sechzehn

2K 215 29
                                    

"Douka onegai da misete kurenai ka? Chi wo nagashiteru kimi no kokoro."

—Hatsune Miku

Mega di atas sana memiliki rupa yang sama dengan suasana hati Kana saat ini—kelabu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mega di atas sana memiliki rupa yang sama dengan suasana hati Kana saat ini—kelabu. Kana menghentak tiap langkah yang ia ambil ketika yang ia ingat hanya perkataan Naga beberapa saat lalu. Ketika Naga menariknya pulang hanya karena sebentar lagi pukul enam. Atas dasar alasan yang sampai saat ini membuat Kana berwajah masam.

"Lo alergi suhu, Ka. Gue nggak mau lo kenapa-kenapa. Lagian kuda-kudaan muter gitu doang apa bagusnya coba? Pengen foto-foto? Biar kayak anak-anak hits yang apload foto bareng temen di Dufan malem-malem? Terus lo sakit gitu? Lo mau gue diamuk Mama?"

Kana masih bergeming pada pendirian awal—untuk tak mengubris apapun yang Naga tuturkan. Meski Kana sepenuhnya paham bahwa Naga hanya tak ingin dirinya kenapa-kenapa, tetap saja terasa menyebalkan baginya. Kana memang punya alergi terhadap suhu, tapi ia tidak selemah itu. Dan perlakuan Naga yang terlalu membatasi membuat Kana merasa kesal. Karena sejak awal, tujuan Kana pergi ke Dufan memang ingin main sampai malam. Bahkan Viona saja membolehkan asal Kana tak sampai kedinginan. Tapi Naga saja yang terlalu berlebihan.

"Gue dikacangin lagi nih? Jadi Kana gini ya kalo ngambek? Biar apa sih?"

Angin yang berembus menerbangkan rambut si dua pemuda yang saling berjalan berdampingan. Di jalan besar depan sana terlalu ramai dan terjadi penumpukan kendaraan, jadi Anta dan Chen hanya mengantar mereka berdua sampai depan tikungan. Dan sekarang inilah yang mereka lakukan—berjalan kaki menuju rumah untuk melepas lelah setelah pergi hampir seharian.

Naga mengembuskan napas lelah ketika ia sadar bahwa Kana mungkin masih marah. Tapi ia tak ingin menyerah. Pemuda itu megadah, menatap gumpalan awan yang berangsur menghitam di mega yang megah. Dan di detik itu seyumnya merekah. Kemudian ia kembali menjatuhkan atensi pada sosok sang adik yang masih tak mau mengalah.

"Tuh lihat! Di atas mulai gelap. Gimana kalau kita sampai kejebak hujan dan lo kedinganan? Untung aja gue buru-buru narik lo untuk pulang. Harusnya lo bilang makasih ke gue, bukan marah-marah kayak cewek lagi jerawatan."

"Ih, bisa diem nggak sih?! Nggak cape apa ngoceh mulu dari tadi?"

Senyum Naga sepenuhnya mengembang ketika apa akhirnya Kana bersuara. Meski dibalas dengan ketus, setidaknya ia tak lagi bicara sendirian seperti orang gila.

"Nah, gitu dong, nyahut. Kan jadi kepake tuh mulut."

Kana mendengus sebelum akhirnya memacu kaki lebih cepat. Naga yang tak ingin tertinggal pun ikut menyamakan langkah, namun sayangnya Kana lebib sigap. Pemuda itu menoleh ke arah Naga sambil melontar sinis yang tajam. Dan Naga cukup paham bahwa jarak satu meter yang membentang merupakan jeda yang Kana inginkan. Maka Naga tak ingin berusaha untuk kembali mengusik. Pemuda itu hanya bungkam sambil diam-diam menarik senyum kecil kala menatap pundak sang adik.

Evanescent [HIATUS SEMENTARA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang