zwei

3.5K 311 60
                                    

 “If you can’t explain it simply, you don’t understand it well enough.” 

—Albert Einstein

—Albert Einstein

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi...."

"Jadi?"

"Jadi, kamu sama Naga udah berapa lama?"

Miya tersedak boba milk yang dia beli barusan di gerai dekat perempatan jalan. Dari sekolah, jaraknya sekitar lima menit kalau ditempuh menggunakan kendaraan. Tapi kalau jalan kaki bisa lima belas menitan.

"Be–berapa lama ap–apanya?" tanya gadis itu gelagapan. Miya masih pura-pura tidak paham. Padahal dia mengerti dengan benar maksud dari kalimat yang Kana lontarkan.

"Ya kamu sama Naga! Udah berapa lama jadiannya? Udah jadian kan? Eh, masa belum? Perasaan kalian kemana-mana selalu bareng deh kalau di sekolah. Bullshit banget nggak sih kalau masih berkelit dengan alasan friendzone-friendzone-an?" Kana melirik gadis tomboy itu melalui ekor mata, sama sekali tidak memiliki niat untuk membagi fokusnya. Atensinya masih seratus persen ada pada jalanan di depan sana. Ia sedang membawa dua nyawa. Ia tidak ingin oleng karena tidak fokus saat sedang menyetir dan berujung pada kecelakaan lalu mati begitu saja.

"Naga nggak ada cerita apa-apa sama aku. Aku kan kepo, hehe," lanjutnya disertai kekehan.

Miya menggeleng dengan cepat. "Gue sama Naga nggak ada apa-apa, seriusan! Kita seratus persen cuma temenan!"

Seringai tipis muncul di wajah Kana. "Yakin?"

Miya terdiam. Sedikit ragu dengan jawabannya sendiri. "Ya..kin..?"

"Kok kayak orang nggak yakin gitu sih? Kenapa? Naga gantungin kamu?"

Kana tertawa dalam hati kala ekor matanya menangkap rona merah perlahan menjalar di wajah Miya. "Nggak tau ah! Udah, jangan dibahas!" Gadis itu menutupi wajahnya menggunakan tas.

Kana tertawa. "Iya, iya, udahan kok. Tapi, Naga emang gitu orangnya. Dia nggak akan secara blak-blakan bilang suka. Tapi lain lagi urusannya kalau dia benci. Kalau dia udah benci, dia bakal bener-bener benci sampai setengah mati. Makanya, kamu tahan-tahan ya sama dia. Naga itu luarnya aja tampang besi, dalemnya mah hello kitty." Kana menginjak pedal rem kala lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. "Oke itu hiperbola. Tapi serius, Naga itu baik. Kamu nggak akan nyesel kalau beneran jadi sama dia."

"Kok lo kesannya malah kayak lagi yakinin gue buat jadian sama Naga sih? Padahal dia nembak aja belum!"

"OH! Jadi beneran berhadap ditembak ya? HAHAHAHA. Bilang Naga ah!"

Evanescent [HIATUS SEMENTARA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang