takdir

568 81 6
                                    

"Le, itu bukannya buat hadiah ulang tahun Renjun, ya?" tanya Felix sembari menunjuk sketchbook yang sudah tidak tersegel lagi.

Mereka pergi ke toko ini karena ingin membeli hadiah untuk Renjun. Karena Renjun seorang pelukis, jadinya Chenle membelikan dia sketchbook berukuran a4. Sekalian dia mau beli pulpen juga.

Tapi lihatlah yang dilakukan Chenle. Hanya demi tanda tangan seseorang bernama June itu.

"Halah, gue kan bisa beli lagi. Ini punya gue aja dah. Lo cepetan beli hadiahnya," titah Chenle yang berjalan kembali ke tempat dimana dia mengambil sketchbooknya tadi.

Felix kembali fokus pada tujuannya. Namun yang ada dipikirannya justru wanita yang baru saja meninggalkan toko tersebut.

"Aish. Gue mikirin apaan sih," batin Felix.

••

Hari ini, aku sedang bersiap-siap untuk pergi jalan-jalan. Aku memakai topi baret dengan mantel karena udara di sana dingin.

Biasanya, aku pergi ke alun-alun sekalian mau melukis suasana di dekat Masjid Raya Bandung.

Selain melukis, hobiku juga mendengarkan musik. Jadi hari ini aku memutuskan untuk berpetualang sendirian dengan musik yang mengalun pada saat di perjalanan.

Oh iya, pameran lukisanku akan diadakan hari minggu nanti. Tepatnya, 5 hari lagi.

Aku berjalan dengan earphone yang menempel pada telingaku.

TIN! TIN!

Tiba-tiba, sebuah tangan dengan tenaga yang cukup besar menarikku ke belakang. Aku terhempas lalu menubruk dada bidangnya. Rasanya, aku membeku. Karena baru saja aku hampir ditabrak oleh sebuah truk. Nafasku berhembus lebih cepat daripada biasanya.

Karena sekarang, aku sedang berada dalam pelukan pria itu. Si pria tirus.

Saat aku menyadari itu, aku segera melepaskan diri darinya. Dan melepas earphone yang menyumbat pendengaranku.

"Kamu gapapa? Kamu bisa aja ketabrak tadi." tegurnya dengan suara berat miliknya.

"Maaf," ucapku sembari mendongakkan kepalaku ke arahnya.

"Eh? Kamu yang waktu itu di toko kan?" tanyanya mencoba memastikan. Aku mengangguk sebagai jawaban.

"Mau kemana?" tanyanya lagi

"Sekedar jalan-jalan doang," jawabku.

"Em, terimakasih tadi udah nyelamatin. Mau makan bareng? Sebagai ucapan terimakasih," tawarku. Lagian, aku juga merasa tidak enak sama dia.

"Oh? Oke."

Kami berjalan menyusuri Jalan Kepatihan, lalu mampir pada sebuah warung mie. Ajaibnya, walaupun kami baru bertemu dua kali, kami langsung akrab. Mungkin, karena hampir semua selera kami sama. Mulai dari genre musik, sampai ke makanan favorit. Bahkan menu boba favorit kami pun sama. Setelah sekian lama, aku merasakan kenyamanan saat bersama seseorang. Biasanya, aku selalu merasa tidak tenang saat bepergian dengan teman pada keramaian kota. Namun, ini beda. Rasanya sama seperti berjalan dengan orang yang dulu istimewa bagiku. Orang yang sekarang bahkan tidak ku ingat.

"Wah, mie baksonya enak banget. Kamu sering kesini?" tanyanya dengan muka terkejut setelah mencicipi pesanan yang aku rekomendasikan padanya

"Iya. Biasanya kalo kejebak hujan, suka mampir kesini dulu," jawabku sembari menyeruput jus jeruk milikku.

"Oh iya, btw kita belum kenalan. Saking asiknya ngobrol. Namanya siapa?" tanya pria itu. Bahkan, aku pun baru menyadari kalau kami belum berkenalan. Saat berjalan menuju ke warung inipun aku tidak kepikiran untuk menanyakan namanya.

After | Kim SeungminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang