Rindu yang Terobati

13 1 0
                                    

"Adikku rupanya sudah besar dan sudah pandai memainkan peran dengan baik"
-Abil Mumtaz-

Kepalaku terasa begitu berat perlahan-lahan retina mataku berhasil menemukan cahaya. Sepertinya cahaya lampu.

Ada sosok yang menggenggam tanganku begitu erat. Rasanya hangat. Genggamannya terasa tidak asing bagiku. Perlahan kubuka mataku dengan baik.

Kudapati Riska disamping kiriku disampinya ada.. Aish kenapa saat aku terbangun dia harus ada. Dia Roy. Disamping kananku. Tunggu. Dia adalah sosok yang kurindukan pemilik genggaman yang begitu nyaman bagiku.

Laki-laki yang sempat membuatku menangis karena merindukannya. Bang Abil. Aku langsung memaksakan diri untuk bangkit rasanya sudah tidak sabar ingin memeluknya. Dan bercerita tentang banyak hal bersamanya.

"Jangan bangun dulu dek" Cegahnya. Ini kali pertama aku mendengar suaranya lagi. Suara yang benar-benar kurindukan. Tanpa sadar air mataku mengalir begitu saja

"Kok nangis? " Tanyanya membuatku terkekeh. Perhatian seperti inilah yang membuatku begitu merindukan sosoknya

"Udah ya, kamu itu sudah jelek kalau menangis tambah jelek " Ejeknya. Dengan gerakan spontan kusikut perutnya hingga membuatnya meringis. Kukira ia akan marah seperti biasanya. Ternyata tidak ia tertawa kami tertawa bersama. Kemudian ia memelukku. Kami berpelukan cukup lama saling menuntaskan rindu masing-masing.

Kurasakan ada air yang jatuh dikepalaku dia menangis. Bang Abil menangis. Pemandangan yang belum pernah kulihat sebelumnya.

"Abang kok nangis? " Tanyaku membuatnya tertawa. "Abang itu sudah jelek kalau menangis tambah jelek" Ejekku menekan 2 kata terakhir dari kalimatku mencontohi apa yang dia lakukan padaku tadi.

"Abang rindu dek" Jelasnya membuat senyum di bibirku terbit. Kukira hanya aku saja yang rindu ia tidak

"Aku juga bang" Balasku memeluknya.

"Tapi boong " Candanya tertawa sekencang-kencangnya. Aku kesal bukan main. Baru saja kami bertemu selama berpisah selama 5 tahun dipertemuan pertama ia malah langsung mengejekku.Menyebalkan.

Aku mengercutkan bibir. Khas seperti anak kecil yang merajuk karena tidak beri permen membuat tawanya semakin menjadi-jadi.

"Adikku rupanya sudah besar, sudah Pandai memainkan peran dengan baik " Katanya membuatku memeluknya erat. Semenjengkelkan apapun dia. Aku tetap merindukannya.

"Abang kapan datang? "Tanyaku melepaskan pelukan

"Tadi. Baru aja sampai dapat kabar kalau adik terjeleknya abang pingsan" Jelasnya menekan kata Jelek dalam kalimatnya.

"Ayah sama Bunda mana? Kok ga bilang adek kalau abang mau datang? " Tanyaku mengernyitkan dahi

"Tadinya mau surprise tapi gagal. Gara-gara kamu nih" Bibirnya mengercut berpura-pura marah. Kupelukinya lagi entah keberapa kali.

"Ehm.. Kalau gitu kita balik dulu yah"  Kata Riska. Aku sampai tidak sadar kalau ternyata ada dua makhluk lain diruangan ini.

"Iya. Terimakasih sudah menunggu adik saya" Bang Abillah yang membuka suara aku hanya tersenyum.

"Sa. Aku balik yah" Pamit Roy. Aku hanya diam tidak membalas. Kudaoati bang Abil yang tengah melirikku dan Roy secara bergantian melalui ekor mataku. Pasti bang Abil berpikir yang tidak-tidak kali ini.

"Bang pamit ya" Roy pamit kepada bang Abil. Dan bang Abil membalasnya dengan senyuman.

"Kita pulang yuk" Ajak bang Abil meraih tasku. Tepat ketika kedua makhluk tadi sudah tak nampak dari pandangan. Dengan senang aku turun dari ranjang UKS

Sajadah IkhlasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang