Resonansi derap langkah Yeonjun menggema di koridor agensi. Tungkainya stagnan sejemang di depan lemari pendingin minuman yang disediakan khusus oleh agensi. Lengannya terulur meraih sebotol minuman dingin lantas menenggaknya di tempat. Agaknya ia terlalu haus selepas jadwal latihan koreografi tadi hingga menguras energi. Lekas ia berpindah pijakan menuju ruang studionya barang beristirahat sejemang.
Ia menyelonjorkan tungkainya di atas sofa bermaksud merenggangkan sedikit rasa pegal yang mendera. Kelopak matanya terpejam. Jika saja rungunya tak menangkap suara potekan gagang pintu, mungkin dirinya sudah berada di alam bawah sadar secepat mungkin. Lekas kelopak matanya menyingkap, sang netra mendapati presensi pria bersurai legam. Hidungnya yang bangir bagai seluncuran serta rahangnya yang kelewat tegas kapabel membuat siapa saja memujinya sebagai pria yang tampan nan rupawan. Begitu pun Yeonjun kendati dirinya seorang pria, ia mengakuinya jika salah satu adiknya ini tampan. Dari awal mereka bertemu sebagai orang asing hingga sekarang layaknya keluarga pun Yeonjun tetap mendeklarasikan jika visual Beomgyu memang rupawan.
Yeonjun hanya melirik ketandangannya sejenak lantas memejamkan kembali matanya, tetapi tak terlelap dalam tidur. Barangkali dengan begitu, penatnya langis dari raganya. Sementara Beomgyu tanpa perlu dipersilakan pun daksanya duduk di kursi kerja milik Yeonjun. Belah labiumnya masih mengatup, hanya deru napas yang memburu. Dirinya belum berani menyuarakan untaian verbal yang telah ia rangkai dalam inti jemala. Ia masih bersikap skeptis sebab rasa gamang konstan menyambangi.
"Ada apa, Gyu?"
Bahkan bukan Beomgyu yang bercerak terlebih dahulu. Di lain sisi agaknya ia yang berkepentingan jika diketahui dirinyalah yang mendatangi Yeonjun.
"Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?" tanyanya lagi sebab tak ada sahutan yang menyapa rungunya.
Beomgyu menggigit bibir bawahnya secara masif berharap rasa gugup raib dari dirinya. Lantas ia mengembuskan napasnya berat. Belum saja ia bercerak agaknya gegana dalam ruangan mendadak sudah rikuh.
"Hyung, ada sesuatu hal yang ingin kukatakan dan kutanyakan padamu."
"Katakanlah!" sahut Yeonjun seraya belum berniat menyingkapkan kelopak matanya.
"Apa benar hubungan kalian telah berakhir?" tanyanya skeptis. Namun, sebenarnya pertanyaannya itu bersifat retorik sebab dirinya sudah tahu jawabannya. "Maksudku, hubunganmu dengan Jira."
"Ya. Dan kau bisa mendapatkannya sekarang," sahutnya yang agaknya terkesan satire hingga kelereng dupleks Beomgyu membulat sempurna. Bagaimana Yeonjun berkata seperti itu? Apakah selama ini ia menyadarinya?
Setelah jeda sepersekian sekon akhirnya daksa Yeonjun bangkit. Manik jelaganya kini menyorot entitas di hadapannya. "Bukankah kau menyukainya selama ini? Jadi, sekarang kau bisa mendapatkannya. Aku sudah menyerah untuk memperjuangkannya. Mungkin kau bisa."
"H-hyung, bagaimana bisa kau—"
Senyuman kecut tersungging simultan membuang muka. Bukannya ia muak menghadapi Beomgyu, melainkan ia terlalu culas untuk membahas persoalan di tengah pikirannya yang kalut serta raganya yang sudah lelah. Ditambah pula, ia tak ingin berkelahi dengan karibnya yang sudah ia anggap keluarga hanya karena seorang gadis. Sungguh memalukan. "Aku tahu, Gyu. Aku menyadarinya selama ini, tingkah lakumu itu cukup kentara. Hanya saja aku selalu berpikir positif jika kau tak seperti itu," jelasnya.
Mendengar penjelasan Yeonjun membikin rasa bersalah semakin mendera. Apa yang telah ia lakukan selama ini berbanding terbalik dengan asumsi Yeonjun yang positif terhadap dirinya yang kini rasa bersalah mendestruksi jiwa dan raga. Kali ini ia tak mampu memfiksasi netranya menatap sang lawan bicara, bahkan rasanya ia tak berani lagi untuk menampakkan batang hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE • Choi Yeonjun
Fanfiction[COMPLETED] ❝ Bagiku kau bukan seorang idola, kau hanya seorang Choi Yeonjun. ❞ [Diharapkan FOLLOW sebelum baca^^] ©2020 by karsalara #3 fiksipenggemar [22/8/21] #4 fanfiction [13/6/21] #5 idol [12/6/21] #14 romance [13/6/21]