Vores Verden 10

534 74 20
                                    

Luhan mengelap telapak tangannya yang berminyak di area apron pudar yang terpasang apik di dadanya.

Ia mengelap keringat dengan punggung tangannya sebelum bergegas mengambil barang-barangnya di loker para pekerja dan berniat pulang.

wanita muda itu menghebuskan nafas panjang sebelum keluar dari belakang pintu restaurant dan berjalan pulang dengan tertatih. Luka di kaki kirinya masih setengah basah, dan Luhan harus pintar pintar menjaganya agar cepat mengering dan berharap tidak meninggalkan bekas, namun siapa yang harus mengelak ? luka itu akibat terkena panas strika yang ia punya.

Perihnya masih terasa, dan Luhan hanya berusaha untuk memakluminya.

‘’Luhan ?’’

Luhan terkejut berbalik mendapati senior tempatnya bekerja sedang menyapanya.

Pria tampan itu berlari kecil setelah memarkirkan motornya. Luhan mengusap tengkuknya gugup.

‘’t-taemin-ssi..’’

‘’kau akan pulang kan ? mau menerima tumpanganku ?’’

Pandangan Luhan mengedar ke sekitarnya. Ia menelan ludahnya gugup sebelum tersenyum.

‘’gwaenchana Taemin-ssi. Aku akan menggunakan bis terakhir. Ah ! itu dia. Kalau begitu saya pergi dulu, gureom’’



Taemin memandang kepergian Luhan dengan lama ‘’ditolak lagi’’ gumamnya sebelum menghela nafas panjang dan pergi dengan motornya.

.

.

Luhan memandang pemandangan luar lewat jendela bis yang mengantarnya menuju daerah tempat tinggalnya.

Hanya di pinggiran kota dengan lingkungan yang sedikit kumuh.

Dalam perjalanan Luhan hanya bisa melamun, sesekali ia akan meringis akan luka yang tersentuh kain celana yang dipakainya.

Pandangannya bergetar sebelum dengan cepat menangkup kedua tangannya yang bergetar hebat dan bertaut sangat erat.

Ia memejamkan mata, mencoba menetralkan pernafasannya yang tersendat dan jantungnya yang bergetar hebat.

‘’gwaenchana.. gwaenchana..’’
Ia hanya bisa menenangkan dirinya sendiri.

.

.

‘’hai Luhan ! lukamu sudah mengering ?’’

Luhan hanya mengabaikan perkataan kasar yang terlontar dari salah satu pengunjung bar kecil di daerahnya.

Luhan sudah kebal oleh sapaan sapaan yang sering kali membuat hatinya semakin berdenyut ngilu.

Lingkungan daerah tempat tinggalnya memang penuh oleh orang-orang kasar tak berpendidikan.

‘’aigoo.. si malang luhan.. masih untung mendapati luka bakar di kakinya. Bukan di wajah cantiknya’’

‘’ya.. ! luhan ! lebih baik kau hidup bersama ahjussi.. menjadi istri muda ahjussi lebih baik kan ?’’


Langkah Luhan berhenti.

Ia mengeluarkan nafas penat sebelum berbalik memandang sekumpulan pria tua yang sedang duduk dan tertawa bersama dengan meja penuh tumpukan botol alcohol.

‘’jangan campuri urusanku ahjussi.. ini bukan urusanmu’’

Luhan berbalik dan melangkah dengan cepat diatas kakinya yang tertatih. Meninggalkan seorang ahjussi yang tersulut emosi.

Vores VerdenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang