achtzehn

1.7K 234 20
                                    

"Kadang kita tak paham, bahwa berbeda bukanlah suatu kesalahan. Kita memang tak pernah tahu bagaimana cara memanusiakan manusia."

Naga benci banyak hal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naga benci banyak hal. Ia tipe pemilih mulai dari makanan, pakaian, bahkan siapa saja yang ingin ia jadikan teman. Tapi di antara semua hal itu, yang paling Naga benci ialah pergi bersama Jibran. Karena setiap ia diajak pergi oleh sang papa, tujuannya pasti tak akan jauh-jauh dari urusan perusahaan.

Dan itu benar-benar menyebalkan.

Bahkan tak terhitung ia sudah mengembuskan napas berapa kali. Sedangkan sang papa masih sibuk berbincang dengan seorang pria bernama Ali—mereka sudah berkenalan tadi—dan sialnya Naga tak tahu kapan pembicaraan super serius itu akan terhenti.

"Ini namanya Pak Ali, pengelola keuangan rumah sakit ini," begitu kata Jibran saat Pak Ali mengajak Naga bersalaman. Tapi sungguh, Naga tak peduli karena yang ia inginkan hanya cepat-cepat hengkang. Bisa-bisanya dua pria itu merajut obrolan sambil melangkah ringan di selasar rumah sakit tanpa sedikitpun menoleh ke belakang. Abai terhadap Naga dan Viona yang hanya bisa memperhatikan dalam diam. Kini pasangan ibu dan anak itu hanya bisa saling lirik kemudian mengembuskan napas pelan—pasrah, karena Jibran jika sudah berbincang dengan kolega pasti akan sangat sulit untuk dihentikan.

Merasa bosan, Naga memutuskan untuk menyenggol lengan Viona, kemudian berbisik pelan di telinga sang mama.

"Ma, Kana ke mana sih? Kok lama banget?"

Viona sedikit mendongak untuk mencapai telinga anaknya. Sungguh, tinggi badan Naga yang luar biasa merupakan suatu penghinaan bagi Viona.

"Lah, mana Mama tahu. Tadi bukannya pengen ke toilet?"

"Itu dua puluh menit yang lalu. Masa iya, dia mendekam di toilet selama itu? Ngapain dia? Bertelor?"

"Hush, mulutnya!"

Naga mendengus kasar, memutus untuk mengalihkan atensi secara acak ke arah sekitar. Tapi yang namanya rumah sakit ya begitu saja pemandangannya. Tak ada yang spesial dari apa-apa yang terekam di sana. Lagi-lagi Naga hanya bisa memaki dalam hati. Lagipula kekesalannya tak mungkin ia suarakan atau Jibran akan murka nanti.

Biasanya, saat ia merasa bosan seperti sekarang, Kana merupakan objek paling menyenangkan untuk dijadikan pelampiasan. Tapi saat ini ia bahkan tak tahu di mana eksistensi sang kembaran. Jadilah ia tenggelam sendirian dalam rasa bosan. Hanya ditemani angin yang menjadi saksi ketika ia berulang kali menghela napas gusar.

Sial, Kana di mana, sih, sekarang?

Sial, Kana di mana, sih, sekarang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Evanescent [HIATUS SEMENTARA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang