dreiundzwanzig

3.7K 312 126
                                    

"Ketika semesta berkata 'iya,' kau bahkan tak bisa mencegah sebuah jantung untuk tak kehilangan detaknya."

Naga terkekeh pelan sebelum akhirnya menyadari bahwa ia telah melakukan hal yang sama selama bermenit-menit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naga terkekeh pelan sebelum akhirnya menyadari bahwa ia telah melakukan hal yang sama selama bermenit-menit. Sebuah kurva tipis timbul di sudut bibir dengan tangan yang tak henti mengelus helai sang adik. Kana terlihat sangat damai dalam lelap seolah tak ada apapun yang mampu mengusik. Dan akan menjadi sebuah kesia-siaan bagi Naga apabila ia membuang kesempatan untuk menatap wajah terlelap Kana lebih lama. Maka ia rela bertahan pada posisi yang sama hanya untuk senyum-senyum sendiri seperti orang gila.

Mereka memutuskan untuk melipir ke rumah Anta ketika penyakit Kana kembali berulah, yah, sebut saja kabur dari sekolah. Anta yang mengajak, tentu saja. Naga langsung mengiyakan tanpa pikir panjang mengingat kondisi sang adik yang mulai tak bisa diajak bekerja sama. Kebetulan Risa—ibunda dari Anta—bersedia untuk ikut menangangkut mereka dalam mobil ketika Anta meminta. Baiknya lagi, wanita pemilik darah campuran Korea–Indonesia itu bahkan sama sekali tak marah ketika tahu bahwa Anta dan Naga terlibat perkelahian. Naga dan Risa berjumpa pertama kali di ruang kepala sekolah ketika ia dan Anta sedang diadili untuk menerima hukuman. Wanita itu datang dengan senyum tipis dan postur tenang, tak terlihat gurat kemarahan di raut Risa ketika wanita itu harus berhadapan dengan kepala sekolah yang tabiatnya sedikit menyebalkan. Naga sempat tak menyangka berandal seperti Anta ternyata memiliki sosok ibu yang begitu menawan.

"Bucin gila. Demen kok sama adek sendiri. Lupa lo sama Miya?"

Naga mendelik tajam ketika Anta datang, pemuda itu mendudukkan diri tepat di sisi ranjang dengan segelas milkshake vanila dalam genggaman. Atensi Naga bergulir pada si minuman kesukaan. Anta yang sadar pun segera mengulurkan gelasnya ke hadapan Naga, Kana pernah memberi tahu betapa cintanya Naga pada segala hal yang berhubungan dengan vanila.

"Masih banyak di dapur. Bangunin Kana, gih, ada jus sirsak sama nasi goreng juga. Tenang, nggak pakai mentega," ujar pemuda itu, sedikit menjelaskan bahwa menu masakan yang dibuat Risa sangatlah aman bagi sosok Kana yang alergi berat dengan ragam olahan susu. "Kana tidur nyaris tiga jam, loh, dia pasti laper. Napasnya udah normal, kan? Kalau gitu berarti dia udah bisa makan. Suruh makan cepetan!"

Meski terlihat ragu di awal, akhirnya Naga memutuskan untuk tak membantah. Kana melenguh ketika Naga mengguncang tubuh sebelum akhirnya mengerjap lemah. "Bangun, Ka, udah nyaris jam lima. Lo tidur tiga jam, tau nggak? Makan dulu ayo, Tante Risa masak nasi goreng."

Kana mendudukkan diri dengan nyawa yang masih belum sepenuhnya pulang. Hela napas kasar terbuang ketika ia menatap Naga yang bergeming tepat di hadapan, kemudian melirik jam tangan digital yang melingkar di lengan sebelah kanan. Ah, benar, di sana tertera bahwa waktu telah menunjukkan pukul lima lewat delapan. Rupanya ia tidur seperti ikan mati; lama sekali.

"Nasi goreng?"

"Iya, Eomma yang buat. Ada jus sirsak juga." Kali ini Anta yang berujar, pemuda itu mengacak rambut Kana dengan sebelah tangan. "Makan sana!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Evanescent [HIATUS SEMENTARA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang