jalan jauh didepannya, astaga bahkan punggungnya juga kelihatan ganteng cuy!

Ting!

Satu notifikasi dari aplikasi sosial medianya, Indi cepat-cepat membuka Hp-nya barangkali itu komen terbaru tentang maskernya.

TumpahseAe
Kamu boleh terpesona tapi jangan sampai buang waktu menjemput rejeki

Deg!

Mata Indi langsung melihat sekitar, disini banyak orang yang berlalu lalang jalan di bahu jalan. Kemungkinan si TumpahseAe ini adalah salah satu para pejalan kaki disini.

Indi_Indialehaleha
@TumpahseAe mas tahu dari mana saya lagi terpesona? Hayo ngaku, mas lgi buntutin saya kan?

Menunggu balasan dari si TumpahseAe ini hampir tiga menitan tapi tak ada balasan, Indi tanpa ragu langsung naik ke motornya dan mengemudikannya dengan cukup balap.

Gila aja gue punya penggemar  rahasia sampai dibuntutin segala. Sampai tau gue lagi terpesona?

Catatan Hati Seorang IndiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang