Sejak kejadian dirumah Natalie beberapa hari kemarin. Kami sudah akrab kembali. Masalah yang sempat hadir hilang begitu saja. Seperti hari ini kami bahkan janjian untuk menghabiskan waktu di sebuah Mall. Bang Abil yang baik hati menawarkan tumpangan gratis pada kami yang langsung saja kami terima.
Suasana di atas mobil jauh dari kata sunyi. Lagu berputar membuat suasana semakin riuh. Kami bernyanyi bersama bahkan bercanda satu sama lain. Bang Abil bahkan sesekali menimpali dengan memberi teka-teki yang berujung ejekan hanya untukku. Benar-benar menyebalkan
"Kalian pada tahu gak? Sasa itu pernah suka lo sama seseorang, bahkan mungkin sampe sekarang sih" Mulainya membuatku memandangnya sinis "Tapi perasaannya gak pernah dibalas" Lanjutnya. Membuat kedua wanita yang juga berada dimobil ini mengejekku habis-habisan
"Pantesan aja bang Abil jomblo. Orang hobinya bikin emosi " Yang diejek malah tertawa terbahak-bahak.
Kami benar-benar menghabiskan waktu dengan bersenang-senang di Mall. Berburu berbagai pernak-pernik yang menurut kami menarik. Bang Abil memilih menunggu kami dengan menikmati kopi disebuah cafe pada Mal tersebut.
Perasaanku tiba-tiba aneh. Deg-degan tidak karuan. Aku merasa seperti akan bertemu seseorang yang istimewa. Tapi siapa?
Tak ingin membuang waktu dengan memikirkan hal yang menurutku tidak berguna. Aku memilih menghampiri kedua sahabatku yang sibuk memilih-milih gelang.
"Abis ini ada lagi? " Tanyaku membuat mereka terdiam
"Makan" Riska menjawabku dengan tangan dan mata yang sibuk memilih-milih kalung yang cantik. Aksesoris yang dipajang disin memang benar-benar menggoda. Apa lagi untuk anak remaja seperti kami.
Kami memilih makan bersama bang Abil saja. Dari jauh kulihat bang Abil tengah sibuk bercerita dengan seorang pria. Mereka terlihat sangat akrab. Seperti seorang sahabat yang lama tak bertemu.
Perasaanku berdesir aneh. Gugup itu kembali menyerangku. Rasanya tangan dan kakiku kembali berkeringat. Dari perawakannya aku sngat yakin aku mengenalnya. Pria yang diam-diam kukagumi sejak beberapa tahun belakangan ini.
Kuyakinkan diriku. Mungkin saja ini hanya firasatku saja. Toh, aku tidak bisa melihat wajahnya yang membelakangiku. Bang Abil yang menyadari kehadiranku dan kedua sahabatku melambaikan tangannya kearah kami membuat pria didepannya ikut berbalik mengahadap kami.
Perasaanku sudah benar-benar kalut. Lidahku kelu. Aku sangat ingin kesana berjumpa kembali dengan pria yang selalu memberi warna dan banyak pelajaran dihidupku. Tapi nyatanya, kakiku malah susah digerakkan. Aku mematung.
Wajahnya masih sama, senyuman itu masih sama memiliki arti yang masig saja tidak bisa kupahami. Fikiranku melayang-layang.
Ternyata kami kembali dipertemukan . Dengan keadaan yang sama dan perasaan yang telah asing. Perasaanku padanya masih sama, tidak pernah berubah. Dan perasaannya?
Dia adalah Kak Arsya. Arsya Abidah. Laki-laki yang masih saja keistimewakan. Laki-laki yang menjadi alasanku menolak cinta banyak pria termasuk Roy. Laki-laki yang kucintai sepenuh hati namun tidak membalasku. Laki-laki yang sempat coba kulupakan tapi gagal. Laki-laki itu
Air mataku mengalir begitu saja melihatnya. Aku masih saja mematung terpaku. Sahabatku yang menyadari perubahanku menepuk pundakku. Membebaskanku dari lamunan beberapa tahun silam.
Lamunan saat pertama kali melihatnya, kemudian dengan percaya diri aku menyapanya sampai akhirnya kami akrab kemudian perasaan itu hadir dan bayangan kebahagiaan tiap kali melihat dan berjumpa dengannya kemudian ditampar oleh kenyataan pahit yang membuatku mundur lalu memilih untuk mengubur dalam-dalam perasaan itu untuk kunikmati sendiri manisnya,bahagianya, pahitnya dan sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajadah Ikhlas
Non-FictionSebuah kisah yang menceritakan sebuah patah, dan kekuatan...