zwanzig

1.8K 235 63
                                    

"Dari pada lari dari kenyataan, mengapa tidak ikut lari saja bersama kenyataan?"

—Kiyose Haiji, from Kaze Ga Tsuyoku Fuiteiru

Kana tak menyangka jika prasangka bahwa Naga akan mendiamkannya itu benar-benar terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kana tak menyangka jika prasangka bahwa Naga akan mendiamkannya itu benar-benar terjadi. Bahkan berlangsung sampai saat ini. Kana tak tahu harus berbuat apa lagi, buku Naga tak juga berhasil ia temukan sekeras apapun ia mencari.

Pemuda itu mengembuskan napas kasar, entah untuk yang keberapa. Anta saja sampai bosan mendengarnya. Kana saat sedang gusar akan berkali lipat lebih menyebalkan dari biasanya, dan kali ini oknum sial yang terkena imbas ialah Anta.

Kantin sangat ramai, tapi hingar di sekitar tak berhasil merebut atensi Kana yang sejak awal melayang entah ke mana. Sejak mereka duduk berdua di salah salah satu meja yang tersedia, sampai nyaris sepuluh menit terbuang begitu saja, Kana masih tidak ingin bicara. Anta bahkan sudah menghabiskan satu porsi somay ikan, sedangkan Kana sama sekali belum memesan makanan.

"Ayo, Ka! Cerita aja! Ketebak banget kalau lo itu lagi ada masalah sama Naga. Cuma Naga doang yang bisa bikin lo diem kayak gini, Ka."

Anta hanya bisa menggeram kesal ketika lagi-lagi kalimatnya diabaikan. Ia menusuk somay terakhir dengan kencang. Bahkan ujung garpu yang ia genggam merobek buntalan tepung itu hingga ke dasar, menimbulkan denting nyaring sesaat, sebelum ia masukkan ke dalam mulut kemudian ia kunyah dengan kasar.

"Keburu masuk, Ka, lo beneran nggak mau makan? Lo nggak bawa bekal kan? Nanti gimana kalau kelaperan?"

Kana hanya menggeleng pelan, sama sekali tak berselera untuk menyantap makan siang. Sarapan tadi pun ia hanya menghabiskan separuh dari porsi yang disuguhkan. Ia bahkan berbohong pada Viona dengan bilang bahwa ia telah kenyang. Padahal, mah, kalau boleh berterus terang, perutnya masih keroncongan. Tapi entah mengapa mengingat Naga yang mendiamkannya membuat napsu makannya menjadi hilang. Kana sama sekali tak berniat untuk mengisi perut meski cacing di dalam sana telah berdemo, mengeluarkan bunyi yang amat memalukan.

Reaksi yang Kana beri membuat Anta melepas garpu begitu saja, menimbulkan denting yang cukup nyaring kala benda stainless itu beradu dengan meja. Jujur Anta mulai merasa jengah dengan sikap Kana yang terlihat kekanakan. Padahal dia tahu Kana memang begitu tiap bertengkar dengan Naga, tapi tetap saja Anta merasa kesal. Hei, Kana itu sudah kelas dua SMA! Anak kecil pun tahu kalau punya masalah lebih baik bercerita! Anta kan tidak punya indra keenam, tidak bisa membaca pikiran. Kalau Kana sejak tadi hanya diam, bagaimana Anta bisa tahu apa yang sedang Kana pendam?

"Ka, gue cekokin susu ya lo lama-lama! Emangnya gue patung, apa? Dari tadi cuma dianggurin aja!"

Niat Anta bicara begitu ialah memancing Kana untuk bercerita. Sekaligus memberi isyarat bahwa ia mulai merasa tak nyaman dengan Kana yang hanya diam saja. Anta terbiasa dengan Kana yang ceria, yang selalu cengar-cengir seperti kuda. Melihat Kana diam seperti ini, rasanya seperti ada yang berbeda, dan Anta tidak suka.

Evanescent [HIATUS SEMENTARA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang