Part 25

3.9K 175 7
                                    

"Assalamu'alaikum. Mas Fajar, maaf semalam Fira nggak bisa jawab telepon Mas Fajar ...", ucap Fira saat pangilan teleponnya sudah diangkat.

"Wa'alaikumussalam. Nggak apa-apa, Fir. Mas cuma galau aja sih, kepikiran aja kalau Fira mengubah keputusan." Fajar berkata jujur.

Fira yang mendengar perkataan Fajar hanya menghela nafas kasar. Lelaki yang sedang berbicara dengannya memang benar-benar serius ingin menjadikannya istri. Sampai harus melibatkan kedua belah pihak orang tua mereka. Meski begitu ada secebik rasa bersyukur bersemayam di dada Fira. Setidaknya ia terhindar dari perbuatan hina, mengkhianati janji.

"Insya Allah nggak, Mas. Naysilla pulang hari ini ya? Fira boleh ikut jemput?" Fira bertanya lagi. Ia mencoba mengalihkan obrolan. Takut kalau Fajar membahas pertemuannya dengan Raffi semalam, juga tentang semua panggilan telepon dan whatsapp dari Fajar yang diacuhkannya.

"Boleh lah, Fir. Toh Fira nantinya juga bakal jadi ibunya Naysilla. Mas masih ada operasi sampai siang sih, paling cepet bakda Dzuhur bisa jemput Nay nya."

"Oh yaudah kalau gitu, Mas. Fira mau ke KPTU ngurusin surat yudisium biar bisa daftar UKDI. Sama nglengkapin syarat-syarat buat daftar asisten penelitian. Ehm, Mas, sepertinya Fira mempertimbangkan tawaran Mas buat jadi asisten di Ortho. Nanti Fira titip berkasnya ya, Mas. Biar Mas Fajar yang masukin. Kalau Fira ada yang bingung kan bisa minta tolong Mas Fajar ngajarin."

Binar bahagia menyeruak hangat menyelubungi hati Fajar yang sekian lama sepi karena kehilangan istrinya. Tak salah lagi, ia mulai jatuh cinta pada Fira. Harapannya jelas, semoga Fira bisa jadi istri shalihah untuknya.

"Satu lagi, Mas. Ehhmm ...", Fira sedikit ragu menyampaikan maksudnya.

"Ya? Kenapa, Fir?"

"Itu, kata Bapak, Mas Fajar ditunggu hari ini bakda Isya' di rumah, kalau memang Mas serius mau meminang Fira."

Sekali lagi perasaan Fajar berbunga-bunga. Tampaknya keinginan untuk mempersunting Fira akan semakin mendekati kenyataan. Pikirnya jika ayah Fira menerima khitbahnya malam ini, jelas tertutup pintu bagi lelaki lain untuk mendekati Fira, termasuk Raffi.

"Mas kenapa diem aja? Kata Bapak kalau Mas emang beneran serius sama Fira pasti nggak ada alesan banyak operasi!"

"Hahaha jelas serius lah, Fir. Mas cuma syok aja saking senengnya. Alhamdulillah, Bapak mau menerima Mas bertamu ke sana."

"Jangan pura-pura ah, Mas. Kan Mas Fajar minta tolong abinya Mas buat ngomong sama Bapak. Bapak nggak mungkin lah nolak anaknya Pak Irsyad. Salah satu orang yang dihormati Bapak karena beliau pengacara yang tetap idealis memegang prinsipnya dan juga ketua PDM Solo. Mas Fajar cerdas ya, minta tolong abinya biar Bapak luluh", cecar Fira.

"Hahaha ...", Fajar kembali tertawa. Kemudian sambungnya, "Lha kan memang tandanya Mas serius sama Fira. Pernikahan kan nggak cuma tentang kita berdua, tapi juga orang tua dan keluarga lainnya. Mas nggak mau juga nikah tanpa restu orang tua. Ditambah lagi Mas duda beranak satu. Mas juga harus pertimbangkan calon istri Mas sayang dan bisa merawat Naysilla sepenuh hati. Dan sejauh ini Fira sudah membuktikannya. Tapi ya balik lagi ke Fira, sih. Mau nggak jadi istri Mas dan ibu Naysilla?"

Fira hanya diam, terlalu ragu untuk menjawab pertanyaan Fajar. Logika dan perasaannya bertolak belakang.

"Fira manut Bapak aja, Mas. Nanti gimana. Oh iya, nanti kalau Mas sudah siap jemput Naysilla, kabarin Fira aja! Biar Fira ke Perina. Kan nanti pulangnya disuruh gendong KMC. Mas Fajar pasti nggak bisa. Fira udah beli baby wrap buat gendong Naysilla nanti."

Sekali lagi Fajar berucap syukur pada penciptanya. Nada riang dalam suara Fira jelas membuktikan gadis itupun tak sabar ingin segera mencurahkan kasih sayang pada Naysilla. Ia yakin jika Naysilla adalah prioritas Fira, maka tak mungkin gadis itu lebih memilih Raffi.

Takdir Cinta SafiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang