Chapter 3

849 133 13
                                    

Seminggu telah berlalu setelah kejadian itu. Sekarang Indi sedang menunggu seseorang menghubunginya yang nantinya informasi dari orang tersebut akan sangat menentukan keberhasilannya menjadi orang dan bukan orang-orangan lagi.

Demi Neptunus!

Dia butuh uang banyak sekarang ini. Tinggal bersama dengan Emak Ipeh yang sebentar lagi menikah dengan sang pujaan hati yang tentunya nanti suaminya akan tinggal dirumah yang sama dengan mereka tentu sangat tidak etis.

Jadi begini, Mak Ipeh itu sebenarnya cantik. Seandainya badannya gak over gitu mungkin udah jadi primdona kompleks sini. Tapi walaupun over begitu dia berhasil dengan menggaet salah satu satu abdi negara yang machonya luar biasa.

Di usia mereka yang hampir menginjak angka 25 ini, rasanya Indi kalah tenar dengan Mak Ipeh yang gak lama lagi sudah taken dan berfoto dengan latar biru.

C'mon Indi! Jangan patah semangat begini, walaupun kurus menghampiri kerempeng seperti sekarang, parasnya cukup mempesona kok. Seharusnya sudah ada abdi negara rekan sejawat tunangan Mak Ipeh yang kesemsem dengan pesonanya ini setelah beberapa kali ikut gabung kopi darat saat mereka libur waktu itu. Seharusnya begitu!

Disaat Mak Ipeh berfoto dengan latar biru, dirinya masih harus berfoto dengan latar merah. Disaat foto Mak Ipeh buat kelengkapan berkas nikah, dirinya harus merasa puas dengan fotonya yang akan di tempel dikertas kelengkapan lamaran kerja.

Demi Neptunus sekali lagi...

"Belum ada panggilannya?"

Mak Ipeh yang bolak balik kekamar lantai atas lalu kembali ke pintu masuk dilantai bawah dengan membawa kardus kardus barang milik calon suaminya menyempatkan diri bertanya pada temannya yang sedang galau deg-degan di sofa ruang tamu.

"Belom"

"Kalau belum ngapain lo diam diri disitu. Lo gak lihat sahabat bahenol lo ini lagi kesusahan? Bantuin napa?"

Indi mencibir

"Gue tuh lagi sibuk Mak Ipeh. Butuh fokus dan energi yang banyak buat nunggu telpon dari perusahaan ini"

"Ya kan dikantongin aja Hp-nya. Sambil bantu gue bawa barang kan bisa"

Gak bisa Mak! Masalahnya tuh gue gak mau. Gue lagi mode mager berkepanjangan

Drrtt...drrttt....

Belum saja sempat ngeles, jantungnya sudah dibuat olahraga dengan getaran serta dering telpon dari Hp.

"Hp gue! Gue pasangin oksigen juga gak lama lo!"

Setelah itu Mak Ipeh berlalu dan menjawab panggilan dari Hp-nya.

Astaga! Baru kali ini dia begitu menunggu panggilan dari sebuah perusahaan dimana dia melayangkan surat lamaran kerja setelah banyak kali ditolak.

Bukannya dirinya tidak mensyukuri dengan bisnis yang dia dapatkan dari berjualan masker seperti sekarang ini. Tapi kebutuhan hidup tiap waktu terus saja berubah naik. Dan semua itu butuh uang, dan kalau bisa punya dua mata pencaharian sehingga pundi-pundi rupiah bisa cepat terkumpul dan beli rumah sehingga tidak menumpang dirumah orang kenapa tidak?

Hidup memang berat kawan. Yang ringan cuman badannya doang emang!

Drrttt....drrtttt...

Indi menarik nafasnya beberapa saat kemudian menghembuskan nafasnya pelan. Nomor baru dilayar Hp-nya saat ini bisa jadi adalah nomor mbak-mbak HRD beberapa waktu lalu yang diberikan kepadanya tapi dengan bodohnya dia lupa simpan dengan baik.

Dering ketiga Indi langsung mengangkatnya cepat.

"Ha..halo?"

Kakinya dinaikan hingga rapat di dadanya kemudian menyandarkan dagunya dilutut.

Catatan Hati Seorang IndiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang