Bercerita

22 4 0
                                    

"Seberat apapun bebanmu tetaplah Hahaha"

Setelah makan malam, Alimah ibunya Sasa langsung kembali kekamarnya sepulang Ilman suaminya sekaligus ayah Sasa. Sasa dan Riska juga langsung menuju kamar Sasa.

"Sini cerita, gue dengerin" Perkataan Riska membuat sasa terkejut. Riska sendiri memasang senyuman tak berdosanya. Sasa kira Riska sudah lupa. Ternyata tidak.

"Cerita apa? " Balas sasa santai. Sebenarnya sasa sendiri tahu maksud dari perkataan Riska hanya saja ia ingin mengetesnya mungkin saja cerita yang sebenarnya bukan tentang janjinya semalam.

"Utang janji" Jelas Riska. Ternyata dia benar-benar ingat.

"Itu cuma becanda kok" Elak Sasa sedikit kikuk.

"Ayo dong sa, janji adalah hutang lho" Tagih Riska terlihat lebih serius dari sebelumnya.

"Aduh nanti ya, Ngantuk nih" Sasa masih saja mencoba mengelak

Untung menyempurnakan actionnya, Sasa memilih membaringkan tubuhnya dan menarik selimat berwarna abu dengan gambar bintang-bintang di tiap sisinya.

"Ck, Ayo dong sa" Bujuk Riska menggoyang-goyangkan badan sasa "Kalau lo beneran gak mau bangun terpaksa gue pakai cara lain" ancammya. Sasa masih saja tidak berkutik dari tidurnya.

"Serius sa, gak mau bangun? " Tanya Riska memastikan. Kalau memang sahabatnya tidak bangun-bangun juga Riska akan membuka lemarinya dan mencari semua aset-aset sahabatnya itu.

Karna tidak juga mendapatkan respon apapun dari sahabatnya,  Riska memilih bangkit dan mulai membuka lemari sahabatnya. Awalnya, benar-benar tidak ada perubahan dari sahabatnya tapi semakin Riska mencari sampai ke belakang lipatan baju Sasa. Sahabatnya itu langsung bangkit dan mengambil terlebih dulu aset-aset yang sengaja ia kumpulkan sejak memasuki fase putih biru itu.

Senyum penuh kemengan terbit dari bibir mungil Riska. Aset-aset berharga dari sahabatnya itu adalah buku-buku diary yang sudah lama ia kumpulkan

Sasa begitu menjaganya sampai tidak boleh dibuka oleh sembarang orang terutama di beberapa lembarnya. Sampai sasa akan mengawasi jika saja ada yang membacanya. Bukunya itu bengitu penting. Hampir semua halamannya, diisi tentang pria yang diam-diam selalu hadir di pikirannya sejak SMP. Arsya Abidah.

Sudah tergambar jelas betapa alaynya isi buku berwarna abu putih itu.

"Ck, yaudah gue ceritain" Terpaksa aku harus mengatakan kalimat yang tidak seharusnya kukatakan "Tapi ada syaratnya" Lanjutku. Membuat senyum yang mengembang di wajah sahabatku itu hilang

"Syarat apaan?" Sudah kuduga pasti kalimat itulah yang akan diucapkan sahabatku. Itu sudah tabiatnya. Mengenalnya dalam 2 tahun belakangan ini membuatku sedikit memahami tingkahnya.

"Jaga rahasia ini jangan sampai ada satu orang pun yang tahu. Siapapun itu " Jelasku kembali membuatnya tersenyum ria

"Itu mah gampang " Tantangnya sombong.

"Kedu-" belum selesai aku mengucapkan kalimat yang ingin kusampaikan. Ocehannya ternyata lebih dulu terucap

"Koq syaratnya beranak sih?! " Protesnya tak terima. Ya mau bagaimana lagi ini rahasia penting. Menurutku. Aku hanya mengedikkan bahuku untuk menjawab pertanyaannya.

Sajadah IkhlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang