Part 15

3.6K 161 4
                                    

"Fir! Bisa tolong ke sini bentar? Ifah mau lihat Naysilla." Suara Fajar di ujung telepon membuat Fira segera bangkit dari peraduannya dan bergegas mengikuti instruksi Fajar.

Sesampai di Perinatologi, Fira segera menghampiri box Naysilla. Segera ia nyalakan panggilan video whatsapp. Tampak di seberang sana Ifah dengan wajah pucat dan lemas bersama Fajar di sampingnya. Tapi ekspresi bahagia tak dapat disembunyikan saat ibu yang baru saja bertaruh nyawa itu untuk pertama kali melihat putrinya. Samar-samar Fira melihat butiran air mata yang luruh dari kedua netra Ifah.

"Assalamu'alaykum, sayang. Semoga kamu bisa dengar suara Mamah ya. Maafkan Mamah yang mungkin nggak akan pernah bisa menyentuhmu. Maafkan Mamah juga kalau Naysilla nggak akan pernah bisa merasakan ASI. Naysilla baik-baik ya sama Bunda Fira! Bunda Fira pasti akan sangat menyayangimu seperti halnya dia menyayangi Mamah. Bunda Fira pasti bisa mendidikmu jadi anak shalihah. Naysilla sayang, jadi amal jariyah untuk Mamah ya ...."

Fira tercekat mendengar perkataan Ifah. Logikanya jelas bisa menangkap makna di balik kalimat itu. Di seberang sana Ifah masih berceloteh dengan riang. Tapi nyata bagi Fira kalau semua yang diucapkan Ifah bagaikan kalimat perpisahan untuk putri mungilnya yang bahkan mungkin belum dapat mendengar ucapan ibunya.

"Naysilla jadi anak yang nurut ya sama Bunda Fira. Semoga nanti kita bisa berkumpul di Jannah. Wassalamu'alaykum, Sayang ...." Kalimat penutup yang dilontarkan Ifah membuat Fira tersadar. Ia buru-buru mematikan panggilan video nya. Segera setelah meletakkan Naysilla kembali di boks nya, Fira langsung bergegas menemui sahabatnya. Berharap semua yang didengarnya tadi hanya racauan pasien yang delirium.

Siapa sangka saat sampai di depan pintu HCU, ruangan tempat Ifah dirawat, Fajar sudah menunggu Fira. Tatapan lelaki itu sulit ditafsirkan oleh Fira. Ada gurat kesedihan yang jelas tampak, selain itu seperti ada sesuatu yang hendak diungkapkan. Fira menunggu beberapa saat, berharap Fajar mengatakan sesuatu. Tapi nihil, lelaki tabah itu hanya menggelengkan kepala dan mempersilakan Fira masuk. Sempat dilihat oleh Fira setetes air mata meleleh dari sudut netra Fajar.

"Assalamu'alaykum, Fah!" ucap Fira sepelan mungkin, takut mengejutkan sahabatnya.

"Wa'alaykumussalam", jawab Ifah.

Terlihat sekali kalau wajah Ifah tampak pucat dan lemah. Tapi Fira tahu sahabatnya itu berusaha agar semua tampak baik-baik saja. Refleks Fira melihat ke arah urine bag melihat produksi urine cukup dan perdarahan di drain sudah tidak produktif, tanda perdarahan teratasi dan kekhawatiran shock bisa disingkirkan. Tapi saat melirik tekanan darah sistolik di monitor menunjukkan angka 75 dengan Dobutamin dosis maksimal pada syringe pump, Fira paham bahwa kondisi Ifah belum sepenuhnya membaik.

"Fira", kata Ifah. Senyum termanis ditunjukkaanya untuk sahabat terbaiknya itu.

"Aku mau minta satu permintaan, anggap saja ini wasiat ...."

"Nggak! Nggak, Fah! Jangan putus asa! Kamu pasti akan sembuh. Ingat bayimu! Dia kecil dan terlahir prematur, jauh sebelum waktu lahirnya, tapi tetap berjuang untuk hidup! Apa kamu nggak ingin ngasuh dia? Bahkan kamu belum sempat ketemu bayimu. Ifah ...." Kalimat Fira terhenti saat ia merasa jemari sahabatnya itu mencengkeram kuat lengannya.

"Fira! Kamu sahabat terbaikku! Cuma sama kamu aku ikhlas menitipkan hal yang paling berharga dalam hidupku. Anggap saja ini wasiat ku, Fira! Tolong! Rawat Naysilla dan nikahlah sama Mas Fajar ...."

"Nggak, Fah! Kamu pasti delirium! Wajar pada orang dengan shock. Aku panggil residen jaganya." Fira hendak beranjak pergi tapi cengkeraman di tangannya semakin kuat.

"Fira! Aku compos mentis! Otakku juga sehat dan sadar atas semua konsekuensi ucapanku. Please, Fira! Cuma kamu yang aku yakini bisa merawat Naysilla dengan baik. Dan mas Fajar pasti bisa jadi suami yang shalih untukmu. Bukannya aku egois, Fir! Tapi hubunganmu sama mas Raffi kan belum dapat restu dari orang tuamu. Kalau dengan mas Fajar pasti orang tuamu merestui. Kumohon, Fir! Demi kebaikanmu juga ...." Air mata Ifah kontan luruh usai menyelesaikan kalimatnya.

Takdir Cinta SafiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang