02.

21.3K 1.4K 7
                                    


"Apa yang telah aku lakukan padanya?" Gumam seorang pria pada dirinya sendiri.

"Arghh!" Teriaknya frustasi dengan mengacak rambutnya.

Ia menarik laci nakas yang ada disamping tempat tidurnya, kemudian mengambil sebuah kalung dan menatap kalung tersebut dengan tatapan dalam. Ia rindu, pikirnya.

Flashback on

"Kau berjanji akan kembali?" Tanya pria kecil yang tampan, bahkan sangat tampan.

"Iya, aku berjanji" jawab gadis kecil cantik dan manis yang berada dihadapannya.

"Kalau begitu, biarkan aku memasangkan ini untukmu" ucap pria kecil dengan menunjukkan sebuah kalung.

"Terima kasih" ucap gadis kecil dengan riang.

"Kau harus menungguku! Dan jangan lupa, obati lukamu!" Lanjutnya memberi peringat untuk pria kecil, lalu bergegas pergi.

Flashback off

"Maafkan aku" ucapnya lirih dan menggenggam erat kalung itu. Ada perasaan bersalah dan tersayat yang muncul dalam benaknya saat mengingat apa yang ia lakukan beberapa saat lalu.

Ia meraba dada sebelah kirinya, terlihat sebuah bekas luka disana. Tatapan pria itu seketika berubah kembali ketika ia mengingat kejadian penuh tikaman untuk hidupnya bertahun-tahun silam, kejadian yang membuat ia hingga akhirnya menjadi seperti ini. Menjadi seorang pria yang terkadang sangat tak berperasaan.

"Aku akan melenyapkanmu, Clareta Zia" desisnya tajam penuh keseriusan.

Di sisi lain, Avara keluar dari kamar mandi. Ia menyapukan pandangannya pada setiap sudut kamar yang ia tempati saat ini. Sebenarnya, kamar itu akan sangat nyaman jika saja sang pemiliknya bukan pria iblis nan tampan tersebut, pikir Avara ngawur.

Ia menyadari bahwa tidak ada pisau yang tadi tergeletak di lantai, tidak ada bercak darah akibat sayatan lengannya dan bahkan sprei tempat tidur sudah diganti. Gadis itu berjalan menuju tempat tidur dan duduk pada tepiannya.

"Aku harus memakai baju apa? Sedangkan disini tidak ada bajuku, dan besok aku harus menggunakan seragam yang mana?" Gumam Avara, ingin rasanya ia meneriaki pria tadi dengan kata-kata kasarnya. Akan tetapi, berikan ia waktu untuk mengumpulkan keberanian terlebih dahulu.

Tok, tok, tok...

Seseorang mengetuk pintu kamar tempat Avara berada saat ini. Tanpa pikir panjang, Avara langsung bergegas menuju pintu dan membukakan sedikit pintu berwarna putih tersebut.

"Maaf, nona ini baju-baju untuk nona, dan ini.. adalah seragam untuk nona" ucap seorang wanita yang mengetuk pintu kamar.

Avara mengernyit.

"Ini semua dari siapa? Dan.. kau?" Tanya Avara dengan sopan.

"Saya Melina, pelayan disini, dan untuk ini semua.. ini dari tuan untuk nona" jelas wanita yang mengatakan bahwa dirinya bernama Melina tersebut.

Avara mengangguk mengerti dengan tipis. "Oh.. baiklah, terima kasih" ucapnya.

"Itu sudah menjadi tugas saya" balas Melina dengan senyum pada sudut bibirnya.

"Eumm.. maaf, nona sudah ditunggu oleh tuan di bawah, untuk makan malam" ucap Melina lagi, lalu melenggang pergi.

"Makan malam?" Gumam Avara.

*****

Finally, saat ini terlihat Avara duduk pada salah satu bangku meja makan, tepat di hadapan pria yang menurut Avara sendiri adalah iblis.

Pria tersebut melirik singkat ke kanan dan kirinya, lalu menatap wajah gadis di seberang meja makan.

"Kalian bisa kembali ke pekerjaan kalian! Biarkan aku berdua dengan dia" ucap pria itu tegas tanpa mengalihkan tatapannya dari gadis yang ada dihadapannya.

Sedangkan Avara yang sedari tadi ditatap, hanya menatap arah lain. Ia merasa malas menatap wajah pria tersebut. Jika pada biasanya ia akan tertarik untuk menatap wajah tampan orang-orang, maka untuk saat ini izinkan ia tidak berminat menatap wajah tampan pria dihadapannya.

Seluruh pelayan yang ada di ruang makan itu, kini meninggalkan ruang makan secara patuh setelah mendengar intrupsi dari tuan mereka.

"Makanlah!" Titah pria itu.

Avara menatap makanan yang ada di meja makan. Ia memerhatikan setiap makanan yang terhidang di atas meja makan besar, namun hanya di isi oleh mereka berdua saja.

"Tidak ada racun dimakanan ini, sekarang makanlah!" Kata pria itu. Avara pun menatap pria itu sekilas dengan sinis, lalu mendengus pelan.

"Aku ingin tahu, siapa namamu?" Tanya pria itu tanpa ekspresi dan tanpa menatap Avara. Ia sibuk dengan sendok makannya, lalu memasukkan sesuap makanan pada mulutnya.

Avara yang sedang mengunyah makanan akhirnya beralih menatap pria yang ada dihadapannya. Ia menarik nafas pelan, lalu menghembuskannya.

"Avara" katanya singkat, lalu melanjutkan makannya. Spontan, pria itu menghentikan aktivitasnya dan menatap lekat ke arah Avara.

"Lalu, apa kau mengenal Alvaro Samuel Ditama? Dengan nama panggilan Avaro" tanya pria itu serius.

"Uhuukk... Uhuukk"

Avara tersedak oleh makanan yang tengah ia kunyah.

Dengan gesit ia meraih gelas yang berisi air mineral, tepat di samping piringnya. Gadis tersebut tak menjawab pertanyaan dari pria dihadapannya. Melainkan, ia hanya menatap arah lain dengan tatapan menerawang. Ia rindu, benaknya.

Sesaat kemudian, Avara berdiri dari duduknya. Ia hendak melangkahkan kakinya, namun suara pria itu tiba-tiba menghentikan pergerakan Avara.

"Kau mau kemana?" Tanya pria itu datar dan menatap Avara dengan tatapan lekatnya.

"Aku ingin pulang ke apart" ucap Avara, lalu beranjak menuju arah pintu utama. Pria yang masih pada posisinya itu segera bangkit menyusul Avara, lalu mencekal pergelangan tangan gadis tersebut.

"Apa kau tuli? Malam ini, tinggallah disini!" Ucap pria itu tajam, menekankan ulang kalimat yang telah ia lontarkan beberapa saat sebelumnya.

"Ba-baiklah, aku akan ke kamar" ucap Avara, tetapi pria itu malah tidak melepaskan cekalannya. Melainkan ia menarik Avara menuju sofa ruang tengah.

Gadis itu memang merasa bingung dengan perilaku pria tersebut, namun ia malas untuk bersuara. Ia lebih memilih untuk memikirkan sosok seseorang yang pria tadi sebutkan namanya.

"Duduklah, tunggu aku!" kata pria itu dan berjalan menuju arah dapur. Beberapa saat kemudian, pria itu kembali dengan baskom, handuk kecil dan beberapa obat P3K.

Avara menatap pria dengan segala benda yang dibawa. "Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Avara ketika pria tersebut duduk disampingnya.

"Mengobati lukamu" jawabnya santai dan meraih lengan Avara. Pria itu mengobati luka yang ia sendiri buat dengan sangat telaten.

Maafkan aku -batin pria itu dengan perasaan perih pada hatinya.

"S-sudah cukup! A-aku mengantuk" ucap Avara dan menarik lengannya, lalu bangkit dari duduknya dan mulai beranjak.

"Tunggu!" Cegah pria itu lagi, Avara yang sudah mulai beranjak menghentikan langkahnya, tetapi tidak membalikkan badannya. Ia menunggu apa yang akan pria itu katakan.

"Jangan lupa, obati lukamu!" Kata pria itu tepat di samping telinga Avara, setelahnya ia meninggalkan Avara yang mematung menuju kamarnya.

Gadis itu merasakan sakit pada kerongkongannya, ia tidak berbuat apapun. Akan tetapi, manik matanya terus menatap punggung pria itu yang kian menjauh menaiki tangga.




TBC

Kuy, pantengin terus sampe ending😍

Stay tuned bagian selanjutnya 💛

Vote and comment 😉

Love semuaaaa ❤️

Romantic But Psychopath(End')Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang