The Jerk Twins: 7

882 109 8
                                    

Satu pukulan terakhir Dion berikan untuk menjatuhkan Alga. Laki-laki yang nampak sudah sangat lenguh dibawah tubuh Dion terus saja menatap dengan tatapan tajam meski sudah terlihat jelas jika dirinya tidak akan pernah sebanding dengan Dion.

"Gue dateng ke sini baik-baik pulang juga harus baik-baik." Dion bangkit. Menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya lalu melihat lengan tangan kanannya yang tergores dan mengeluarkan darah.

"Ini." Dion menunjuk luka di lengannya dengan tangan kiri. "Jadi saksi lumpuhnya penguasa jalanan yang menang lewat jalur kecelakaan musuhnya."

Setelah berkata demikian, Dion kembalikan badan berjalan menjauhi Alga yang masih berusaha untuk duduk. Dirangkul tubuh Danial yang terlihat lebih kacau darinya. Pasti Danial sudah bekerja keras setelah melumpuhkan dua orang sekaligus.

"Vani?" tanya Dion.

"Udah dibawa keluar sama adik lo."

Dion menganggukan kepala mengerti. Rupanya Lion ada gunanya juga meski masuk lewat jendela, Dion kira adiknya itu tidak berguna karena terlalu banyak bercanda.

"Gue bakal bikin nyawa lo jadi taruhan buat bebasin orang lain!"

Teriakan Alga sontak membuat Dion dan Danial berhenti. Tanpa membalikan badan Dion mengacungkan jari tengahnya untuk Alga lalu pergi dari sana bersama anak SMA Cakra yang masih menunggu diluar gerbang. Ternyata membobol sekolah lain tidak sesulit yang Dion kira.

"Naik duluan," kata Dion meminta Daniak untuk lebih dulu menaiki tembok pembatas antara SMA Elang dan jalan belakang sekolah.

"Tangan lo aman?"

"Nyeri dikit. Tapi aman."

Anak SMA Cakra yang tadi masuk dan membantai seluruh anak SMA Elang sudah keluar lebih dulu bersama Lion, Vani, dan Slamet. Mereka rasa Dion dan Danial mampu mengurus ini dengan mudah, maka lebih baik mereka semua keluar lebih dulu.

Danial memanjat tembok dibantu meja kayu yang ada disana. Setelah Danial berhasil loncat, kini tinggal giliran Dion yang harus loncat. Mereka harus pergi dari sini dengan cepat jika tidak akan kepergok guru atau lebih parahnya lagi masyarakat yang mungkin saja melewati jalan ini.

Dion loncat dari atas, mendarat dengan sangat sempurna meski tangannya mengalir darah segar. Davin datang sontak memeluk Dion dengan bangga, tidak salah pilih orang untuk menghadapi masalah seperti ini.

"Makasih. Kalo nggak ada lo gue nggak ngerti lagi gimana nasib Vani."

"Santai," jawab Dion menepuk bahu Davin. "Masalah awalnya gimana sampe bisa disekap?"

"Soal itu gue nggak paham, lo bisa tanya sendiri ke Vani."

-----

"Bisa-bisanya Alga jadi kaya orang gila gitu," ucapan Altas menatap Dion dan Lion yang duduk di depannya.

"Nggak gue jawab lo pasti udah tau jawabannya." Dion menghembuskan napasnya kasar. Lagi-lagi kejadian satu tahun lalu kembali terulang.

Kini mereka semua sedang menikmati semangkuk bakso yang ada dipinggir jalan. Hanya karena kedatangan anak SMA Cakra dan SMA Garuda warung bakso ini terlihat ramai. Davin dan Vani pulang lebih dulu, mengingat kondisi keduanya yang tidak memungkinkan untuk ikut berkumpul.

"Lain waktu gue juga bakal butuh tenaga anak Cakra. Gue harap lo bisa bantu disaat gue butuh," kata Lion begitu serius. Berdiri dari duduknya, Lion menepuk bahu Dion. "Gue keluar bentar."

"Ngerokok gue patahin leher lo," jawab Dion tidak suka. Baginya merokok bukan hanya merusak organ pernapasan, tapi juga mempercepat proses kematian. Bukan seberapa mahal harga rokok yang mereka beli, tapi ini tentang seperapa mahal kesehatan yang harus mereka jaga.

"Masih anti rokok?" tanya Altas.

Dion mengangguk lalu meminum es teh manis yang sisa setengah. Semenit setelah itu terlihat tiga temannya berjalan ke arahnya. Danial duduk disamping Dion sedangkan Fandi dan Slamet lurus ke arah luar.

"Ikut gabung bang-abang." Daniak tersenyum manis.

Detik berganti menjadi menit. Waktu mereka habis hanya untuk membicarakan hal yang mengundang tawa dan keramaian disekitar. Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa matahari sedikit lagi akan tenggelam.

"Makasih banyak, ya!" Altas menjabat tangan Dion lalu menarik laki-laki itu ke dalam pelukan bersahabat. Tidak ada yang bisa memutuskan persahabat yang sudah dibangun sejak lama ini.

"Bang!" Lion datang dari arah luar dengan raut wajah khawatir sambil memegang ponselnya. "Kacau!"

Darahnya seakan mendidih. Kepalanya terasa panas. Dion melihat dengan seksama bagaimana basecamp mereka sudah tidak terlihat bentuk kerapihannya semuanya acak-acakan seperti telah diserang gempa dengan kekuatan tinggi. Tinggal nunggu dindingnya rubuh saja.

"Gue duluan," pamit Dion pada Altas setelah melihat foto yang ada diponsel adiknya. Bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah sebelum pergi mereka semua sudah mengunci basecamp. Lalu masuk dari mana orang yang mengacaukan tempat mereka berkumpul selama ini?

Mengendarai motor dengan sangat tidak santai mereka semua berlomba-lomba menarik gas agar cepat sampai ke basecamp mereka. Basecamp yang sebenarnya adalah rumah keluarga Fandi yang sudah kosong selama bertahun-tahun, dari pada terbengkalai akhirnya Fandi mengizinkan rumah keluarganya dijadikan tempat kumpul. Tentu saja harus terus dalam keadaan rapi dan bersih, tanpa rokok dan barang terlarang lainnya. Jangankan barang terlarang, ada pisau di dalam basecamp saja Dion melarangnya.

Tiba di depan rumah minimalis dengan halaman yang penuh dengan pot bunga, Dion dan kawan-kawannya langsung berlari melihat kondisi tempat mereka berkumpul.

Satu yang ia simpulkan. Ancur. Bukan karena kucing berantem apalagi maling sebab tidak ada barang berharga di dalam rumah ini. Hanya kulkas dan TV yang tertempel di dinding.

"Lo dapet foto itu dari mana?" tanya Slamet.

Lion membuka ponselnya kembali. Membuka akun instagram miliknya lalu kembali mengecek pesan yang beberapa menit lalu masuk.

"Akun fake." Lion memperlihatkan isi chating itu pada Slamet.

"Rapihin buruan, deh." Dion memijit keningnya yang terasa pening. Ia duduk di sofa yang ada membiarkan anak SMA Garuda membersihkan basecamp mereka.

"Pastiin nggak ada jebakan. Gue rasa ini ulah Alga. Emang ngajak bercanda lewat taruhan nyawa itu anak," cibir Lion memasukan ponselnya ke dalam saku. Ikut membantu temannya yang lain membereskan kekacauan ini.

------

TO BE CONTINUE...

THE JERK TWINS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang