Menurut kamus besar perihal kehidupan Dion dan Lion telat masuk sekolah adalah hal yang sangat memalukan. Bagaimana mereka bisa telat padahal dari rumah mereka ke sekolah tidak sejauh dari Bekasi ke Bogor, sekolahnya hanya berlarak tiga kilometer saja. Jika bukan karena pulang balapan hingga dini hari, pasti mereka tidak akan telat lebih bodohnya lagi Lion lupa menyalakan alarm.
"Reputasi gue ancur cuma karena telat, ini semua salah lo!" marah Lion memegang kedua telinganya dengan satu kaki yang diangkat.
"Pala lo kotak! Lo lama banget di kamar mandi," jawab Dion. Dia pun sama, memegang kedua telinganya dengan satu kaki yang diangkat.
"Gue bilang mandi bareng lo nggak mau, siapa suruh?"
"Jijik tolol." Dion menarik napasnya dalam. Jangan sampai dia menghabiskan Lion saat ini juga. Adiknya terlalu receh, terlalu mudah membuat malu. Rasanya sangat ingin Dion menenggelamkan Lion di laut lepas, membiarkan tubuh adiknya menjadi santapan hewan laut.
Di bawah teriknya sinar matahari pagi mereka berdiri dengan satu kaki yang diangkat dan kedua tangan yang memegang telinga mereka. Tidak peduli keringat membanjiri tubuh, panasnya cahaya matahari yang semakin lama semakin terasa membakar kulit bagi mereka menjalani hukuman adalah hak yang wajib karena mereka melakukan kesalahan, jika mereka tidak melakukan kesalahan tetapi mereka dihukum disitu mereka akan berontak. Dan, semua orang akan melakukan itu termasuk mereka.
"Itung-itung latihan fisik buat daftar jadi TNI. Ayo Lion semangat!" Lion menegakan tubuhnya yang sempat gontai tidak kuat menahan kakinya yang mulai terasa bergetar.
"TNI mana yang takut tidur sendirian?" ledek Dion.
"Akhlak Anda benar-benar sudah menipis."
Segerombol siswa siswi kelas lain datang menggunakan seragam olahraga dari samping menuju lapangan upacara yang akan dijadikan tempat untuk melakukan pelajaran olahraga. Siswi yang melihat keberadaan Dion dan Lion seketika teriak histeris melihat mereka berdua, sebagian besar ada yang sibuk berbisik.
Bisik-bisik semakin terdengar di telinga mereka bedua. Tidak hanya satu dua mulut yang membicarakan ketampanan mereka, tapi ini hampir satu kelas. Jangankan wanita, ada anak laki-laki juga yang memuji otot mereka.
Ditengah ramainya para siswa siswi yang sibuk memandangi Dion dan Lion, seorang wanita cantik dengan balutan seragam olahraga yang terlihat kebesaran di tubuhnya menatap Dion Lion bingung seakan bertanya apa yang istimera dari kedua sepupunya itu?
"Itu emang siapa?" Lina bertanya pada temannya yang ada disamping kirinya.
Wanita dengan wajah natural tanpa makeup bahkan tanpa pelembab bibir sekalipun mengangkat bahunya tak acuh. "Nggak tahu. Nggak ngurusin juga."
"Lo yakin nggak tahu?!" Wanita yang berjalan disamping kanan Lina terlihat sedikit heboh. "Dia itu kembar ganteng banget 'kan? Asli yang jadi jodoh dia nanti bakal beruntung bangat. Semisal gue yang jadi jodoh mereka nggak bakal gue sia-siain, kemanapun bakal gue ikutin takut ada yang gondol, bakal gue iket di kamar biar gue aja yang boleh ketemu, udah gitu---" ucap Syifa terhenti saat Lina tiba-tiba mensergah ucapannya.
"Gue yang satu rumah sama mereka biasa aja."
Semua hening. Berpuluh-puluh pasang mata memandang Lina si anak baru yang mengaku satu rumah dengan Dion dan Lion. Bagaikan tanda tanya besar yang menghiasi otak mereka bahagimana seorang Lina yang cantik dan pendiam bisa satu rumah dengan si kembar.
Sadar dengan apa yang dia ucapkan. Lina mengipas tangannya di depan wajah berniat merusak seluruh pandangan yang terarah padanya.
"Maksud gue satu rumah sakit. Iya, gue pernah satu kamar sama mereka pas di rumah sakit, kena tipes waktu itu." Untuk menghilangkan rasa cemas pada dirinya Lina lebih memilih untuk jalan mendahului Syifa dan Permata.
"Sepupu lo mulutnya kaya ember bocor," cibir Lion menepuk keningnya.
Perasaan baru kemarin Dion mengingatkan Lina agar tidak memberi tahu siapapun jika mereka itu sepupu, tapi hari ini Lina hampir membuka hak yang paling Dion takutkan di depan banyak orang. Semoga saja tidak ada yang mengambik hati ucapan Lina.
"Ngaca!"
------
Hiruk piruk terdengar memenuhi seluruh penjuru kantin kala lima orang dengan wajah tampan menginjakan kaki mereka masuk ke dalam kantin. Waktu seakan berjalan lebih lambat mendukung ke lima orang itu untuk tebar pesona dengan gaya mereka masing-masing, kecuali Dion dan Danial mereka berdua tampak cuek tapi tetap menunjukan bahwa dia berdua sedang menebar pesona mereka lewat tatapan tajam yang mampu membunuh.
Fandi menyapu rambutnya kebelakang menggunakan tangan. "Ganteng bener gue, kalo ngaca serasa ngeliat Manurios di kaca."
"Najis," cibir Slamet yang berjalan dengan senyum manis sambil memasukan tangan kanannya ke dalam saku.
Ini bintang kita semua. Kesayangan hampir seluruh umat manusia di dunia, siapa lagi jika bukan Lion? Laki-laki itu sibuk memberi kecupan manis pada beberapa wanita yang nampak sangat terpaku melihat ketampanan yang dia miliki. Hanya melihat ketampanan, tanpa melihat tingkah laku minus lainnya yang ada di diri Lion.
"Gue emang ganteng, orang gue blasteran Indonesia-Surga. Gue itu gambaran pangeran yang ada di Surga asal kalian mau tau," ucap Lion sambil menarik kursi lalu duduk di atas sana diikuti oleh empat teman lainnya.
"Bissmillah, one shot!" Dion mengangkat kotak tisu lalu melempar benda itu tepat mengenai wajah tengil adiknya. "Banyak omong! Adek kaya lo nggak bakal gue kubur kalo belum mati."
"Kubur hidup-hidup biar seru, lah!" sergah Danial.
"Bacot, bacot!" Lion memberi sikutan pada Danial yang duduk disampingnya.
"Ayo berantem gue nggak suka ada kedamaian!" Fandi ikut mendukung. Laki-laki itu menepuk tangannya begitu antusias melihat kedua temannya akan bertengkar.
"Dari pada belajar gila mending pesen makan." Perkataan Dion membuat mereka semua mengangguk.
Sontak Lion berdiri. Peka terhadap siatuasi dari pada kenal bully lebih baik dia yang jalan memesan makanan. "Gue yang pesen. Lo duduk manis di atas batu nisan itu lebih baik."
"Sumpah demi celana boxser warna kuning punya tetangga gue, adek lo ngeselin nya sampe minta dikubur hidup-hidup." Slamet menarik napas dalam lalu menghembuskannya cepat. Jika tidak mengingat siapa kedua orang tua Lion dan siapa abangnya, mungkin anak yang satu itu sudah Slamet kubur dari lama.
Mengabaikan ucapan Slamet, Lion pergi memesan makanan untuk mereka. Sibuk mengantri dengan beberapa siswa lainnya, Lion mengeluarkan ponsel menggulir layar instagram tidak tentu arah sebab tidak ada satu pun pesan yang menarik perhatiannya.
"Lo kenal Lina nggak, sih? Anak kelas dua belas IPA D katanya dia lagi deket sama anak SMA Elang. Mungkin karena dia anak baru jadi dia nggak tahu seberapa brengseknya anak Elang," kata salah satu siswi yang ikut mengantri dibelakang Lion.
-------------
TO BE CONTINUE...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE JERK TWINS ✔
Teen Fiction#1 bertarung (27-01-2021) #1 tertawa ( 27-01-2021) [PART SEDANG DIREVISI DAN MASIH AKAN DI LANJUTKAN!] ----- Tidak seperti dicerita lainnya. Anak kembar yang dilakukan berbeda, saling menyaingi dan takut tersaingi, yang satu diuntungkan yang satu di...