CHAPTER 5

209 120 100
                                    

Dua bulan aku menjalani hidup tanpa menghubungi Jessie, aku berusaha sekeras mungkin untuk melupakannya, namun hati ini terus mengidamkannya. Aku mencoba untuk tidak lagi melihat foto-fotonya, menghapus semua chat kami, tetapi tetap saja ia tidak bisa aku lupakan. Ia terus hadir dalam ingatanku.

Namun dibalik usahaku untuk melupakannya, aku bisa memahami kesalahanku, memang semua ini adalah salahku, selama ini aku terlalu agresif padanya. Aku hanya mementingkan perasaanku tanpa memikirkan perasaannya, aku memang egois

Sejak awal Jessie sudah bilang kalau ia tidak mencintaiku, harusnya aku sudah memahaminya sejak saat itu, tapi aku malah terus mendekatinya. Ya.. ini semua kesalahanku. Untuk memperbaiki kesalahan ini, aku mulai mengubah diriku, berubah sepenuhnya.

Lost contact dengan Jessie membuatku menjadi orang yang suka menyendiri, tidak suka keramaian. Yang dulunya lebih banyak berbicara kini hanya ingin menjadi pendengar. Perlahan pemahamanku tentang cinta jadi berubah, aku menyadari ternyata cinta itu bukanlah prioritas di usiaku saat ini, dan wanita itu bukanlah segalanya sampai kita harus mengorbankan tujuan hidup kita untuknya. Kini aku lebih memprioritaskan tujuan hidupku, bukanlah cinta yang hanya sesaat dapat datang dan bisa pergi begitu saja.

Aku duduk di sebuah kursi di dalam rumahku sambil memainkan handphone, aku membuka Instagram ku, mengusap layar handphone ke atas dan ke bawah melihat foto-foto. Tak sengaja terlihatku postingan dari sebuah penerbit buku, postingan itu berisi pembukaan sayembara puisi, mereka menerima puisi dari orang-orang yang mengirimnya sesuai tema yang mereka berikan.

Setelah melihat postingan itu, aku jadi berniat untuk mengirim puisi ke situs penerbit itu, saat itu ada dua pilihan tema, antara Jera atau Rindu.

Aku memilih tema Jera dan aku mulai memikirkan kemudian merangkai kata-kata dalam puisi itu, aku menuliskannya di sebuah kertas.

Aku membuka situs penerbit tersebut lalu mulai mengetik puisi yang sudah aku tulis di kertas, setelah selesai mengetik aku mengirimkannya. Aku menunggu selama seminggu, aku melihat pengumuman nama kontributor di akun Instagram penerbit itu, di pengumuman itu terterah namaku sebagai kontributor terpilih dan puisiku akan masuk ke dalam buku yang akan mereka terbitkan. Setelah aku melihat pengumuman itu, senyumku telah kembali, kali ini aku benar-benar senang.

Biarlah Hati Ini Dicintai

Gelas yang pecah berhamburan
Dapatkah menjadi utuh kembali ?
Begitulah hati yang telah hancur
Karena sudah terlanjur berharap pada cinta

Senyum yang indah pergi menjauh
Sukacitadi hatiku pun telah lenyap
Bunga yang dahulu begitu mekar
Sekarang menjadi layu kemudian mati

Mata yang buta, yang menjadi gelap
Dapatkah melihat yang ada di sekitarnya ?
Begitulah hati dan pikiranku yang dibutakan
Karena cintaku kepadamu

Namun, aku sudah belajar sesuatu
Untuk tidak memperjuangkan cinta yang tak terbalaskan
Hati ini sudah jera untuk mencintai
Biarlah hati ini dicintai

Medan, 28 November 2018

****

Seminggu setelah pengumuman puisiku akan dimasukkan ke dalam sebuah buku, buku itu sampai ke rumahku. Aku menerima kiriman buku dari penerbit dan aku mulai membaca buku itu, aku membaca semua puisi dalam buku itu sampai aku menemukan puisiku di buku itu, aku mengambil foto puisiku lalu aku memasukkan foto itu jadi story Instagram­ ku.

Setelah beberapa lama aku kembali membuka Instagram ku, aku lihat ada pesan masuk dari Instagram, aku ingin tahu siapa yang mengirimkan pesan, aku klik tanda pesan di pojok kanan handphoneku, aku melihat nama yang mengirim pesan itu, ia menanggapi story ku dengan emoticon wajah dengan mata yang berbentuk love. Aku tersenyum melihat emoticon itu.

MUSIM  [TAMAT || SUDAH TERBIT ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang