Suara musik menggema di ruangan kecil kedap suara, lampu disko menjadi hiasan untuk menambah suasana asyik di dalam sana. Lagu Korea dari pelantun pop terkini dinyanyikan dengan nada trot begitu asyiknya oleh dua gadis yang seraya memainkan kecrek untuk menambah suasana.
Sampai lirik lagu itu berakhir, mereka mengambrukkan tubuhnya ke sofa di ruang karaoke. Lalu gelak tawa menggema di antara dua gadis itu, seakan-akan semua beban mereka terangkat saat itu juga.
Yah, bagaimana tidak, banyak beban untuk mahasiswa berusia awal 20 tahunan yang sibuk dengan perkuliahannya. Segala tugas menumpuk dalam daftar hidup mereka. Belum lagi jika ada sebagian mahasiswa yang kerja paruh waktu.
"Kurasa waktunya sebentar lagi habis. Naeun, setelah ini kita beli tteokbokki yang ada di kedai soju dekat apartemenku, yuk? Bagaimana?"
Gadis bernama Naeun itu tengah berpura-pura berpikir, lalu raut rasa bersalah ia tampakkan pada gadis bermata bulat di sampingnya. "Maaf, sepertinya pacarku merindukanku. Lain kali saja, bagaimana?" tolaknya halus.
Jira memicingkan matanya tak percaya. "Pacarmu? Memangnya kau punya pacar? Kau tak bilang. Jangan bilang kau—"
"Jimin Oppa telah menunggukuuuu~" teriak Naeun seraya memeluk tubuh Jira, menggesek-gesekan kepalanya ke kepala temannya layaknya seekor kucing. Tentu saja bagi seorang Jira itu membuatnya risi. Dia memutar bola matanya kesal, dugaannya selalu benar. Tak pernah melenceng, ia rasa.
"Aish, baiklah, kau menolak karena Jimin-mu. Nanti kurebut Jimin, tahu rasa kau," ancamnya.
Naeun menjauhkan dirinya, tetapi cengiran yang menurut Jira itu menyebalkan masih tercetak di wajahnya yang sama saja menyebalkan, bagi Jira juga. Walau begitu, ia akui Naeun adalah teman dekatnya selama kuliah ini, poin tambahan juga mereka satu fandom.
"Kenapa kau masih cengengesan begitu?" tanya Jira bingung.
"Coba tebak~"
"Aish, melihat wajahmu saja aku bisa gila," decaknya.
"Ck, kau tak asyik. Aku benaran punya pacar, makanya sepulang ini aku akan kencan~"
"Heol, ini bukan halumu lagi, 'kan?"
Naeun menggeleng, senyumannya tak pudar dari wajah cantiknya itu. "Bukan. Aish, kau benar-benar tak percaya, ya? Aku akan tunjukkan fotoku dengannya, sebentar."
Di layar ponsel menampakkan dirinya juga seorang pria di sana. Memang benar, temannya ini telah memiliki kekasih. Jika ada bukti, tak perlu menyangkal bukan?
"Mirip Jimin, 'kan?"
Pertanyaannya itu sukses membuat Jira tersedak. Mirip Jimin? Dari mana miripnya pria itu dengan seorang Park Jimin pelantun Boy With Luv? Baiklah, ia akui jika seseorang yang tengah jatuh cinta akan melebih-lebihkan sang kekasihnya. Jadi, biarlah ia merasa bahagia.
"Terserahlah," tanggap sekenanya.
"Kau iri ya~? Makanya, terima saja si Oh Junhyung itu. Lagi pula ia mirip dengan Taehyung, bukan begitu?"
Jira sukses tersedak dua kali. Rasanya jika terlalu lama bersama dengan Naeun ia bisa gila. Mirip Kim Taehyung dari mananya? Jauh sekali. Walau pria yang suka padanya itu memang benar tampan, tetapi jika disamakan dengan wajah Kim Taehyung BTS, ya, cukup jauh berbeda.
"Sudahlah, aku malas kalau membahas Oh Junhyung. Aku pulang duluan. Sukses kencannya, bye~" pamitnya meninggalkan Naeun yang fokus dengan ponselnya.
Persetan ia meninggalkan temannya. Toh, memang mereka berdua berniat akan pulang juga dan berbeda arah. Ah, entahlah, untuk saat ini pokoknya ia akan bersikap masa bodoh. Ia terlanjur kesal jika membahas Oh Junhyung ataupun lelaki lainnya.
Untuk saat ini, ia tak ingin berhubungan serius dengan lelaki mana pun. Makanya, salah satu alasan ia jadi penggemar BTS selain lagu-lagunya yang memotivasi, juga sebagai pelampiasan dari luka yang dulu. Bahkan, ia masih mengharapkan lelaki lain yang entah bagaimana kabarnya sekarang. Dirinya tahu jika cinta waktu kecil itu hanyalah bualan anak kecil yang cerewet nan polos, hanya rasa kagum saja. Namun, apa salahnya Jira mengharapkan janji yang dibuatnya bersama teman pria masa kecilnya dulu?
Ia menghela napas, tak terasa ia menyusuri trotoar cukup jauh hingga sampai di kedai soju dekat apartemennya. Walau tak bersama Naeun sesuai rencana, ia datang kesana. Mungkin, hampir setiap hari ia mampir hanya untuk membeli tteokbokki atau makanan lainnya.
"Kau sudah pulang, Ji? Kemari, kau ingin apa? Hari ini gratis, hanya untukmu," sambut si bibi bar tenda.
"Benarkah? Terima kasih, Bibi Kim."
Mendengar kata gratis membuat matanya berbinar. Karena siapa yang tak tergiur dengan sesuatu yang gratis, 'kan? Masa iya rezeki harus ditolak, bukan begitu? Lagi pula ia sudah jadi langganan, bahkan sudah sangat dekat dengan bibi pemilik kedai soju yang berada di seberang gedung apartemennya. Jira bahkan menganggap Bibi Kim seperti ibunya yang tinggal di Seongmu sebab ia terlalu baik pada dirinya.
Maklum, hidup mandiri di Cheonnan selama ia kuliah membuatnya rindu akan masakan rumah. Untung saja masakan Bibi Kim ini rasanya tidak jauh berbeda dengan masakan ibunya, walau masakan ibunya lebih juara di hatinya.
Pipinya menyembul dipenuhi kue beras berbumbu pedas itu, ia terus menjejalkannya ke dalam mulutnya yang sudah penuh. Benar-benar bukan seperti tata cara makan seorang perempuan, ia layaknya orang kelaparan yang belum makan berhari-hari.
Dengan asyiknya menyantap tteokbokki, atensinya teralihkan pada seseorang yang tak jauh dari posisinya. Dia menemukan pria itu sudah ambruk di meja sana. Entah berapa botol soju yang Jira dapatkan dengan indra penglihatannya. Memang tak ada yang aneh dengan pria itu, ia hanya berpakaian serba hitam dan sudah dalam kondisi sudah mabuk. Hanya saja, ia sedikit familier dengan wajah yang tampak sebagian walau sebagiannya lagi tertutupi masker. Ditambah lagi, pria itu menjadikan lengannya sebagai bantalan di meja.
"Bibi, bukannya kau harus segera tutup?" tanya Jira, lalu diikuti dengan kue beras itu masuk ke dalam mulutnya.
Bibi Kim menoleh sekilas ke arah pria yang tertidur di meja kedainya, lalu kalimat paling baik dari khas orang ramah seperti Bibi Kim terdengar di kupingnya. "Harusnya begitu. Hanya saja Tuan Pelanggan di sana masih belum sadar, aku tidak tega."
Jira mengernyit sejenak, lalu tergantikan dengan senyuman simpul terpatri di wajahnya yang cantik. Tak habis pikir, mana ada penjual sebaik Bibi Kim ini. Jika pun ada, kuantitasnya hanya segelintir orang.
Bukan Ahn Jira namanya jika tidak melakukan aksi karena rasa penasarannya. Ia bangkit dari duduknya, tungkai jenjangnya mengayun mendekati sang pria yang sudah ambruk itu.
"Permisi, mohon maaf, kami akan tutup. Bisakah kami memberesken mejanya?" ucapnya sopan dan hati-hati. Namun, pria itu tetap bergeming.
"Permisi." Masih tak ada respon.
Benar-benar pria ini sudah terlalu mabuk atau memang berniat tidur di sini, bisa saja anggapan kabur dari rumah hinggap di benak gadis itu. Meskipun kedai ini bukan miliknya, akan tetapi malah dirinya yang kesal, bukan Bibi Kim.
Terlalu kesal ia menundukkan tubuhnya, lalu membuka topi hitam itu tanpa tahu sopan santun. Berbarengan dengan hal apa yang telah ia lakukan, kedua matanya membelalak kaget. Tak menyangka orang ini ada di hadapannya dalam keadaan yang tidak begitu baik. Mungkin jauh dari kata kondisi baik-baik saja.
***
ANNYEONG, MOA YEOROBUNN!!!
IT'S ME ARA. AND THIS IS MY FIRST FANFICTION OF TXT AS THE CAST.SO, DON'T BE SIDERS, JUST LEAVE SOME VOTES + COMMENTS!1!1!
—luv, ara❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE • Choi Yeonjun
Fanfiction[COMPLETED] ❝ Bagiku kau bukan seorang idola, kau hanya seorang Choi Yeonjun. ❞ [Diharapkan FOLLOW sebelum baca^^] ©2020 by karsalara #3 fiksipenggemar [22/8/21] #4 fanfiction [13/6/21] #5 idol [12/6/21] #14 romance [13/6/21]