Siang hari yang cerah. Sinar mentari menerobos kaca di dinding kamar Fira. Mencoba mengalirkan kehangatan, mungkin saja mampu mencairkan hati Fira yang beku dipenuhi kegalauan.
Pertemuan dengan Raffi yang direncanakan siang ini membuat hati Fira tidak tenang. Ia sendiri tidak yakin akan sekuat apa jika sudah berhadapan langsung dengan Raffi. Rasa cinta itu masih tetap sama seperti sebelumnya. Hanya situasi mereka berdua saat ini tak lagi sama. Sekuat tenaga Fira berusaha meneguhkan hati, keputusan yang sudah diambil tak pantas rasanya jika harus dianulir.
Dengan memakai gamis pink dan jilbab maroon Fira menatap diri di depan cermin. Tak lupa memulas bedak tipis di wajahnya. Lipstik warna pink cerah dan eyeliner tipis yang menegaskan garis matanya membuat penampilan gadis itu makin menawan. Merasa puas dengan penampilannya, Fira segera berangkat ke tempat yang sudah dijanjikan untuk bertemu Raffi. Sebenarnya pemuda itu menawarkan diri untuk menjemput, tapi dengan sopan ditolak oleh Fira. Pikirnya kedekatan dengan Raffi harus diminimalisir. Toh ia sudah memilih Fajar sebagai calon imamnya.
Raffi sudah duduk menunggu di meja yang telah dipesan sebelumnya. Ia mengamati gadis yang berjalan ke arahnya. Berdesir hatinya melihat penampilan Fira yang sungguh mempesona. Berjalan penuh keanggunan dengan inner beauty yang terpancar membuat mata Raffi tak mau beranjak dari menatap gadis pujaannya.
"Assalamu'alaykum, Mas Raffi, maaf sudah menunggu", sapa Fira saat ia sudah sampai di dekat Raffi.
"Wa'alaykumussalam, Sayang kamu cantik sekali", kalimat pujian terlontar spontan dari mulut Raffi. Mata pemuda itu tak sedikitpun beralih dari Fira.
Fira jengah ditatap seperti itu oleh kekasihnya. Tapi tak dapat dipungkiri pujian Raffi tadi membuatnya melambung. Tapi segera ditepisnya rasa itu. Ia harus fokus pada tujuan utamanya.
"Fira duduk ya, Mas", ucap Fira beberapa saat kemudian, berusaha menetralkan suasana yang sempat agak kaku.
Kedua sejoli itu saling mendiamkan beberapa lama. Menyelami perasaan masing-masing. Mempertahankan keheningan tanpa ada yang berniat angkat biacara. Saling menyadari bahwa apa yang mereka bicarakan akan sangat menyakitkan.
"Sayang? Ada yang mau dibicarakan sama Mas? Kok sampai Mas disuruh ke Jogja", Raffi akhirnya bersuara. Nada bicaranya yang lembut membuat hati Fira makin tak karuan.
"Itu, Mas ..., soal masa depan Fira ...." Fira tampak ragu melanjutkan kalimatnya. Ia menatap lekat wajah kekasihnya. Semua masih tampak sama, bahkan rasa cintanya. Hanya keadaan yang membuat semuanya menjadi serba salah.
"Sayang sudah menentukan pilihan antara Mas atau Fajar?"
Fira tidak menjawab pertanyaan Raffi. Tapi air mata yang menganak sungai sudah cukup mewakili perasaannya.
"Kenapa nangis, Sayang? Sebelum Fira menjawab siapa pilihan Fira, boleh Mas ngomong dulu?"
Hanya anggukan kepala yang diberikan Fira. Tanda ia setuju mendengarkan omongan Raffi.
"Maafkan, Mas, ya Fira! Mas sudah menyia-nyiakan sepuluh tahun kebersamaan kita. Mas tahu Mas egois sudah maksa Fira jadi seperti yang Mas mau. Mungkin kalau sejak dulu Mas melepaskan Fira, masalahnya tak akan serumit ini. Tapi Mas nggak mau kehilangan Fira. Mas sangat mencintai Fira. Berharap hanya Fira lah yang menemani hidup Mas sampai akhir hayat nani ...."
"Mmas Raffi ...." Air mata Fira sudah tak manpu dibendung lagi. Isakan tangisnya sungguh memilukan.
"Sayang, maafkan Mas! Seandainya Mas nggak keras hati. Seandainya Mas lebih membuka mata dan menatap kenyataan dengan logis. Seandainya Mas nggak berpikiran sempit ... Allahu Robbi ...." Raffi pun tak sanggup menguasai emosinya. Perih sekali rasanya membayangkan ia akan kehilangan kekasih hatinya. Ditambah penyesalan terbesarnya karena terlambat menyadari kealpaannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/217486214-288-k419456.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Cinta Safira
RomansaDemi memenuhi wasiat Ifah, sahabatnya, Fira ikhlas menikah dengan duda dari sahabatnya itu. Sekaligus janji untuk mengasuh Naysila putri Ifah dan Fajar yang berkebutuhan khusus. Padahal Fira telah lama menjalin kasih dengan Raffi. Dengan alasan itu...