(2) Monyet Loncat.

84 15 5
                                    


"Damiii banguuuunnn!!"

Gadis itu hanya melenguh tak peduli lalu lanjut tidur lagi. Anak ini memang susah di bangunkan! Batin Brownies kesal. Ya jelas kesal karena dari tadi ia terus berteriak membangunkan Dami, tapi gadis itu tidak bangun-bangun.

Lelaki itu melayang ke sisi lain. Memukul-mukul pipi gembul milik Dami.
"Hoaaammmm!"

Dami terus bergelut dengan selimut hangatnya, ia tak sadar kalau tubuhnya sudah sampai di tepi ranjang. Dengan sigap Brownies menghalangi tubuh Dami agar tidak membentur lantai dingin. Bisa bahaya kalau Dami bangun karena jatuh dari ranjang.

Posisinya sedikit ambigu karena Brownies berada di bawah sedangkan Dami di atasnya, membuat siapapun yang melihat pasti akan berpikir negatif.

"Eughh dingin."

Dami semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Brownies, seperti memeluk boneka. Wajahnya ia benamkan di sela-sela leher Brownies. Dami berusaha  mencari posisi yang hangat dari tubuh Brownies, tapi percuma, sekuat apapun Dami berusaha rasa dingin itu malah semakin menjadi-jadi.

Seketika Dami sadar. Matanya melotot dan mulutnya menganga. Dengan refleks ia menjerit kaget.
"MONYEEEET!"

Dami bangun dengan tergesa-gesa sambil menutupi dadanya. Ia melangkah mundur sebanyak sepuluh langkah.
"Kamu mau kurang ajar ya?!"

"Cih, orang kamu yang peluk-peluk aku," Brownies berdecih. Sudah di selamatkan, malah menyalahkan.

"Bohong!"

"Lagian siapa juga yang mau kurang ajar sama kamu? Percaya diri banget," ucap Brownies santai sambil tersenyum jail.

"Dasar monyet!"

Dami mengejar Brownies yang melayang di udara. Tangannya berusaha meraih pakaian Brownies yang melambai-lambai dengan menyebalkannya.

DUG!

Terdengar suara debuman keras. Dami menabrak tembok dengan tidak elitnya. Ini semua gara-gara makhluk aneh itu. Paginya yang cerah benar-benar hancur.

"Aduuuuhhh sakiit!" ia meringis sambil memegangi dahinya yang membiru. Kepalanya berdenyut dan juga perih.

Brownies tertawa di atas lemari sambil memegang perutnya yang terasa sakit akibat terlalu banyak tertawa. Ia mengusap air mata yang menggenang di pelupuk matanya sambil sesekali terkekeh geli.

Dami tak henti-hentinya meringis. Kepalanya terus berdenyut sakit. Tiba-tiba tubuhnya jatuh ke lantai. Kakinya sudah tak kuasa menopang berat tubuhnya.

Brownies terlonjak kaget. Dengan cepat ia melayang ke arah Dami. Gadis itu tergeletak di lantai dengan mengenaskan.
"Keterlaluan banget ya?" Brownies bertanya dengan tampang polos.

"A-aduh! Dami bangun dong! Sebentar lagi sekolah," ucap Brownies mulai khawatir.

"Sakit Brow."

"Maaf ya Dami."
Brownies mencium dahi biru gadis itu. Lama sekali sampai Dami tak kuasa menahan detak jantungnya. Hey! Gila saja bisa baper dengan makhluk aneh ini. Tidak tidak!

Brownies melepas ciumannya, lalu ia tersenyum sangat lebar hingga matanya tinggal segaris.
"Udah sembuh tuh, enggak biru lagi."

Ya ampun! Sadar Dami!  batin gadis itu frustrasi.

...

Dami berangkat sekolah menggunakan motor. Umurnya sudah tujuh belas tahun, jadi sah-sah saja membawa motor ke sekolah, kan sudah punya SIM.

Gadis itu melangkah melewati koridor dengan wajah yang tertunduk. Sampai di kelas ia mengangkat wajahnya lalu berteriak.
"SELAMAT PAGI RAKYAT JELATAKU!"
Memang gadis yang gila.

Istirahat Dami terpaksa ke kantin sendiri, karena teman-temannya sibuk mengerjakan tugas yang belum selesai.  Salah siapa malah tidur dan mengobrol ketika guru memberi tugas? Kalau sudah begini kan mereka juga yang rugi.
Walaupun Dami bukan anak yang pintar yang selalu di puji guru, tapi ia selalu berusaha untuk tidak tertinggal dengan memperhatikan guru. Ya walaupun Kadang-kadang ia juga suka ikut mencontek.

Dami duduk di sisi paling terpencil dari kantin dengan dua bungkus roti dan susu pisang. Ragu-ragu ia memasukkan roti ke dalam mulutnya. Alasannya hanya satu, malu. Padahal orang lain tidak memperhatikannya, tapi tetap saja ia malu.

Dahinya mengernyit heran.
"Kok susu pisangnya jadi bau melon ya?"

Ia meminumnya kembali, lalu merasa heran lagi. Rasa pisang tapi aroma melon. Ah mungkin rasa terbaru kali ya, batinnya.

"OYYY!"

"MONYET LONCAT!"

Seluruh pandangan tertuju pada Dami. Ada yang memandangnya aneh, iba, bingung dan lain sebagainya. Mungkin mereka sudah menganggap Dami gila karena berteriak. Posisi Dami yang duduk sendiri, makan sendiri, masak sendiri, cuci baju sen-- stop!

Sebuah kepala muncul dari dalam tembok lalu keluar perlahan bersama tubuhnya yang melayang. Itu adalah Brownies! Si makhluk aneh.
"Monyet mulu. Emang aku mirip monyet? Ganteng begini."

Dami menggertakan giginya menahan amarah.
"Ngapain kamu ngikutin aku?!" tanyanya sepelan mungkin dengan nada kesal, takut makin di sangka gila karena ngomong sendiri.

"Ya suka-suka aku dong," Ucap Brownies sambil duduk di atas meja.

Dami hanya menghela napas panjang. Berusaha sesabar mungkin menghadapi Brownies yang tingkat kejailannya melebihi Nino. Gadis itu melahap rotinya lagi tanpa mempedulikan Brownies yang sedari tadi memandang wajahnya.

"Apa? Mau?"

"Mauuuuu. Tapi enggak bisa makan."

Brownies duduk di sebelah Dami dengan pandangan sedih. Pipi tirusnya ia tempelkan pada meja, bibir tipisnya melengkung ke bawah.

"Kenapa enggak bisa?"

"Karena aku bukan manusia kaya kamu."

Hati Dami terenyuh mendengar penuturan Brownies barusan.

"Makhluk seperti kami ini enggak bisa ngerasain lapar, kenyang, haus, kaya mati rasa gitu lah," lanjutnya.

"Maaf ya Brow. Pasti susah banget hidup kaya kamu," ucap Dami dengan nada bersalah.

Brownies mengembangkan senyum termanisnya, yang mampu membuat Dami bengong sejenak.
"Ini udah takdir. Enggak ada yang bisa ngelawan takdir. Kamu jadi kamu, dan aku jadi aku."

Dami tersenyum dibuatnya lalu tangannya terulur untuk memegang wajah Brownies. Pertama kali ia merasakannya. Dingin dan lembut di saat yang bersamaan.
Bila di pikir-pikir Brownies ini sama sekali tidak menyeramkan. Hanya saja, cara bergeraknya yang melayang selalu mampu membuat ngeri, ya hampir sama lah kaya yang suka nongkrong di pohon malem-malem.

"Sekarang aku bisa sentuh kamu."

Brownies memegang pergelangan tangan Dami.
"Karena aku yang mau, hehe."

"Kamu bisa sentuh aku itu karena aku yang membuatnya bisa seperti itu. Butuh energi yang enggak sedikit buat bisa dilihat sama orang, berkomunikasi, apalagi bersentuhan. Kalau tubuhku makin dingin, itu artinya aku makin lemah."

Buru-buru Dami menjauhkan tangannya dari wajah Brownies.
"Takut kamu makin lemah."

"Nggak papa, jangan di lepas! Tubuhku emang melemah tapi hatiku enggak. Karena yang bikin aku kaya gini hanya Dami saja."

"Hah?!"

"Bukan apa-apa ah. Makan lagi tuh roti nya."





...

Hello semuanya!
Jangan lupa vote dan komen ya.

Makhluk aneh [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang