Delapan Belas

1.3K 69 5
                                    

"Sometimes, the bitter of love can be so good. It's like a coffee with a rainbow's mood." — Ardhito Pramono, Bitterlove


SABTU pagi aku terbangun ketika handphone-ku menjerit-jerit. Aku membuka mata dan langsung kuraih handphone yang tergeletak di atas meja sebelah kasur, dan melihat layarnya. Panggilan masuk dari Farhan.

"Halo," sapaku dengan suara parau.

"Selamat pagi, Cinta," balasnya dari ujung telepon seberang sana. Suaranya manja, bikin kangen. "Kamu pasti baru bangun, ya?"

"Iyaaaa," kataku panjang sambil menguap keras. "Ganggu orang tidur aja sih kamu ini!"

"Bangun dong, Sayang. Mandi, gih. Terus sarapan."

Farhan itu tipe cowok yang perhatian banget deh. Sejak kami resmi pacaran seminggu lalu, setiap pagi dia selalu nelepon cuma untuk mengucapkan selamat pagi dan mengingatkanku untuk sarapan. Kalau bukan keluargaku, biasanya nggak ada orang lain yang mengingatkanku untuk sarapan. Dan biasanya juga nggak ada yang mengucapkan selamat pagi untukku. Semenjak ada Farhan, nyaris segala hal dalam hidupku berubah jadi lebih indah dan penuh warna.

"Nyuruh aku mandi, emangnya kamu sendiri udah mandi?" tanyaku dengan suara yang nggak kalah manjanya. Aku suka saat kami manjaan-manjaan seperti ini.

"Udah dong," jawabnya. Suaranya seksi. "Udah ganteng, udah rapi, udah wangi. Udah siap berangkat sekolah nih, mau ketemu pacar kesayangan." Farhan pintar banget buat aku melayang-layang. Kata-katanya terlalu manis untuk nggak didengar.

Aku dan Farhan satu sekolah. Kami sama-sama masih duduk di bangku kelas sebelas SMA. Kami beda kelas, tapi itu nggak jadi masalah buat kami. Setiap jam istirahat kami selalu bertemu di kantin atau di perpustakaan, ngumpet di balik rak-rak buku tinggi cuma untuk ngobrol dan memandangi wajah satu sama lain. Terkadang Farhan juga mencium pipiku di sana. Setiap kali dia melakukan itu, pipiku rasanya panas sekali dan pasti merona merah karena malu dan bahagia. Aku memang suka melayang dan senyum-senyum sendiri kalau digombalin Farhan.

"Kamu juga jangan lupa sarapan," kataku, masih cengar-cengir sendiri. Aku pasti sudah gila.

"Siap, Sayang!" tukasnya. "Oh iya, hari ini kamu bawa motor?"

"Iya."

"Kamu berangkat sekolah minta anter aja. Atau kalau nggak, berangkat bareng teman kamu yang gendut itu—siapa namanya?"

"Bimo."

"Ah, ya. Bimo. Pokoknya hari ini kamu jangan bawa motor, biar nanti aku yang nganter kamu pulang. Aku pingin tahu rumah kamu. Kamu kan punya janji ngajak aku main ke rumah kamu."

Aku ingat dua bulan lalu di hutan kota ketika Kemah Bersama aku pernah buat janji mau ngajak Farhan main ke rumah. "Oke, aku bakal nebeng Bimo," kataku akhirnya. Bimo adalah sahabatku, satu kelas denganku, dan sudah berteman denganku lebih dari lima tahun.

"Baguslah. Udah sana mandi, sarapan, terus siap-siap. Sampai jumpa di sekolah." Sebelum memutuskan sambungan, Farhan mengucapkan, "Have nice day, Sayang. Love you, Cintaku."

Aku tersenyum. Setiap kali Farhan bilang Love you, rasanya aku ingin melompat-lompat saking senangnya. "Love you too."

Dan kemudian Farhan mematikan telepon.

Aku buru-buru WA Bimo, dan beberapa menit kemudian dia menyetujui.

Lalu habis itu aku mandi: shampoan, sikat gigi, gosok kaki-tangan-badan, dan terakhir bersihin muka. Selesai mandi langsung kupakai losion, menyiram splash cologne banyak-banyak ke badan. Setelah splash cologne yang kupakai cukup, langsung kukenakan seragam. Aku berdiri di depan cermin ketika memakai dasi. Selesai dengan dasi, kusemprotkan parfum banyak-banyak ke seragam. Mulai sekarang aku harus selalu wangi dan segar, karena di sekolah aku akan bertemu Farhan. Malu banget kan kalau ketemu Farhan tapi badanku bau? Bisa-bisa dia ilfeel sama aku.

Kamu & Aku #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang