Menjelang senja Fira sampai di rumahnya. Usai memasukkan mobilnya ke garasi, ia segera mandi dan berganti baju. Kemudian ia berjalan ke arah ruang keluarga untuk menemui ibunya.
"Ibu.. Ibu kenapa kok tadi nangis? Fira jadi sedih kalau ibu kepikiran soal ini. Bukankah ibu harusnya senang? Kan sebentar lagi Fira insya Allah mau nikah..", Fira berkata sambil memeluk bahu ibunya.
Bu Rindi balas membelai rambut putri semata wayangnya. Dengan penuh kelembutan beliau berkata, "Ndhuk.. Gimana ibu nggak mikir. Dua lelaki yang memintamu jadi istri sama-sama menawarkan konsekuensi yang nggak ringan untuk dijalani selepas menikah.."
Bu Rindi terdiam agak lama. Hanya tangannya yang masih bergerak, mengelus puncak kepala putri kesayangannya yang sedang menggelendot manja dalam pelukannya. Sesekali diciumnya aroma rambut gadis itu, mengingatkan bu Rindi pada masa kecil Fira.
"Ndhuk.. Kalau kamu milih Raffi jelas kamu akan berkorban sangat besar. Hanya jadi ibu rumah tangga, sekolah doktermu sia-sia. Juga kamu tidak diperbolehkan melanjutkan pendidikan spesialis. Dan kamu juga akan tinggal jauh dari bapak ibu. Sementara Fajar.. Memang dia tampan, calon spesialis orthopedi dan dosen muda. Dari keluarga terpandang juga. Tapi.. Yah dia duda beranak satu. Kamu sangat cantik Fira! Kamu dokter dan bapak ibumu ini juga terpandang. Kamu jelas bisa dapat jejaka yang berkualitas..", Bu Rindi menumpahkan semua yang memberatkan pikirannya.
"Apa harus kamu memilih satu diantara mereka? Maksud Ibu, kamu masih muda. Jelas ada kesempatanmu bertemu lelaki lain yang mungkin tidak membuatmu serba salah begini. Pikirkan lagi, Nak!" Bu Rindi mencoba memberi argumen.
Fira tersenyum. Ia paham benar akan kekhawatiran ibunya. Tapi keyakinannya sudah bulat untuk memilih satu diantara Fajar atau Raffi. Ia punya alasan yang kuat tentang keputusan itu.
"Bu.. Fira paham kekhawatiran Ibu. Fira juga tahu, Ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk Fira. Hanya saja mungkin Ibu lupa bahwa ada satu hadits riwayat At Tirmidzi yang menyebutkan bahwa jika datang lelaki yang baik akhlaknya untuk meminang, hendaknya diterima. Jika tidak, maka akan menjadi fitnah. Fira yakin baik mas Fajar ataupun mas Raffi sama-sama memiliki akhlak yang baik. Hanya Fira harus memutuskan mana yang lebih cocok menjadi imam Fira. Dan tentunya mendapat restu Bapak dan Ibu.." Lembut nada bicara Fira, berusaha menenangkan ibunya.
Bu Rindi menatap putrinya dengan penuh kasih sayang. Tak dipungkiri saat ini gadis kecilnya sudah tumbuh dewasa dan mungkin sebentar lagi akan mengarungi hidup baru. Dikecupnya kening Fira dengan penuh perasaan.
"Ndhuk.. Ibu percaya, pilihanmu yang terbaik.."
Ibu dan anak itu menutup obrolan mereka tatkala terdengar suara adzan maghrib berkumandang. Mereka segera berwudhu untuk segera menunaikan ibadah berjamaah. Pembicaraan tentang nasib jodoh Fira jelas akan berlanjut setelah dokter Kusuma, ayah Fira pulang dari praktik sorenya.
●●●
Raffi berjalan seorang diri menyusuri senja pantai Depok. Usai bertemu dengan klien nya, ia segera memacu mobil sewaannya ke tempat yang penuh kenangan itu. Jelaslah, pantai Depok dengan kekhasan kuliner lautnya menjadi tempat favoritnya dan Fira menikmati kebersamaan mereka. Tentu saja bersama Fajar dan Ifah. Yah dua pasang kekasih yang masing-masing bersahabat itu memang sering menghabiskan waktu rame-rame.
Tapi kini Raffi duduk sendirian, termenung memandang matahari yang mulai tenggelam, pertanda senja yang segera akan berganti malam. Kalut rasa hatinya jelas terasa. Lelaki mana yang sanggup merelakan wanitanya pada lelaki lain setelah sepuluh tahun kebersamaan dan pengorbanan besar.
Titis bening mulai turun dari sudut mata Raffi. Perih sekali jika ia harus mengenang usahanya yang luar biasa, dari pekerjaan awalnya menjadi sales farmasi, hingga ia memberanikan diri membuka apotik dengan modal seadanya. Dan kini sudah beberapa cabang apotik dimilikinya. Semua itu jelas demi memantaskan diri untuk bersanding dengan Fira. Setidaknya keluarga Fira yang kaya dan terpandang tidak memandangnya sebelah mata dan berprasangka buruk padanya yang hanya pemuda miskin yang berniat menumpang hidup.
Raffi sama sekali tidak menyesali semua usaha yang telah dilakukannya. Fira jelas bukan gadis biasa. Parasnya elok rupawan dengan kulit halus seputih pualam, hidung mancung dan bibir yang merekah bak delima. Tatapan mata elangnya semakin membuat gadis itu tampak menawan dengan segenap kecerdasan yang terpancar. Yah, Fira hampir sempurna sebagai seorang wanita, akhlaknya pun baik, nasabnya juga baik. Dari keluarga terpandang, bahkan ayah Fira sering diundang untuk memberikan ceramah keaagamaan, meskipun jelas profesi utama beliau adalah dokter spesialis penyakit dalam.
Raffi sendiri sangat mantap untuk menjadikan Fira sebagai perhiasan terindahnya. Tapi tiada manusia yang sempurna. Di balik semua kelebihan yang dimiliki Fira, ada satu kekurangannya yang cukup mengganjal hati Raffi. Seperti tipikal wanita cerdas, Fira yang dididik dengan tegas dan mandiri oleh orang tuanya jelas bukan wanita yang patuh mutlak. Beberapa kali mereka sering berbeda pendapat, dan Fira tetap keras dengan pendiriannya. Raffi lah yang lebih banyak mengalah.
Syarat yang Raffi ajukan pada Fira jika ingin menjadi istrinya bukannya tanpa alasan. Raffi jelas paham bahwa dalam satu rumah tangga, suami lah yang memimpin dan memegang kendali. Dan Raffi seorang pengusaha yang mempelajari ilmu psikologi dalam merekrut karyawannya. Jelas ia tahu bahwa tipikal wanita macam Fira akan susah patuh pada suami, kecuali suaminya memiliki posisi atau daya tawar yang lebih tinggi. Raffi takut, jika ia membebaskan Fira menggapai kariernya, tentu dengan segenap potensi yang dimilikinya, Fira akan memiliki karier yang cemerlang. Dan bisa jadi akan semakin sulit patuh pada suami, apalagi jika dirasa status sosial suaminya lebih rendah.
Mungkin akan banyak orang yang mencibir Raffi dengan sebutan pengecut, terutama kaum feminis. Tapi Raffi punya alasan kuat untuk itu. Ia ingin menutup semua celah yang akan meciptakan dosa yang lebih besar yaitu istri yang durhaka pada suami, dan suami yang dayuts, tidak berdaya menghalangi istri dari berbuat dosa. Lagipula semua syaratnya tidak melanggar syariah.
Raffi jelas mencintai Fira, bahkan bisa dibilang hanya Fira lah gadis yang berhasil mengisi relung hatinya. Tapi ia tidak mau terjebak nafsu, menikah hanya memandang hal duniawi. Karena baginya pernikahan adalah ibadah seumur hidup. Dan satu hal lagi yang paling ditakutkannya adalah, ia lebih memilih berkubang dosa dengan menjadi suami dayuts karena cintanya pada Fira mengalahkan cintanya pada sang Pencipta.
Cukup lama Raffi diliputi kegalauan akan masa depan hubungannya dengan Fira. Niat untuk mengikat miitsaqan ghaliza bersama Fira jelas tidak diragukan lagi. Hanya saja Raffi belum sepenuhnya yakin untuk mampu membimbing Fira menjadi istri shalihah. Dan itu sangat membebani pikiran Raffi, karena jika gagal mendidik istri, bukan tak mungkin rumah tangga yang mereka bina justru jadi sumber dosa. Untuk itulah ia melakukan shalat istikhoroh, berharap petunjuk yang terbaik dari Allah.
Jauh di lubuk hati yang terdalam, jelas Raffi menginginkan Fira. Tapi jawaban istikhorohnya justru berlawanan dengan harapannya. Dan kini di saat titik terang tentang kelanjutan hubungannya dengan Fira jelas di depan mata, Raffi justru gamang untuk mengambil keputusan.
Merelakan kekasih hati untuk sahabat memang bukan hal yang mudah. Tapi Raffi akan berusaha mengikhlaskannya jika itu memang jalan yang terbaik. Bagaimanapun Fajar yang juga seorang dokter dengan karier yang sangat mapan jelas akan lebih mudah membuat Fira patuh. Lagipula ada wasiat dari almarhumah Ifah dan tentu saja Naysilla, bayi mungil itu jelas membutuhkan kasih sayang Fira.
Raffi menyedot batang rokoknya yang keenam. Mencoba menatap kenyataan yang jelas tidak berpihak padanya. Masih ada harapan memang. Jika Fira mau menerima syaratnya dengan penuh kerelaan dan mengantongi restu dari kedua orangtuanya, Raffi jelas akan segera meminang Fira. Tapi sepertinya itu hal yang mendekati mustahil mengingat perangai Fira yang keras. Jadi pilihan untuk berhenti berjuang dan mengikhlaskan adalah yang terbaik.
Bukankah pernah disebutkan bahwa jika seorang pemuda tertarik pada seorang wanita tapi ia belum mampu untuk menikahinya maka yang terbaik adalah tidak mengikat sang gadis dalam hubungan yang tidak pasti. Merelakan gadisnya untuk orang lain yang lebih pantas adalah bukti cinta tertinggi. Dan kali ini Raffi tengah memantapkan hati untuk melakukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Safira
RomanceDemi memenuhi wasiat Ifah, sahabatnya, Fira ikhlas menikah dengan duda dari sahabatnya itu. Sekaligus janji untuk mengasuh Naysila putri Ifah dan Fajar yang berkebutuhan khusus. Padahal Fira telah lama menjalin kasih dengan Raffi. Dengan alasan itu...