Part 21

3.9K 178 24
                                        

"Hallo! Assalamu'alaykum, Mas Raffi." Fira akhirnya mengangkat telepon Raffi.

"Iya, Fir, apa kabar? Maaf, Mas beneran sibuk banget, jadi baru besok bisa ke Jogja. Kamu jadi mau ketemu sama Mas? Di mana dan jam berapa Mas ngikut aja. Besok Mas free kok, nggak ada urusan lain."

Pertemuan dengan Raffi sejujurnya sungguh membahagiakan Fira, andai saja kondisi mereka tidak seperti ini. Sekarang hanya sesak di dada dan rasa perih yang harus ditanggung Fira. Ia mencoba menabahkan hati. Bukankah ini pertemuan yang diharapkannya dan keputusannya untuk memilih Fajar juga atas kemauan sendiri, tanpa paksaan.

Baru saja Fira hendak menjawab pertanyaan Raffi, mendadak ponsel Fajar berbunyi nyaring dengan nada khasnya. Pemiliknya langsung kebingungan. jelas paham kalau Raffi pasti mendengar dan mampu mengidentifikasi pemilik nada dering antimainstream itu. Sementara untuk menolak panggilan jelas tidak mungkin, karena nada dering khusus itu hanya ditujukan untuk kontak konsulen. Mau tak mau Fajar hanya membiarkan ponselnya berteriak nyaring sembari berusaha menepikan mobil secepat mungkin di tengah padatnya lalu lintas kota Klaten.

"Fir? Kamu sama siapa?" Raffi bertanya, sekedar memastikan kejujuran Fira. Padahal ia jelas tahu siapa pemilik ringtone terbsebut.

"Eh enggak, Mas. Nggak sama siapa-siapa kok. Fira lagi di Amplaz jadi kedengeran rame ya", Fira mencoba berbohong. Tidak sanggup rasanya jika harus berkata jujur bahwa dirinya semobil berdua dengan Fajar.

Fajar sendiri sudah melesat keluar setelah berhasil menepikan mobil. Lelaki itu cukup tahu diri untuk tidak mengganggu momen Fira. Lagipula menjawab telepon dari konsulen butuh 'ketenangan khusus', mengingat juga hari ini ia membolos. Salah-salah bisa ketahuan malah dihukum tambah jaga.

Raffi yang mengetahui kalau Fira berbohong justru berusaha mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya ia ingin bertanya kenapa tadi panggilan teleponnya ditolak. Tapi diurungkannya. Terjawab sudah alasannya. Mungkin ada pembicaraan serius antara kekasih dan sahabatnya itu yang tidak ingin diganggu. Dan dengan semua fakta yang tersaji, Raffi jelas paham apa yang akan dibicarakan Fira dalam pertemuan mereka besok. Ia hanya berharap untuk bisa 'kuat' setidaknya di hadapan Fira

●●●

"Fir, maaf ya! Mas mendadak disuruh bantuin konsulen operasi di tiga rumah sakit swasta malam ini. Mas nyopir agak ngebut ya, udah ditunggu soale. Nanti Mas turun di pinggir ring road aja, depan rumah sakitnya", Fajar berucap sambil terlihat sibuk mencari sesuatu.

"Iya nggak apa-apa, Mas. Betewe, Mas nyari apa to? Kok heboh gitu?" Fira keheranan dengan tingkah Fajar yang mengubek-ubek tas selempangnya.

"Anu, itu headset sama dudukan hape. Kok nggak ada ya. Mungkin ketinggalan di mobil Mas. Haduh, padahal perlu buat balesin WA sama jaga-jaga kalau mendadak ditelepon konsulen lagi. Yaudahlah, Mas jalan ya. Nanti nepi lagi kalau ada yang whatsapp apa telepon", Fajar berkata sambil menekan pedal gas dengan sedikit kuat. Berkejaran dengan waktu untuk keadaan emergency jelas bukan hal baru untuknya.

Baru berjalan beberapa lama, ponsel Fajar kembali berisik. Fajar hendak menepikan mobilnya lagi. Tapi lalu lintas sore yang padat membuatnya kesulitan.

"Udah, Mas, Fira bacain aja WA nya, nanti Mas tinggal bilang balasannya, biar Fira juga yang ketik. Kalau dikit-dikit nepi malah tambah lama", ucap Fira sambil meraih ponsel Fajar.

Fajar terus memacu mobil Fira dengan kecepatan tinggi, hingga tak terasa ia sudah sampai di depan rumah sakit di daerah ringroad utara. Ia segera membelokkan mobil kemudian bersiap turun saat sampai di lobi rumah sakit. Siapa sangka Fira justru menahannya.

Takdir Cinta SafiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang