Cinta Diam-Diam

80 9 0
                                    

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”
(Az Zariyat: 49)

***

Adzan subuh berkumandang indah. Bilqis masih betah duduk di meja makan yang sudah kosong. Ia sedang merasakan kehampaan. Sampai detik ini, di hari keenam Zaidan yang terasa dekat dengannya—tempat tinggalnya, ia merasakan kehilangan. Rasa ini berbeda kala ia kehilangan sosok Sultan dalam hidupnya. Ia kehilangan Zaidan yang ceria. Padahal jika dilihat, Zaidan sudah baik-baik saja. Tapi entah kenapa, bak seperti hendak menghukumnya, Zaidan tak memunculkan diri di instagramnya. Sekali lagi ia semakin merasa bersalah karena tak balas sapaan pria tersebut.

Kala adzan tiba di penghujungnya, Bilqis bangkit dari duduknya dan masuk ke kamar. Ia yang merasa kesepian karena Noela yang tidur amat lelap memutuskan untuk salat Subuh secara berjamaah. Dengan menjinjing tas mukenanya, ia keluar rumah dan menelusuri jalanan ke arah masjid.

Suasana tampak sepi karena orang begitu berlomba untuk cepat sampai ke masjid. Terbukti hanya dirinyalah orang terakhir yang tiba di masjid komplek perumahan tempat ia tinggal. Begitu selesai mengenakan mukena, imam masjid sudah memimpin salat. Bilqis masuk dalam salat yang khusyuk. Dalam hati ia berharap, kegundahan dan rasa kehilangan itu sirna begitu saja. Ia berharap, bahwa itu adalah godaan setan jahanam.

Usai salat, terdengar dari depan sana, seseorang memimpin dzikir pagi ini. Bilqis memejamkan mata menikmati dzikirnya pada Allah dan Rasulullah. Sempat menitikkan air mata karena merasa berdosa memikirkan seseorang yang bukan mahromnya. Ia memohon ampun dan meminta dimaafkan pada Allah.

Hanya berlangsung setengah jam, usai itu Bilqis menyingkirkan diri ke lantai dua masjid tersebut untuk membaca ayat suci Al Quran seperti biasanya. Ia mengusyukkan diri dengan melantunkan surat Ar Rum. Usai membaca 20 ayat, ia beralih pada arti-arti ayat tersebut. Ia suka membacanya dan memahami arti-arti Al Quran agar ia semakin sadar apa tujuannya tinggal di bumi Allah.

Matahari telah menampakkan dirinya. Bilqis menutup Al Qurannya dan melipat mukena. Setelah semua bawaannya rapi, Bilqis tak sengaja melirik kerumunan orang di bagian saf pada pria. Di sana, ada sosok pengagumnya sedang berbicara dengan pemuda-pemudi yang ia tak tahu mereka membahas apa. Dari atas sini, ia mengamati sosok Zaidan. Pria tampan itu berhasil menggetarkan hatinya. Bilqis kini sadar, getaran itu memang berbeda. Ia telah jatuh cinta pada idolanya. Namun ia tak mau memikirkan hal itu. Baginya, cukup mencintai dalam diam dan berdoa pada Allah, meminta segala rasa menjadi nyata jika memang itulah takdirnya. Jika bukan, ia meminta dijauhkan sejauh-jauhnya.

Bilqis mengucap istigfar dan tersadar akan lamunannya yang salah. Sudah cukup baginya memandang Zaidan dari atas sana. Ia tak boleh mengulanginya lagi. Namun, entah dorongan dari mana, matanya kembali melirik. Ia tersenyum melihat Zaidan yang kembali sehat. Tak ada lagi kain kasa menutup keningnya. Bekas jahitan itu tampak mengering. Ia yakin, tak lama lagi, akun Instagram pria itu akan aktif kembali. Dan ia akan menerima asupan agama lagi.

Bilqis bangkit dari duduknya hendak pulang. Ia menuruni anak tangga sedikit demi sedikit. Tanpa disadarinya, sepasang mata sedang memperhatikan gerak-geriknya. Dengan cepat ia menyelesaikan diskusinya dan pamit dari sana. Dengan tergesa-gesa, ia keluar masjid mengejar Bilqis. Namun begitu ia sampai keluar, sosok Bilqis sudah tak terlihat lagi.

“Cepat amat jalannya,” gumam Zaidan yang terkekeh geli.

Kekehannya ada dua sebab. Pertama, dikarenakan oleh Bilqis yang dengan begitu cepat menghilang dari masjid tersebut. Kedua, karena kebodohannya yang seperti terhipnotis saat melihat Bilqis. Ia menggerutu atas perbuatannya. Ia pun bersyukur, untung Bilqis sudah menghilang. Jika tidak, ia pasti akan sangat malu karena tidak tahu untuk apa menyusul gadis tersebut.

Malam Lailatul Qadar (Series Ramadan) [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang