PART 8

3.1K 240 10
                                    

"Kelainan seksual?" lirih Hyera. "Ka—".

"Kumohon Hyera...jangan tinggalkan aku," ujar Jimin yang memotong pembicaraan Hyera.

Seketika satu bulir air mata Hyera jatuh dari singgasananya.

"Tidak mungkin...." gumam Hyera sambil membekap mulutnya memakai tangan kanannya agar suara isak tangisnya tidak keluar.

Sadar akan tangan Hyera yang mulai melemas di belakang punggung Jimin. Jimin akhirnya melepas pelukannya bersama Hyera. Kemudian tanpa aba-aba Jimin beranjak dari ranjang dan memungut boxer hitamnya yang tergeletak dilantai nan dingin itu dikarenakan memang cuaca yang masih mengguyur kota Seoul.

Setelah Jimin memakai boxernya tanpa memakai baju ia berjalan ke arah balkon lalu mendaratkan kedua tangan kekarnya di pegangan besi berwarna silver yang dingin itu. Jimin tidak peduli dengan tubuhnya yang perlu penghangat dilihat karna ia tidak memakai baju dan ia hanya menggunakan boxer.

Memejamkan kedua panik kembarnya dan menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya dengan kasar. Itulah yang ia lakukan berulang-ulang kali. Tanpa membuka matanya Jimin merasakan pergerakan sebuah tangan melingkar di area pinggangnya mendekapnya erat seakan-akan dia tidak akan membiarkannya lepas selamanya.

15 menit berlalu, tanpa ada sebuah pembicaraan walaupun sekilas. Hanya suara rintikan hujan yang begitu deras dan gemuruh menemani mereka berdua.

Sedangkan, Hyera masih setia memeluk Jimin dari belakang. Hyera hanya menggunakan selimut yang melingkari tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun. Rambut panjang terurai, berterbangan bebas ulah dari sang angin.

"Kita menikmati kehangatan karena, kita pernah kedinginan. Kita menghargai cahaya karena, kita pernah dalam kegelapan. Maka begitu pula, kita dapat bergembira karena kita pernah merasakan kesedihan." ucap Jimin tanpa membuka kedua matanya. "Penderitaan..." lanjutnya dengan kedua mata yang sudah terbuka lebar tetapi dengan tatapan sendu menatap lurus kedepan.

"Dimana saat seorang anak kecil menikmati dunia kasih sayangnya yang menyenangkan, bermain di taman, bersenda gurau, holiday, refresing, berceloteh ria, dipeluk saat tertidur, dibacakan sebuah dongeng pengantar tidur, dimasakan makanan kesukaan oleh seorang Ibu dan bermain game di ponsel bersama Ayah." jelas Jimin panjang lebar dan menghembuskan nafasnya gusar. "Tapi, tidak dengan diriku...itu hanya khayalanku semata dan sampai kapanpun aku tidak akan bisa menggapainya." gumam Jimin dengan mata berkaca-kaca.

"Sejak kecil aku di didik untuk mandiri oleh diriku sendiri, tanpa kedua orang tuaku, hingga aku tumbuh dan menjadi dewasa seperti ini. Di dalam tubuhku hanya mengalir darah yang penuh ambisi dan ego yang begitu tinggi, bahkan diriku saja tidak bisa mengendalikannya." ujar Jimin.

"Di—"

"Orang tua? Aku sudah menganggapnya tiada. Mereka sibuk dengan dunianya sendiri tanpa memperdulikan aku yang sedang butuh kasih sayang dari mereka," ujar Jimin. "Mereka berdua iblis, yang hanya mementingkan diri sendiri. Lebih baik aku tiada daripada aku lahir dari rahim seorang wanita jalang sepertinya." ujarnya panjang lebar.

"Jimin, jaga ucapanmu! Dia itu Ibu kandungmu Jim!" geram Hyera.

"Ibu? Aku tidak tahu apa itu arti seorang Ibu sebenarnya," sarkah Jimin sambil tersenyum miring.

"Aku tumbuh seorang diri tanpa pengawasan siapapun. Hidupku hanya dipenuhi keegoisan. Setiap hari aku menahannya, tapi aku tidak bisa. Jalang sasaran yang tepat sebagai pelampiasan penyakit sialan ini. Alkohol sebagai teman penderitaanku. Dan, kesepian sebagai teman tidurku...." ujar Jimin dengan suara paraunya. "Aku hancur, aku lemah, aku tidak berdaya, aku hanya orang bodoh yang tidak tahu apa-apa Aaarrrrggghhhh...." teriak Jimin frustasi sampai memukul pegangan balkon tersebut dengan tangan kanannya hingga menimbulkan darah merah pekat mengalir di tangannya.

"AKU MEMBENCI DIRIKU SENDIRI! AKU SANGAT MENJIJIKAN! AKU PRIA BRENGSEK DIMUKA BUMI INI! AKU TIDAK NORMAL! SIALAN! AKU MEMBENCI PARK JIMIN KEPARAT!" teriak Jimin frustasi dan membuatnya menangis.

"Jimin, tenanglah....jangan seperti ini... kumohon Jim...." gumam Hyera yang semakin memeluk erat Jimin dari belakang.

"Ak—aku pem—pembawa sial hiks..." lirih Jimin dengan kepala menunduk dengan  air mata memenuhi wajahnya bak malaikatnya.

"Tidak. Kau tidak seperti itu...." sarkah Hyera dengan menggelengkan kepalanya yang berada di punggung Jimin.

Sadar akan kemarahan Jimin yang meledak, lantas Hyera segera membalik tubuh toples Jimin untuk menghadapnya. Dan betapa terkejutnya ia melihat darah segar mengalir di tangan kanannya.

"Jimin! Apa yang kau lakukan?! Kau melukai dirimu sendiri Jim! Aku tidak bisa melihat mu terluka seperti ini, tolong jangan lukai dirimu sendiri Jim..."  ujar Hyera yang panik dan membawa Jimin masuk kedalam kamarnya, lalu Hyera mendudukan Jimin diatas sofa yang berada di kamar itu. Lalu memungut kemeja putih Jimin dan memakainya.

"Hiks, dimana kotak obatnya...." ucap Hyera yang masih sibuk mencari kotak obat merah untuk mengobati luka Jimin. "Jim, dimana letak obatnya?" tanya Hyera sesegukan yang sibuk membuka laci satu persatu mencari kotak obat tanpa menoleh Jimin yang masih setia melihat Hyera yang panik mencari obat untuk luka ditangannya.

Tanpa disadari Hyera, Jimin berjalan kecil menghampiri cintanya yang duduk di lantai yang sibuk mencari barangnya di laci bagian bawah.

Tangan kekar milik Jimin melingkari pinggang ramping Hyera dan meletakkan dagunya diatas bahu wanita tersebut dengan posisi duduknya memeluk Hyera dari belakang.

Sedangkan Hyera? Jangan tanyakan wanita itu terlihat panik dari raut wajah nya mencari obat P3K tapi tidak kunjung menemukannya. Dan tidak sadar akan kehadiran Jimin yang memeluknya dari belakang.

"Heii, keep calm dear. Ini hanya luka kecil, kenapa kau begitu panik hmm?" ujar Jimin dan tidak ada respon dari Hyera.

"Come on girl  tenanglah, aku tidak apa-apa sayang," ujar Jimin.

"Jim, dimana kau letakkan kotak P3K nya? Aku akan mengobati lukamu hiks..."

"Sayang aku tidak apa-apa tenanglah,"

"Tidak apa-apa bagaimana? Kau lihat? Kau itu sedang terluka Jim!"

"Ini hanya luka kecil, tidak sebanding dengan luka yang ada dihatiku Hye...."

"Tidak, aku akan mengobatinya, aku tidak bisa melihatmu terluka seperti ini Jim!" ucap Hyera yang sudah tidak bisa membendung lagi air matanya.

Sadar dengan Hyera yang sedang menangis yang tengah mengobrak-abrik isi laci. Dengan satu gerakan Jimin sudah menghadapkan tubuh Hyera berhadapan dengannya.

"Jangan menangis..." ucap Jimin yang dengan gesit menghapus air mata Hyera yang keluar dari pelupuknya. "Cantikmu akan hilang jika kau menangis sayang, stop crying baby okey?"

Hyera hanya mengangguk ringan dengan kepala menunduk yang tengah menyembunyikan wajahnya yang dibanjiri air mata. Dengan cekatan Jimin menarik Hyera kedalam pelukannya dan membenamkan kepala Hyera ke ceruk leher jenjang miliknya.

"Kau tahu, kau hadiah terindah yang pernah Tuhan berikan kepadaku." ucap Jimin tengah membelai rambut panjang Hyera. "Aku tidak menyangka ini akan terjadi...dalam 2 kali pertemuan kita ditakdirkan seperti ini. Dan, aku sangat bersyukur akan hal itu," lanjutnya. "Maaf, telah merusak masa depanmu," lirih Jimin dengan tatapan sendu karna mengingat kejadian beberapa jam yang lalu dimana ia telah merusak masa depan seorang gadis pelajar.

"Kumohon jangan tinggalkan aku. Aku sangat mencintaimu...."

Tbc,

CerhliKristianti

SERENDIPITY | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang