Ini, Rasanya?

40 6 1
                                    

Semua orang juga tahu, jatuh cinta sendirian adalah hal paling menyebalkan di dunia ini.

~~~~

Saat aku telah selesai membaca pesan dari Abian, aku memutuskan ingin memposting sesuatu di blogku. Aku rindu Angkasa. Aku sadar, hanya dengan cara itu aku dan Angkasa bisa berinteraksi.

Satu hal yang harus kalian tahu, Angkasa memang selalu membalas postingan blogku, tapi dia sendiri tidak pernah memposting apapun. Padahal kan, sesekali aku juga ingin membalas postingannya, ingin tau cerita hidupnya, dan menjadi tempat ia berkeluh kesah.

Seperti aku, yang sudah mempercayakan semuanya pada Angkasa, aku juga ingin Angkasa mempercayaiku. Aku ingin Angkasa menyukaiku, seperti halnya juga aku menyukai dia.

Ah, pikiran tentang Angkasa membuatku ingin cepat-cepat mengetikan sesuatu disana.

Aku menulis begitu panjang disana, dan ku tutup tulisanku dengan kalimat, "Pokonya hari ini orang-orang nyebelin," tutupku.

Kuposting segera, dan berharap Angkasa segera membalasnya.

Lama. Lama sekali aku menunggu balasan yang tak kunjung masuk juga.
Aku bahkan bolak balik mengecek handphone, tapi nihil! Hasilnya tidak ada.

Aku menghembuskan nafas gusar karena terlampau kecewa. Tidak biasanya Angkasa tak merespon blogku.

Pikiranku kalut, terbayang macam-macam tentang Angkasa. Sedang apa Angkasa disana? Apa dia melupakanku? Atau dia memang sedang sibuk, sehingga tidak sempat membuka handphonenya?

Ahh, baru kali ini aku sekecewa itu menanggapi hal yang bahkan bisa dibilang remeh.

Jika kalian bertanya mengapa aku dan Angkasa tidak saling bertukar nomer telepon saja, itu karena kemauan Angkasa. Angkasa selalu menolak memberikan nomer telepon atau username sosial medianya.
Dia bilang, cukup melalui blog saja kita mengobrol. Aku memang kecewa karena hal itu, tapi aku bisa apa? Memaksa dan melampaui batas privasi seseorang? Oh aku tidak se agresif itu, biarlah.

Setelah percakapan panjang yang terjadi antara aku dan Angkasa. Aku hanya berpikir, apa Angkasa merasakan hal yang sama seperti aku? Atau hanya aku sendiri yang terlalu berharap pada Angkasa?

"Dasar hati, gabisa banget hati-hati."

~~~~

Setelah semalaman aku memikirkan Angkasa, pagi ini aku terbangun dengan wajah lesu. Papa yang melihatku tidak berselera itu langsung khawatir.
"Natasya kamu gapapa?"
"E-enggak kok Pa."
"Yaudah kalau gitu. Itu di atas meja makan ada roti, isi dulu perut kamu"
"Enggak deh Pa, nanti aja aku beli di kantin kalau udah sampe Sekolah."
Papa hanya mengangguk mengiyakan.
"Oh iya, kemarin Abian minta izin Papa buat jemput kamu hari ini. Papa izinin soalnya Abian anaknya baik."
"Iya kak Abian udah bilang kok," jawabku pasrah mengingat ajakan Abian

Tak lama setelahnya terdengar bunyi klakson. Benar saja, itu Abian.
Aku segera berpamitan pada Papa, dan mencium punggung tangannya.
"Aku berangkat ya Pa, Assalammu'alaikum."
"Iya Wa'alaikumsalam. Bilangin Abian hati-hati."
Aku hanya mengangguk dan melenggang pergi.

~~~~

"Kusut amat Nat, kaya baju baru diangkat," ucap Abian saat aku menaiki sepeda motornya
"Udah jalan aja"
Tanpa berbasa-basi, Abian menjalankan motornya.

Setelah 10 menit perjalanan, aku dan Abian sampai di Sekolah.
Aku berterimakasih dan hendak berpamitan, tapi Abian mencegahku. Dia bilang, dia akan mengantarku sampai kelas, untuk berjaga-jaga dari kak Clara.
Aku menolak, kubilang saja kalau Abian mengantarku, justru kak Clara bakal tambah marah.
"Dia gak akan berani kalau gue ada disamping lo." Paksa Abian
"Yaudah lah terserah kakak." Aku sudah malas berdebat dengan Abian, karena itu tidak ada gunanya. Abian itu, sudah dilarang pun tetap akan memaksakan kehendak, memang manusia menyebalkan.

My Anonym BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang