Ikhlas

75 15 0
                                    

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan jangan kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”
(Al Kahfi: 28)

***

Tahun kemarin adalah tahun pertama bagi Zaidan merayakan Idul Fitri bersama istrinya. Dan tahun ini, tahun pertama pula bagi Zaidan merayakan Idul Fitri dengan kembali sendiri yang sudah berstatus duda. Untungnya, ia tak benar-benar sendiri. Ada keluarga yang selalu menemaninya. Masih ada kedua orang tua, adik, kakak, kakak ipar, dan keponakan lucunya. Untungnya pula, mereka sudah berkumpul sehari sebelum Idul Fitri di kediaman Abi Zikri.

Suara takbir berkumandang indah saat ditepatkan jatuhnya malam Idul Fitri oleh pihak MUI. Orang-orang bersuka cita dan banyak petasan dilayangkan. Indahnya menyambut Ramadan membuat Zaidan menitikkan air mata. Sungguh banyak perjuangan sebelum Ramadan dan saat bulan itu sedang menghampirinya. Sungguh banyak sakit dan bahagia ia rasakan. Ia mengucap syukur atas nikmat yang Tuhan telah berikan padanya di Ramadan tahun ini. Ia berharap, semoga Ramadan di tahun depan pun tak kalah indah.

Sebuah notifikasi masuk membuat Zaidan yang tengah menatap langit yang cerah mengalihkan perhatiannya ke ponsel yang tergeletak manja di atas meja taman depan. Ia pun meraihnya dan tersenyum saat melihat ada sebuah postingan dari akun Bilqis. Dibukanya notifikasi tersebut dan sebuah foto buku dengan langit yang penuh bintang terpasang di sana. Ada sederet kalimat maaf yang diposting oleh perempuan tersebut.

Kolom pesan milik Bilqis selalu aktif. Ia pun mengirim pesan melalui foto tersebut dengan isi:

@zaidankarim_official
Minal aidin wal faizin, Bilqis. Maaf jika saya punya salah dengan kamu. Terima kasih banyak atas hari yang indah yang tidak sengaja terukirkan. Salam untuk keluarga. Semoga hati kita masih saling menaruh rasa. Aamiin ….

“Cieeeee!”

Sebuah seruan terdengar di belakang Zaidan membuat pria itu hampir saja melempar ponselnya sembarangan. Ia mengucapkan istigfar karena terkejut dengan suara yang datang tiba-tiba. Menyadari pemilik suara tersebut, wajahnya memanas. Ia berharap tak ada semburat merah hadir di pipinya.

“Siapa tuh?” tanya Zania yang duduk di samping Zaidan dengan tubuh dicondongkan ke arah samping untuk melihat isi dari ponsel Zaidan.

Pria itu menjauhkan ponselnya yang masih menyala. Ia pun berkata, “Bukan siapa-siapa!”

Zania tak mudah mempercayainya. Kini ia telah memasang wajah jahilnya ke arah Zaidan. Dengan jari telunjuk bermain-main di depan wajah mereka, Zania pun menggoda, “Calon kakak ipar baruku, ya, Khi? Ciee, sudah move on, nih.”

Wajah Zaidan semakin memerah. Ia ingin sekali pergi dari sana jika saja iparnya tak membawa keponakannya di taman tersebut. Ia mengambil alih bayi mungil untuk duduk di pangkuannya. Ia pun berbicara pada keponakan gemasnya dengan kalimat, “Memangnya salah Sha kalau Bibi move on? ‘Kan enggak salah, ‘kan, Nak. Malah bagus, ‘kan?”

Nizam yang baru saja tiba dan tak paham dengan pembahasan kedua iparnya ini melirik kebingungan pada keduanya. Ia pun menimpali perkataan Zaidan dengan, “Bibi move on? Sama siapa?”

Zaidan melirik Nizam dan Zania bergantian. Ia pun menghela napas kesal dan memasang wajah merungutnya. “Sama perempuan lah, Khi. Masa sama Akhi,” tutur Zaidan dengan wajah yang semakin memanas.

Seruan gombal pun terdengar silih berganti antara suara Zania dan Nizam. Salsha yang ada di pangkuan Zaidan pun hanya bisa tertawa girang karena tak paham dengan kegirangan orang-orang terdekatnya. Kala petasan menggema, Sasha memeluk erat lengan Zaidan dengan tawa yang tak kalah keras dari seruan gombal kedua insan iparan tersebut.

Malam Lailatul Qadar (Series Ramadan) [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang