Lambang untuk part ini?💜
------Dion lari mengejar laki-laki itu. Setelah Dion berlari Fandi dan Davin baru mengarahkan pandangannya lalu ikut mengejar laki-laki tersebut. Tiba-tiba saja laki-laki yang Dion kejar berhenti, mengarahkan pandangannya ke belekang melihat Dion dan dua temannya dengan tatapan heran.
"Lo siapa?" tanya laki-laki itu.
"Ke sawah nyari bekicot, jangan banyak bacot!" jawab Fandi kemudian lari menerjang tubuh laki-laki itu hingga terjungkal ke belakang. Memukuli laki-laki itu hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah, tubuhnya seakan sangat bersemangat untuk memukuli orang.
Meski susah payah untuk membalas dan menghindar dari pukulan Fandi, laki-laki yang diketahui bernama Raka itu tidak berhenti mundur hingga tubuhnya menabrak pilar.
Dion menarik tubuh Fandi kasar. Dia maju, mencengkram kuat kerah Raka menatapnya laki-laki itu dengan tatapan membara.
"Dimana Permata?" tanya Dion datar. "Dimana Lina?!"
Raka menggeleng kaku. "Gue nggak tau."
"Nggak mungkin lo nggak tau!" jawab Fandi.
Dion menampar pipi laki-laki itu. "Jawab atau lo gue lempar ke bawah?!"
"Sumpah gue nggak tau!"
"Bang Raka!" terdengar suara teriakan wanita.
Mereka semua mengarahkan pandangannya ke sumber suara tersebut. Di sana, Permata berdiri dengan pipi lebam dan hidung yang mengeluarkan darah. Wanita itu berlari, menarik tubuh Dion menjauhi Raka yang tampak buruk.
"Lo apain abang gue hah?!" teriak Permata tepat di depan wajah Dion.
Dion melotot. Bahkan Fandi dan Davin pun ikut terkejut mendengar jawaban wanita itu.
"A-abang lo?" tanya Fandi terbata-bata.
"Iya, abang gue!" Permata memutar tubuhnya menghadap Raka. Sudut bibirnya mengeluarkan darah, rambutnya juga sudah tidak beraturan.
"Abang gue emang nongkrong dibelakang sini. Alga nyekap gue tapi gobloknya dia nggak ngambil ponsel gue. Jadi gue ngehubungin abang gue. Dia masuk ke sini lewat belakang. Gue lari dari sekapan karena lihat banyak orang masuk lewat pagar belakang, gue kira itu anak Blaster. Lina udah dibawa pergi sama Alga beberapa menit yang lalu setelah dia dapet kabar markasnya digeledah polisi," ucapan Permata menerangkan apa yang terjadi beberapa menit yang lalu.
"Gue minta maaf," ucap Dion.
"Gue juga," kata Fandi dan Davin bersamaan.
Pikiran Dion kembali kacau. Kemana dia harus menemukan Lina? Dion harus berbuat apa? Otaknya seakan tidak berjalan dengan lancar hari ini, kepalanya seakan kosong tanpa isi.
Ponselnya Fandi berdering. Ghani menghubunginya.
"Gimana?" tanya Fandi langsung saat telepon sudah tersambung.
"Polisi minta keterangan gue sebagai saksi. Beberapa anak Monster dan Blaster juga ikut ke Polres buat di interogasi. Alga bener-bener jadi buronan polisi, di markasnya polisi nemuin sabu-sabu sama minuman keras," ucapan Ghani dari seberang sana.
"Buat kesaksian sebenar-benarnya. Gue mau ini selesai hari ini juga, bahkan kalo bisa putusin tradisi anjing yang ada di SMA Elang."
Usai mengucapkan itu Fandi langsung mematikan sambungan teleponnya. "Alga jadi buronan. Markas Blaster ditemuin sabu-sabu sama minuman keras."
Tepat Fandi menyelesaikan perkataannya ponsel Dion berdering. Panggilan masuk dari nomor tidak di kenal. Dengan segera dia mengangkat panggilan tersebut.
"Lo bikin kejadian satu tahun lalu terulang lagi. Gue bisa pastiin nyawa lo bakal jadi taruhan buat nyelametin satu nyawa lainnya."
"Lo siapa anjing!" teriak Dion. "Jangan berani main-main sama gue atau lo bakal mati! Bilang sama gue Lina ada di---" ucapannya terputus kala dia mendengar suara tangisan dari seberang sana.
"Kak tolong aku! A-aku, aku nggak mau berakhir kaya gini."
"Lepasin sepupu gue!" teriak Dion. Dia membanting teleponnya saat mengetahui panggilan sudah diputuskan dari pihak sana.
"Kenapa?" tanya Raka.
"Sepupu gue yang ditahan sama Alga."
"Lo nggak tahu tempat lain yang biasa Alga jadiin buat kumpul?" kata Permata.
"Atau tongkrongan Alga yang lo tahu?" Davin ikut berfikir keras.
"Lo nggak ada gps Lina?" ucapan Fandi membuat air wajah Dion berubah.
"Ada. Gue lacak sekarang."
-----
Dion keluar dari mobilnya bersama Fandi dan Davin. Permata dan Raka sudah dia suruh pulang terlebih dahulu untuk mengurung diri di rumah dan sebaiknya tidak kemana-mana demi keselamatannya sendiri.
"Lokasinya beneran di sini," kata Dion. Dia menatap bangunan kosong yang sudah di penuhi semak dan rumput yang sudah tumbuh hampir sepinggang orang dewasa di sekitarnya.
"Jalur masuk ke sana ditutup semak. Gue yakin nggak ada orang yang masuk ke sana," kata Davin.
"Nggak ada yang nggak mungkin." Dion melangkahkan kakinya menginjak semak-semakin dengan tangan yang sibuk menggeser rumput agar membuka jalan, Dion semakin meyakinkan dirinya untuk segera sampai ke deoan pintu bangunan kumuh tersebut.
Fandi dan Davin ikut berjalan membuntinya. Disela berjalan Fandi tiba-tiba berhenti membuat Davin menabrak tubuhnya dari belakang.
"Dih, si goblok!" makin Davin seraya menjitak kepala Fandi.
Mengabaikan Davin, Fandi membungkukan tubuhnya mengambil sesuatu yang terasa dia injak sebelumnya.
"Ini punya Lina?" Fandi mengangkat jam tangan yang hampir persis seperti punya Dion.
Dion yang berada beberapa meter di depan Fandi sontak membalikkan badan, menatap jam yang Fandi pegang.
"Iya, ini punya Lina." Dion jalan mendekati Fandi, mengambil jam tangan itu lalu dia lihat. Jam tangan tersebut masih dalam kondisi baik, tidak ada kerusakan.
Fandi menganggukan kepalanya. "Bener kemungkinan Lina ada di dalam."
Davin terlihat meletakan tangannya di dagu seakan berfikir. "Bisa jadi Alga atau Lina sendiri yang sengaja buang jam tangan itu ke dalam sini. Kalo Alga yang buang dia mau bikin kita kecoh, kalo Lina yang buang dia kasih kita jejak kalo dia ada di dalam bangunan itu atau lewatin jalan ini."
"Kita masuk ke dalam, kalo nggak ada juga kita minta bantuan polisi dan cek ke daerah sekitar sini." Final Dion. Kembali mengangkat kakinya melewati rerumputan yang mempersulit jalur masuk ke dalam gedung tersebut, namun tidak membuat mereka menyerah.
-------
TO BE CONTINUE....
KAMU SEDANG MEMBACA
THE JERK TWINS ✔
Teen Fiction#1 bertarung (27-01-2021) #1 tertawa ( 27-01-2021) [PART SEDANG DIREVISI DAN MASIH AKAN DI LANJUTKAN!] ----- Tidak seperti dicerita lainnya. Anak kembar yang dilakukan berbeda, saling menyaingi dan takut tersaingi, yang satu diuntungkan yang satu di...