Empat

28.4K 2.2K 30
                                    

Tandai Typo

Sebelum baca, Vote🌟 dulu yuk❤️

Kini Dhila sering berkunjung ke rumah orang tuanya, tentu saja karena sudah mendapat izin dari sang suami. Salah satu alasannya karena kehadiran Ara. Selain berbagi cerita Dhila juga merasa Ara adalah orang yang tepat untuk dimintai pendapat.

Selisih umur diantara keduanya tak menjadikan hambatan untuk mereka saling mengenal lebih dekat. Dhila tetap bersikeras memanggilnya 'Mbak'. Meski Ara berlurang kali menolak. Menurut Dhila selisih satu, dua tahun atau lebih tak mengharuskan Dhila memanggil hanya dengan nama.

Seperti sekarang ini. Dhila maupun Ara sedang menikmati udara pagi dengan ditemani teh hangat seraya melengkapi obrolan yang sesekali mengundang tawa keduanya.

Semenjak dinyatakan hamil Dhila merasa suaminya lebih protektif terutama terhadap asupan makanan yang di konsumsinya setiap hari. Seperti memperingati untuk mengurangi minum Es yang berlebihan dan masih banyak lagi. Dhila menurut saja, tak ada salahnya menuruti perkataan sang suami. Lagipula Dhila tak ingin janin si dalam kandungannya kenapa-napa.

"Pasti susah ya? Kemana-mana dengan keadaan perut buncit gitu."

Dhila tersenyum mendapat pertanyaan dari seorang perempuan yang kini berada disampingnya.

"Sebelumnya sih agak susah mau negalukuin apa pun, tapi kalo udah terbiasa rasanya biasa aja. Malah aku seneng, lucu aja gitu liatnya, badan aku kecil tapi perutnya buncit." Dhila terkekeh kecil di akhir kalimatnya.

Ara ikut tersenyum melihat Dhila yang tak bisa menyembunyikan raut bahagianya. Bahkan kecantikan wajahnya semakin terpancar di usia kandungan yang sudah mendekati persalinan.

"Pokonya Mbak harus cepet-cepet ngerasain hamil kayak aku sekarang. Soalnya aku juga ngerasa jadi ratu yang selalu dimanja dan kalo ada maunya pasti diturutin." Berbicara hamil, Dhila jadi teringat suaminya yang begitu antusias menyambut kelahiran anak mereka. Suaminya pun lebih peka terhadap perasaannya, selalu menuruti apa yang diingkan bahkan tanpa diminta.

"Kamu aneh-aneh aja, aku kan belum menikah."

Dhila tertawa kecil mengingat hal itu,
"Makanya disegerakan Mbak."

"Sama bang Fahriz aja, dia masih jomblo lho." Dhila kembali melayangkan godaan menyangkut Ara dan kakak laki-lakinya yang masih sama-sama sendiri dan belum memiliki pasangan.

"Nggak mungkin lah Mas Fahriz mau sama gadis yang kayak aku." Suaranya terdengar sendu, bahkan Dhila bisa melihat perubahan di wajahnya.

"Mbak jangan merasa kayak gitu, kita semua sama dimata Allah. Siapa pun berhak untuk bahagia. Lagian aku nggak pernah mandang seseorang dari siapa mereka dan bagaimana kehidupannya. Yang terpenting dia bisa bersikap baik dan sopan terhadapku."

"Maaf Dhila, Mbak memang suka berpikir demikian, semenjak semuanya terjadi." Setelahnya, Ara tak bisa lagi menahan tangis jika harus kembali mengingat hal itu.

"Umurku lebih tua dari kamu, tapi kamu lebih dewasa. Aku sering mengeluh, padahal masih banyak di luar sana yang lebih kesusahan dari aku. Aku kadang malu sama diriku sendir."

"Mbak juga dewasa, tapi keadaan yang buat Mbak jadi merasa kayak gini. aku memang gak pernah tau gimana rasanya, tapi aku mengerti dengan apa yang Mbak rasakan saat ini. Jadi apapun itu kita harus lebih banyak bersyukur." Dhila mengulas senyum lantas memeluk perempuan di hadapannya itu dengan perasaan haru.

My Savior [SELESAI]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang