Part 27

4.1K 181 23
                                    

"Sepertinya kamu ke sini mau ngomongin urusan pribadi ya, Le? Bukan urusan kerjaan. Setahu Bapak kamu sudah nggak kerja di Enseval atau Interbat lagi. Bapak juga tahu kalau kamu lagi merintis usaha distributor perbekalan farmasi dan sering bawa punya Graha atau Ifars. Dan apotik ini tidak memasok obat dari dua pabrik itu. Jadi langsung saja katakan apa maksud kedatanganmu. Bapak buru-buru hari ini, ada urusan keluarga. Jadi cuma praktik sampai Isya." Suara dokter Kusuma yang sangat berwibawa jelas membuat Raffi sedikit gentar.

"Iya, Pak. Urusan pribadi. Ini tentang Fira." Raffi berusaha setenang mungkin saat berbicara dengan ayah Fira.

"Kenapa dengan Fira? Bukankah semuanya sudah jelas? Bukankah sudah berkali-kali juga kita membicarakan hal ini? Dan jawaban bapak tetep sama. Jika kamu kekeuh dengan syaratmu itu, bapak jelas sangat berat untuk melepaskan Fira padamu ...."

"Tapi, Pak! Saya nggak akan nuntut semua syarat itu lagi!" potong Raffi cepat.

"Maksudmu piye, Le?" Dokter Kusuma mengernyitkan dahi, keheranan. Beliau jelas kenal betul bahwa Raffi adalah lelaki yang sangat teguh memegang prinsip. Apa gerangan yang terjadi sampai-sampai kekasih putrinya itu datang menghadap dan mengubah semua pendiriannya.

"Nggak ada hal terlarang kan yang terjadi diantara kalian?" Dokter Kusuma jelas curiga dengan perubahan Raffi yang sangat mendadak.

"Naudzubillahi min dzalik ... ndak lah Pak. Insya Allah saya tahu akhlak dan paham ilmu agama, begitupun Fira. Kami nggak mungkin melakukan hal nista seperti itu!" Raffi sedikit meradang dengan prasangka dokter Kusuma. Tapi sebisa mungkin ia mengendalikan emosi.

"Maksud saya ke sini adalah ingin meminta Fira menjadi istri saya. Saya paham, ini bukan kali pertama saya meminta pada Bapak. Tapi sekarang saya sadar bahwa saya nggak seharusnya mengekang kebebasan Fira. Biarlah dia berkembang sesuai keinginannya. Jika Bapak merestui saya meminang Fira, saya janji, Pak! Saya akan mengizinkan dia meraih cita-cita setinggi-tingginya, asalkan tidak mengganggu kewajibannya sebagai istri. Saya juga ikhlas jika Fira memilih tetap tinggal di rumah Bapak dan Ibu, mengingat Fira anak tunggal. Biar saya nanti yang wira-wiri aja, nggak apa-apa." Ada kelegaan di hati Raffi saat ia lancar mengucapkan maksudnya.

"Kok kamu mendadak berubah sikap, Le? Ada kejadian apa yang bikin kamu jadi beda?" Dokter Kusuma tidak tahan untuk tak bertanya.

"Nggak apa-apa, Pak. Hanya saja saya merasa nggak sanggup untuk hidup tanpa Fira. Usaha keras saya hingga sampai titik ini juga demi memantaskan diri untuk bersanding dengan Fira, Pak. Sayang rasanya jika saya harus melepas Fira hanya karena keegoisan saya. Untuk itulah saya ke sini, Pak. Hanya Fira perempuan yang ingin saya nikahi. Saya janji akan berusaha jadi imam terbaik untuk Fira ...."

Dokter Kusuma menghela nafas panjang beberapa kali. Ia tidak langsung menjawab. Ditatapnya Raffi beberapa lama. Meneliti gurat kebohongan di wajah yang sudah ia kenal betul sepuluh tahun terakhir. Dan saat ia tidak menemukan maksud jahat di mimik muka Raffi, justru membuatnya makin bimbang. Ia paham betul bahwa laki-laki di hadapannya saat ini sangat dicintai oleh putrinya. Bahkan putrinya memilih bertahan dan mengalah dengan sifat keras Raffi, padahal ia jelas paham bahwa Fira sebenarnya juga sama kerasnya. Rela meredam ego dalam jangka waktu yang lama, apa itu namanya jika bukan cinta.

Hukum itu bersifat memaksa. Syariat adalah perintah Allah yang wajib dilaksanakan kecuali dalam keadaan darurat. Dan saat ini tentu bukan kondisi darurat, jelas pak Kusuma harus tetap menegakkan syariat Allah. Hening beberapa saat, lelaki berusia lebih dari setengah abad itu sibuk merangkai kata dalam benaknya. Berusaha agar lisan yang terucap dari bibirnya tidak membekaskan dendam. Karena sebuah kejujuran, sepahit apapun itu wajib diungkapkan.

●●●

Mesin mobil Fortuner milik Fajar sudah menyala. Setelah berpamitan dengan Bu Halimah dan memastikan Naysilla tidak rewel, Fira mengikuti Fajar masuk ke dalam mobil. Kedua insan itu menyusuri jalan Slamet Riyadi yang membelah kota Solo. Riuh rendah suara klakson mobil seolah memekakkan telinga. Hiruk pikuk yang biasa terjadi saat sore hari jam pulang kerja.

Takdir Cinta SafiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang