Avara kembali memasuki mansion milik orang yang tadi siang mengaku bahwa ia bernama Avaro. Sulit bagi Avara untuk percaya bahwa pria itu benar-benar Avaronya. Avaro miliknya bukan pembunuh! Tegas gadis itu dalam pikirnya."Nona sudah pulang ternyata" sapa Melina. Avara hanya tersenyum, lalu permisi untuk menuju kamar.
"Gimana caranya aku percaya dan menemukan bukti kalau pria itu benar-benar Avaro?" Gumamnya. Ia duduk ditepian tempat tidur dengan seragam sekolah yang masih melekat pada tubuhnya.
Tok, tok, tok..
Saat Avara sedang fokus memikirkan cara agar ia bisa menemukan bukti tentang pria itu, suara pintu yang diketuk seseorang membuyarkan semuanya. Avara segera berjalan menuju pintu dan membukanya.
"Maaf Nona, makanan sudah siap" ucap Melina.
"Oh, baiklah. Aku akan membersihkan tubuhku terlebih dahulu" kata Avara yang segera diangguki oleh Melina.
Kini, Avara menyantap makanannya dengan santai dan sesekali mengedarkan pandangannya keseluruh isi mansion yang sangat megah itu.
Kemana perginya lelaki itu? -batin Avara. Katakanlah jika ia sudah mulai merindukan pria psikopat itu. Lalu ia menggelengkan kepalanya, ia menepis seluruh pikirannya tentang merindukan pria kejam tersebut.
Ketika ia tengah menyapukan pandangannya ke lantai atas. Manik matanya seketika terfokus pada sebuah pintu kamar yang ia yakini jika itu adalah kamar pria itu. Timbul keyakinan pada benak Avara, jika di dalam kamar tersebut ia bisa mencari bukti tentang pria yang mengaku bahwa ia bernama Avaro.
Setelah ia menyelesaikan makannya, gadis itu segera menaiki anak tangga dan menuju kamar yang ia yakini sebagai kamar pria yang gadis tersebut katakan sebagai pria gila itu.
Avara berjalan dengan mengendap-endap dan berhati-hati tentunya, saat sudah sampai di depan kamar tersebut, Avara segera masuk ke dalamnya dan menutup pintu kamar itu dengan rapat-rapat.
Avara menyapukan pandangannya. Perlahan ia berjalan mendekati sebuah lemari dan membukanya, ia berusaha mencari sedetail mungkin. Namun, tidak ada satupun bukti disana.
Avara beralih menuju laci sebuah meja, tapi tetap tidak ada bukti apapun. Avara masih tidak menyerah, ia berjalan sembari tetap mengedarkan pandangannya, hingga manik matanya terkunci pada laci sebuah nakas. Ia pun berjalan menuju nakas itu dan membukanya.
Deg,
Tubuh Avara menegang seketika saat melihat apa yang ada di dalam laci nakas itu. Sebuah kalung berliontin cincin yang sama persis seperti kalung miliknya. Beberapa foto pun turut serta dalam laci itu, yang memang foto itu adalah fotonya bersama Avaronya. Kini, sulit bagi Avara untuk tidak percaya, tapi sulit pula bagi Avara untuk percaya.
Ceklek,
"Apa yang kau lakukan di kamarku?" Tanya seorang pria dengan tiba-tiba. Spontan Avara berbalik dan menatap pria itu.
"A-aku..." Ucap Avara gugup.
"Aku hanya mencari ini" kata Avara sembari menunjukkan kalung yang ia temukan.
Pria itu menatap apa yang Avara tunjukkan, lalu mendekat kearah Avara dan langsung memeluk gadis itu, erat.
"Apa kau percaya kalau aku adalah Avaromu?" Tanya pria itu lembut dengan tetap mempertahankan pelukannya untuk Avara. Namun, gadis tersebut malah melepaskan pelukan dari pria itu dan menatap manik mata pria dihadapannya itu dengan dalam.
"Aku butuh bukti lain" kata Avara dan disertai oleh setetes air mata.
"Ini" ucap pria itu dengan jari telunjuk yang mengarah pada dada sebelah kirinya. Pria tersebut dengan gesit membuka beberapa kancing kemeja yang ia kenakan saat ini.
Avara menatap arah tunjuk pria itu, hingga sebuah peristiwa melintas pada pikirannya dengan begitu saja.
Flashback on
"Kau bukan ibuku!! Kau adalah orang yang membunuh ibuku!!" Teriak seorang anak lelaki.
"Baguslah, jika kau sudah mengetahui itu" jawab seorang wanita.
"Aku membencimu!!!" Bentak anak lelaki itu lagi, lalu akan berlalu pergi.
Namun, saat anak lelaki itu baru saja memijakkan kakinya satu langkah, sebuah benda tajam menusuk tepat pada dada kirinya.
"Aaaa!!!" Teriak anak lelaki itu.
"Avaro!!" Teriak seorang gadis kecil, lalu menghampiri Avaro yang terduduk lemah. Sedangkan wanita yang melakukan hal keji itu langsung melarikan diri.
"Tunggu Nyonya Clareta!! Kau harus bertanggung jawab!!" Teriak gadis kecil dan akan mengejar wanita itu, tetapi ia ditarik oleh Avaro.
"Tolong aku" lirih Avaro dengan air mata yang mulai mengalir karena sakitnya. Bagaimana bisa seorang wanita dewasa melakukan itu, bahkan seharusnya ia memiliki sedikit saja rasa keibuan untuk anak seusia Avaro saat ini.
Flashback off
"Ta-tapi kau bukan Avaroku" ujar Avara.
"Avaroku... bukan pembunuh" lanjutnya dengan lirih, Avara menatap pria dihadapannya dengan tatapan penuh kepedihan.
Avaro menatap dalam pada gadis itu. "Tolong, tolong berikan aku waktu untuk menjelaskan semuanya" mohon Avaro seraya menggenggam tangan Avara.
"Tapi bukan sekarang, aku lelah. Biarkan aku tidur" kata Avara dan melenggang pergi dari hadapan Avaro.
Ia belum siap untuk semuanya, mendengar penuturan Avaro saat ini pasti akan menyebabkan dua kemungkinan. Antara sakit dan bahagia. Sebesit rasa tidak tega muncul dalam benak gadis itu, ia tidak tega tentang Avaro yang pasti akan merasa sakit kembali kala harus menceritakan semuanya saat ini juga. Namun, Avara sendiri butuh semuanya. Ia bingung.
"Arghhh!!!" teriak Avaro frustasi.
Ia tahu apa yang ia lakukan ini semua salah, tapi bila ia bisa menghilangkan dendam itu, ia tak mungkin akan seperti ini. Terlihat pria itu mengacak rambutnya frustasi, matanya menatap lurus kedepan dengan sorot penuh amarah. Ia benci jika Avaranya membenci dirinya.
"Aku perlu beberapa orang" ucapnya dengan seringaian, lalu beranjak menuju mobilnya.
*****
Terlihat saat ini Avaro sedang menatap seorang wanita penggoda dengan senyum miringnya.
"Mangsa sudah datang" bisiknya senang. Pria itu keluar dari mobil dan segera menghampiri perempuan yang ia bidik sebagai mangsanya.
"Hai nona!" Sapa pria itu.
Senyum penuh kagum langsung terukir jelas pada sudut bibir perempuan tersebut. "Oh, haii" balasnya.
"Bisakah aku bersenang-senang denganmu?" Tanya Avaro dengan manis yang membuat perempuan itu tersenyum penuh binaran dengan tatapan memuja untuk Avaro.
"Oh.. tentu saja" ucap perempuan itu tanpa pikir panjang. Begitulah, hampir semua perempuan yang bertemu dengan Avaro akan terkesima dengan kadar ketampanan dirinya yang melebihi rata-rata, namun berkedok psikopat. Siapa yang tidak akan terkesima dengan pria itu? Bahkan saat ini, ia sangat jauh dari kata seorang psikopat.
"Mari ikutlah ke mobilku" ajak Avaro yang langsung saja diikuti oleh perempuan itu. Sesaat Avaro tersenyum miring.
TBC
Kuy, pantengin terus yaa kisah RBP sampe endingnya. Ingat lho jgn pada kabur... Wakakakak🤭😂maapkan ke alay-an diriku man-teman 🙏😚
Stay tuned💛
Vote and comment😉
Love semuaaaa❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic But Psychopath(End')
Genç Kurgu~TAHAP REVISI~ Seorang gadis dengan paras cantik yang masih menduduki bangku SMA di salah satu Sekolah Menengah Atas luar negeri harus berhadapan dengan seorang lelaki psikopat yang ternyata adalah lelaki pemikat hatinya sekaligus sahabat kecilnya d...