Chapter 22

1.3K 184 30
                                    

Kemelut atmosfer yang menyelimuti tiga entitas yang saling beradu keheningan usai kejutan listrik bervoltase tinggi mencabarnya. Pikiran mereka larut dalam kalut masing-masing, berargumen dalam mindanya sendiri. Mencerna rentetan kejadian yang baru saja terjadi lantas menimbang apa yang harus mereka lontarkan untuk memulai perundingan agar segala masalah dan enigma ini tuntas hingga akar. Namun, rasanya Jira enggan untuk menuntaskannya setelah tahu dirinya menjadi satu-satunya orang paling dungu di antara mereka bertiga.

Manik cokelatnya menatap bergantian presensi dua pria di hadapannya dengan raut muka yang menekuk juga lidahnya seketika kebas. Kelu untuk mengungkap segala hal yang disembunyikan oleh keduanya dari sang gadis.

Jira mendesah gusar, pening rasanya memikirkan segala tingkah laku mereka berdua selama ini. Lantas apa ada lagi yang disembunyikan sehingga ia merasa tak pantas untuk menjadi bagian krusial di antara mereka? Rasanya tak ada celah kesempatan baginya untuk saat ini juga. Bagaimana bisa ia dipermainkan oleh kedua entitas yang selalu ia percayai ternyata malah mengkhianati?

"Lantas, apa lagi yang kalian sembunyikan dariku?" kini Jira bersuara setelah beberapa menit pita suara mereka karam dalam sunyi. Dinginnya nada suara yang dilontarkannya pun semakin mendera kedua pria itu dengan rasa bersalah. "Jika ternyata ada rahasia lagi yang tetap kalian sembunyikan lalu tercium olehku, jangan harap aku bisa menolerir kalian."

"Sungguh, Ji. Hanya soal kebenaran diriku saja," timpal Yeonjun yang kini berani menyuarakan rasa bersalahnya sebab semua akar masalah ini juga enigma yang terjadi adalah ide dari mindanya sendiri.

Jira menatapnya nanar, sudah dipastikan jika ia tengah menahan kuat-kuat cairan matanya agar tak jatuh dari pelupuk mata. Kuku jemarinya lantas memutih sebab mengeratkan kepalan tangannya sebagai pengalih amarah. Ia tertawa sarkastik. "Wah, aku terkesan dengan permainan kalian. Atau mungkin aku yang terlalu bodoh tak menyadari setiap potongan puzzle yang kutemukan?"

"Ya, kau saja yang bodoh. Jadi, jangan terlalu menyalahkan kami! Bagaimana bisa kau tak menyadari Choi Yeonjun adalah Junnie setelah ia debut dua tahun lamanya di bawah naungan agensi yang sama dengan idolamu itu!?" hardik Jaehyun.

Ia bahkan tak bisa menyanggah apa yang dikatakan kakaknya sendiri yang mengatakan adiknya sendiri bodoh. Ya, ia benar-benar bodoh mau-maunya dibodohi. Tak menyadari selama ini ia bertingkah imbesil. Terus saja ia merutuki dirinya sendiri.

"H-hyung, kau pun tak salah, Jira tak salah. Aku yang salah, selama ini semuanya adalah ideku, 'kan? Kau hanya membantu, Jaehyun Hyung," Yeonjun berusaha menyangkal dan menengahi perdebatan adik-kakak yang kian memanas agar tak terjadi kesalahpahaman dan saling melempar kebencian.

"Biarkan saja, Jun! Biar ia tak selalu bertingkah egois," tukas Jaehyun yang tak ingin merasa disalahkan terus-menerus. Agaknya ia tak bercermin dengan dirinya sendiri yang kini tengah mencerminkan sikap egois yang tadi ia layangkan pada adiknya. Benar, kedua Ahn ini memiliki darah kental yang sama. Tak heran jika keduanya sama-sama egois.

Jira terhenyak, kelereng dupleksnya merotasi culas lantas mendesah sebelum dirinya beranjak dari lingkaran atmosfer yang begitu menyesakkan hatinya. Ia tak bisa berpikir jernih lagi. Setidaknya menyendiri menjadikannya pelampiasan luapan amarah yang ia tahan selama di depan mereka sebab ia tak ingin dianggap lemah, apalagi gadis cengeng. "Sudahlah, aku tak bisa menuntaskan masalah ini untuk sekarang. Namun, jangan harap masalah kita sudah selesai!" pungkasnya.

Yeonjun hendak menahan tungkai gadisnya yang berderap menjauh menuju ruang ketenangannya jika saja Jaehyun tak menghentikannya. Gelengan sadrah ia tangkap sebagai kode 'tidak boleh' dari Jaehyun. Benar, gadis Ahn itu butuh waktu menyendiri untuk mendinginkan pikiran.

YOU ARE • Choi YeonjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang