(8) Nino.

25 7 2
                                    

Sudah 1 minggu berlalu semenjak Brownies menghilang. Ya! Makhluk itu menghilang entah kemana dengan seenaknya. Jujur Dami merindukan Brownies. Gadis itu rindu dengan suara lembut milik Brownies, tawanya yang menyebalkan, aroma melon yang senantiasa tercium kala Brownies ada di dekatnya, senyumannya, segala hal tentang Brownies ia merindukannya.

Dami tak mengerti dengan perasaannya saat ini. Apa ia sedang jatuh cinta dengan makhluk aneh itu? Ah tapi tidak mungkin!
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

Maniknya memandang bunga pemberian Brownies. Bunga ini sangat cantik dan ia menyukainya. Tapi anehnya bunga ini hanya bisa di lihat oleh Dami saja dan tentunya oleh makhluk seperti Brownies. Orang tua dan adiknya tidak bisa melihat apapun ketika Dami ngotot kalau dia sedang memegang bunga.

Ngomong-ngomong ada yang aneh dengan tatapan teman-teman Brownies saat Brownies menenangkan Dami 1 minggu yang lalu. Ya, gadis itu menyadari sesuatu yang aneh dari mereka. Mereka nampak terkejut? Mereka juga seperti sedikit menghindari Dami.

Apa yang sebenarnya terjadi ya? Apa mereka tidak menyukai Dami?
Gadis itu mengacak rambutnya frustrasi.

"Ih teteh kenapa?" celetuk Nino.

Dami terkejut.
"Ngapain kamu di sini? Kapan masuknya?"

Nino berjalan ke arah kasur Dami dan berbaring di sana.
"Teteh aja yang terlalu fokus ngelamun."

Dami menghampiri sang adik dan ikut merebahkan diri di atas kasur. Lalu indra penciumannya menangkap aroma kurang sedap.

"Kamu belum mandi ya?!"

Nino cengar-cengir.
"Hehehehe. Suruh siapa deket-deket."

"Eummm, dek," panggil Dami.

Nino menolehkan kepalanya ke arah Dami.
"Kamu pernah gak, dengar suara ketukan di dinding?" tanya Dami penasaran.

Nino terlihat mengingat-ngingat. Tangannya ia tempelkan di dagunya.
"Pernah. Setiap jam 10 malem. Eh itu juga kadang-kadang deng."

"Apa kamu pernah bales ketukan itu?"

"Ah ngapain di bales. Palingan cicak lagi bersemedi."

Plak!

Dami memukul pipi Nino.

"AW SAKIT TETEH!" pekik sang adik.

"Idih apaan cuman di gituin doang. Cemen banget kaya cewek."

"Aku maco tau gak? Di sekolah aja banyak adik kelas yang suka sama aku, secara kan aku ini ganteng tiada tara."

Dami berakting muntah, lalu dengan cepat ia memiting kepala sang adik gemas.

"Maco dari mana? Ada petir aja langsung ngibrit ke kamar bunda."

"Lepasin teh! Bau ketek huwekkk! Agh sepertinya aku akan pingsan," ucap Nino mendramatisir keadaan.

"Idihh dramaan banget sih."

Mereka kembali seperti semula. Menatap langit-langit kamar Dami dengan keheningan yang melanda.

"Balik lagi ke awal. Kamu nggak ada niatan buat bales ketukan itu? Nggak ada dorongan apapun dalam diri kamu?" tanya Dami memecahkan keheningan.

"Kalau perasaan buat bales ketukan itu sih ada, cuman dikit. Lagian buat apa aku bales? Emang kalau aku bales, bakal ada sosok yang muncul? Ahahahahahaha!" Nino tertawa sangat lepas karena pemikiran konyolnya.

"Kalau teteh bilang memang ada sosok yang bakal muncul setelah kamu ngetuk balik dinding, kamu bakal percaya?"

Nino langsung mengubah posisinya menjadi duduk.
"Apa teh? Maksudnya kalau aku bales ketukan itu, bakal ada sosok yang muncul?"

Dami mengikuti sang adik dengan merubah posisinya menjadi duduk. Sekarang mereka duduk berhadap-hadapan.

"Iya."

Nino tertawa kembali. Berbeda dari tawa sebelumnya, jelas kali ini Nino tengah menahan rasa takutnya.
"Aku nggak percaya. Paling teteh cuman mau nakut-nakutin aku doang."

"Teteh nggak bohong, Nino. Kamu masih inget kan, pas waktu teteh ngotot nunjukin bunga ke kalian. Tapi kalian nggak liat apa-apa dan nganggap teteh ini gila karena kebanyakan diem di kamar. Nah, bunga itu pemberian dari makhluk yang keluar dari dinding."

"Sumpah teh. Aku memang nggak liat bunga yang coba teteh kasih liat ke kami. Ah teteh nih bercanda."

"Kamu inget gak. Sekitar 2 bulan yang lalu, teteh nyanyi gak jelas sambil mukulin dinding. Terus pas kamu dateng, kamu liat teteh yang lagi ngomong sendiri. Inget gak?"

Nino kembali berpikir. Mengingat-ngingat kejadian yang telah berlalu itu.
"Oh iya inget! Teteh habis mandi ngomong sendiri. Emang kaya orang gila."

Plak!

"Aduh teteh mah jahat!"

Dami melotot.
"Ya makannya serius!"

Dami menarik napasnya dalam. Sekarang aura gadis itu sudah berbeda dari sebelumnya.
"Itu adalah pertemuan pertama teteh sama makhluk itu. Namanya adalah Brownies, wujudnya mirip pater pan. Aneh ya? Teteh juga manggil dia si makhluk aneh. Katanya dia itu makhluk penunggu dinding. Dia suka ngetok-ngetok dinding. Intinya dia itu caper lah sama kita."

Nino bengong sejenak. Adik Dami itu kini menggaruk-garuk kepalanya sambil memasang ekspresi bingung.
"Ternyata yang selama ini kita tonton lewat layar TV itu beneran ada? Dia bukan hantu kan teh?"

"Dulu juga teteh ngira dia hantu. Tapi dia malah marah dan bilang kalau dia sama hantu itu jelas sangat beda."

"Pantesan aku sering denger teteh ngomong sendiri. Ternyata teteh ngomong sama makhluk itu ya? Apa makhluk itu jahat?" tanya Nino takut.

Dami mengusap bahu sang adik.
"Mereka gak jahat. Justru mereka itu kadang-kadang bantu kita--"

Nino memotong kata-kata Dami.
"Tunggu bentar teh. Teteh bilang mereka? Berarti makhluknya nggak cuman satu?! WOAH DAEBAK!" Seru Nino ala-ala iklan minuman yang di perankan oleh salah satu boy grup Korea Selatan.

"Mereka ada banyak, Nino. Mau tau yang lebih aneh? Ternyata nama mereka semua itu di ambil dari nama kue-kue enak."

Mata Nino berbinar.
"Apa teh? Cilok, siomay, bakso, bala-bala, cireng--"

Plak!

Dami kembali memukul pipi sang adik.

"Astaga! Punya adik kok gini banget ya. KUE-KUE NINOOO! BUKAN JAJANAN KAKI LIMA!"

Nino cengengesan.
"Maapkeun atuh teh. Teteh mah galak ih kaya kak Ros di film Upin dan Ipin."

"Iya terus kamu jadi Upin Ipinnya ya. Nanti kamu teteh botakin."

"Jangan dong!"

Dami tertawa puas karena telah berhasil mengerjai sang adik.
"Sekarang kamu percaya?"

"Karena tadi teteh ceritanya serius banget, aku jadi percaya."

Dami tersenyum senang.
"Nah gitu dong."




...

Hello semuanya!
Dah lama nih gak update. Maap yaa:v

Makhluk aneh [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang