vier

2.7K 279 40
                                    

"It doesn't matter how slowly you go, so long as you don't stop."

—Confucius

"Ga, Kak Anta nge-chat aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ga, Kak Anta nge-chat aku. Dia mau jemput adeknya yang baru balik dari LA di bandara."

"Ya terus, apa hubungannya sama gue?"

Ini hari Sabtu, hari yang sangat tepat bagi Naga untuk lebih bersahabat dengan buku. Biasanya Naga tidak punya cukup waktu, terlebih untuk menyelesaikan novel berbahasa Inggris yang baru saja ia beli minggu lalu.

Dan sekarang, ketika ia punya banyak waktu luang, Kana justru seenaknya datang, membombardir kamarnya dengan nada-nada sumbang dawai gitar, membuat hilang Sabtu tenang yang sangat ia dambakan. Anak itu bahkan langsung memainkan gitarnya di samping Naga yang tengah membaca di atas kasur dengan tenang.

"Kak Anta minta aku buat nemenin dia. Tapi Mama lagi arisan. Papa juga lagi nengok perusahaan yang ada di Bandung. Kalau aku pergi, nanti kamu sendirian."

Naga melirik Kana sekilas sebelum kembali pada lembar kertas yang dia baca, pada kalimat yang ditata sedemikian rupa hingga tampak menarik baginya. "Gue punya dua kalimat. Pertama; lo ngomong gitu ke gue gunanya apa? Memangnya gue terlihat seperti orang yang nggak bisa ditinggal sendirian? Kedua; please kalau mau nyari kunci gitar jangan di kamar gue! Berisik, gue lagi baca! Lo ganggu tau nggak?" ujar Naga, tanpa mengalihkan pandangan dari novelnya. Dia bahkan tidak peduli kalau kalimat yang dia ucap itu lebih dari dua.

Kana terpaku mendengar penuturan kembar fraternalnya. Kana tahu Naga dan buku itu bak teman sejati. Tidak akan pernah bisa dipisahkan bahkan mungkin sampai mati. Tapi itu tidak bisa dijadikan sebuah alasan bagi Naga untuk menjadi ketus seperti tadi. Kana datang dengan baik-baik, dia berbicara juga pelan-pelan. Tapi Naga malah menyemprotnya dengan kalimat ketus dan lirikan tajam.

"Yaudah sih, gitu aja marah. Nih, aku taro gitarnya," ujar Kana pada akhirnya. Dia meletakkan gitar kesayangannya di atas kasur milik Naga.

Awalnya Naga kira Kana sudah kembali waras dan tidak akan kembali mengganggunya. Namun ternyata Kana tetaplah Kana yang sifat menyebalkannya sudah menyebar dari kaki hingga kepala. Cowok itu justru mendekatkan diri pada sang kakak, kemudian mencondongkan kepala ke depan wajah Naga supaya dia bisa melihat dengan jelas novel apa yang Naga baca. "Kamu baca apa sih? Serius banget kayaknya."

Dan Naga akan tetap menjadi Naga yang ketus dan bermulut setan. "Pala lo ngalangin!" ujar cowok itu dengan nada tajam.

Kana mengaduh saat Naga menyingkirkan kepalanya. Kana memajukan bibir, kemudian mengambil jarak tiga puluh senti dari Naga. "Ga, kok kamu jadi ganas sih? Itu mulut bentar lagi nyemburin api deh pasti," ujarnya. Kana menatap Naga dengan tatapan tersakiti, seolah dia yang paling terdzalimi. Padahal jelas-jelas dia yang mengganggu ketenangan Naga dari tadi.

"Ya lo-nya juga resek! Gue mau pacaran sama novel gue bentaran aja nggak bisa!"

Kana ternganga. Naga ini benar-benar minta disemprot kayaknya. Dari tadi tidak bisa kalau tidak ngegas. Sebenarnya ia ingin sekali membalas, tapi ia tahu itu tidak akan berguna karena Naga pasti akan menjadi semakin ganas.

Evanescent [HIATUS SEMENTARA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang