The Jerk Twins: 8

858 107 12
                                    

Hari sudah gelap. Rembulan menaiki tahtanya di langit malam menggantikan posisi matahari yang sudah terbenam beberapa jam yang lalu. Angin terasa menggigit tulang rusuk membiarkan dua laki-laki dengan wajah tampan diselimuti hawa dingin.

"Bocah udah sampe mana?" tanya Dion.

Mereka akan kembali berkumpul malam ini. Setelah tadi membereskan basecamp yang seperti kapal pecah mereka langsung diperintahkan untuk pulang ke rumah masing-masing. Jika tidak untuk mandi dan izin kepada orang tua untuk apa lagi? Dion tidak ingin hanya karena perkumpulan yang mengatas namakan solidaritas, mereka malah mengabaikan kedua orang tua atau yang lebih parahnya lagi sudah tidak menghargai orang yang sudah berjuang keras untuk membesarkan mereka.

"Dikit lagi sampe," jawab Lion.

Sambil menunggu yang lain tiba, Lion memejamkan matanya sejenak. Menikmati hawa dingin yang sangat terasa di tubuhnya. Tidak lama setelah itu suara deru knalpot terdengar dari arah belakang jalanan, tidak lain itu anak Garuda.

Terlihat motor Slamet dan Danial yang memimpin jalan beberapa motor di belakangnya. Malam ini perang akan kembali terjadi. Siklus perdebatan penguasaan akan dimulai antara anak Garuda dan anak Elang.

"Gue heran Alga ngajak balapan lagi padahal dia udah tau siapa yang bakal kalah." Slamet turun dari motornya. Beberapa motor di belakang ikut berhenti.

"Dia yang nantang, dia yang kalah. Demen banget nyari kekalahan heran gue." Danial pun sama, turun dari motornya sembari mendekati Dion dan Lion.

"Taruhannya apa?" Slamet mengangkat kedua alisnya penasaran. Bukan hal kecil jika Alga kembali mengajak balapan hanya karena taruhan yang biasa, pasti ini sudah luar biasa.

"Kenapa nggak di tolak aja, sih? Padahal tadi siang abis adu jotos," cibir Danial.

"Gue nggak bisa nolak. Kalo dia kalah kita bakal jadi penguasa lagi, kalo gue kalah dia minta kebebasan buat ngambil siswi dari sekolah kita. Lo tau apa yang bakal dia lakuin kalo udah nyangkut cewek 'kan?"

"Bener-bener gila 'kan?" Lion melirik jam tangannya. "Udah jam setengah satu. Fandi kemana, sih?"

"Otw katanya. Emang jadi pake motor Fandi? Kanapa gak pake motor Lion aja?"

"Motor Lion gak enak, letoy kaya orangnya," jawab Dion membuat mereka semua tertawa, kecuali Lion tentunya.

Bersamaan dengan itu terdengar suara deru motor dari belakang. Suara berisik seakan pengendara itu menarik gas motornya dengan paksa agar melaju lebih cepat.

Tiba di depan mereka. Pengendara tersebut langsung menarik rem depan membuat bagian belakang motornya terangat tinggi, dalam hitungan detik terjatuh dengan sempurna.

"Belagu. Nyungsep baru tau rasa lo!" cibir Lion melihat tengilnya gaya Fandi.

"Wet, santai. Joki gue!" Fandi menepakan kedua kakinya ke aspal. Dengan gaya sok keren yang ia miliki sejak lahir mampu membuat semua anak Garuda menahan tawa melihat tingkah tengilnya yang tidak berubah sejak dulu.

"Ayo langsung berangkat!" katanya. Fandi enggan turun dari motor, ia sudah mengira jika temannya yang lain hanya menunggunya. Artis gaya memang selalu ditunggu kedatangannya.

"Gue nebeng sama lo, Fan." Lion mengisi jok belakang motor Fandi. "Ketauan jok-jok jomlo, nih. Rasanya dingin nggak pernah dipake goncengin cewek."

-----

Sepasang mata memancing tajam menatap jalan lurus tanpa belokan yang akan dijadikan tempat untuk berperang malam ini. Dion, laki-laki itu sudah siap di atas motor Fandi yang masih terlihat gagah jika dirinya yang menaiki. Motornya masih di bengkel, balapan malam ini tidak pernah direncanakan sebelumnya jadi Dion memilih untuk memperbagus body motor ninja hitam miliknya dari pada hanya terparkir di garasi rumah.

Lawannya malam ini pun sama. Memperjelas penglihatannya ke arah depan. Bukan menatap jalanan, tapi menatap wanita yang berdiri diantara mereka berdua dengan busana yang kurang bahan—menurut Dion baju kurang bahan yang memperlihatkan tangan mulus serta paha gadis itu.

"Bensin motor lo banyak, 'kan?" suara itu masuk begitu saja ke dalam telinganya. Dion benci teriakan dari sebelah kiri bahunya, bisa-bisanya Lion merusak konsentrasi kakaknya yang sedang memikirkan strategi agar tidak kalah cepat dari lawannya.

"Nggak tau, kayanya terakhir isi bensin dua hari yang lalu."

"Diem tolol!" sergah Slamet dari samping Fandi. "Bikin kacau otak orang lo."

"Kalo Dion menang gue tidur sendiri di kamar. Mendingan dia kalah." Lion menatap Slamet tidak suka. Sedetik kemudian Lion membagi pandangannya pada Dion yang masih menggeber-geber motornya, entah agar terlihat keren atau mengkode mereka untuk diam.

Detik itu juga gadis yang berdiri sambil menggoyang-goyangkan bendera merah seirama menggoyangkan tubuhnya, menjatuhkan bendera yang dia pegang. Dion menarik gas motor cepat begitupun dengan Alga yang menyusulnya dari belakang.

"Ayo! Jangan kasih Dion menang!" teriak Lion mengikuti arah kemana Dion melesat cepat. Sambil menganggat-angkat tangannya laki-laki itu jalan ke tengah-tengah garis start mendekati Kevin yang berdiri di sana. "Tadi pura-pura doang. Abang gue bakal menang, bos lo bakal kalah kaya biasanya. Dah, Kevin Tikus!"

Setelah meledek Kevin, Lion kembali mendekati teman-temannya yang berdiri dipinggir jalan raya sambil menunggu kedatangan pemenang dari arah belakang.

"Kok Kevin tikus, sih? Bukannya Kevin Moussirath?" protes Fandi. Bukannya protes, lebih tepatnya menanyakan apa yang tidak dia mengerti.

"Mouss? Yaudah pelesetin aja jadi tikus. Mouss 'kan bahasa Inggris-nya tikus," jawab Lion tak acuh.

"Jangan didengerin. Lion bahasa Inggrisnya merah." Danial menguap. Matanya terlihat sedikit merah akibat menahan kantuk, tidak biasa tidur malam Danial selalu dipantau jam tidurnya oleh Ayahnya. Hanya malam ini dia kabur lewat jendela kamar, hal itu tanpa dikatahui oleh Dion tentunya jika tahu bisa abis kena marah Dion yang ada.

Lima menit berlaku. Suara berisik motor terdengar seakan bersahut-sahutan dari belakang. Semua orang sudah berbalik badan menatap garis finish yang ada di depan mereka, termasuk anak Garuda.

"Itu suara knalpot motor gue, woi! Iya, itu motor gue!" teriak Fandi heboh. Jangankan melihat batang hidung yang mengendarai motornya, hanya mendengar suara knalpot saja Fandi sudah tahu betul jika itu adalah motor miliknya.

Dalam hitungan detik Dion melesat dari arah datang dengan cepat menerobos pita biru yang terbentang digaris finish, membawa selembar kemenangannya hingga terdepan. Menarik rem motor dengan perlahan dia berhenti tepat di depan anak Garuda yang berteriak menyambut kemenangannya.

"Terima kasih, terima kasih. Iya gue emang jago, terima kasih!" ucapan Lion mengangkat kedua tangannya disamping Dion. Memberi kecupan jauh pada beberapa wanita yang meneriaki nama Dion sebagai pemenang. Seharusnya yang melakukan selebrasi adalah Dion, bukan Lion.

"Jangan malu-maluin gue sehari aja kayanya lo langsung mati," cibir Dion seraya membuka helm full face yang dia gunakan.

"Bacot banget. Bikin gue seneng sehari aja, bisa nggak?" sergah Lion melanjutkan aksi yang menurut anak Garuda sangat memalukan, tapi tidak menurutnya itu sangat keren.

-----

TO BE CONTINUE...

THE JERK TWINS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang