Tiga puluh satu

23.3K 1.6K 12
                                    

Tandai Typo

Sebelum baca, Vote🌟dulu yuk❤️

Setelah selesai berbincang dengan Salwa–sekertaris suaminya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah selesai berbincang dengan Salwa–sekertaris suaminya. Ara langsung berlalu pergi keruangan Fahriz, menyusulnya karena tadi Ara meminta izin untuk memberikan waktu terhadap dirinya yang akan mengobrol empat mata dengan Salwa.

Sungguh diluar dugaan jika Salwa akan terang-terangan meminta maaf terhadapnya, bahkan dia sekarang berprilaku sopan dan lembut. Ara senang, ya dia juga bahagia. Karena Salwa yang dulu sangat jauh berbeda dengan sekarang, maka dari itu Ara tak ragu ketika Salwa mengajaknya berteman.

Ara membuka pintu ruangan Fahriz tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

"Say–"

Fahriz tak melanjutkan kata-katanya, dia terlalu kaget saat melihat istrinya cantiknya itu menangis. Siapa yang berani membuatnya menangis? Apa karena Salwa? Untuk menjawab rasa penasarannya itu Fahriz langsung menghampiri Ara dan memegang bahu perempuan itu seolah menanyakan 'ada apa?'.

"Kamu kenapa?"

"Hei, kenapa nangis?" Tanya Fahriz khawatir karena Ara tak kunjung menjawabnya, malah dia semakin deras mengeluarkan air matanya.

"Aku tanya, kenapa?" Ulang Fahriz menghapus air mata di pipi chubby wanitanya itu.

Alih-alih menjawab Ara malah menggelengkan kepalanya, dan tak lama dia memeluk tubuh jangkung suaminya itu untuk mencari kenyamanan.

Pelukan istrinya benar-benar tiba-tiba, dan Fahriz hampir terjengkang ke belakang jika tak segera menahannya. Tak ingin istrinya terlalu lama berdiri, Fahriz mengangkat tubuh kecil itu untuk duduk disofa.

"Kamu kenapa?" Lagi-lagi Fahriz mengulang pertanyaan yang sama setelah melerai pelukan mereka.

Ara menggeleng tak berniat mengucapkan sesuatu kepada Fahriz.

"Aku butuh jawaban, bukan gelengan." Ujar Fahriz tegas namun masih terkesan lembut.

"Kenapa?" Tanya Fahriz lagi seraya mendekatkan wajahnya lalu mencium hidung Ara yang memerah.

"Nggak apa-apa. Mas," balas Ara terkekeh pelan, membuat Fahriz menghela nafas berat.

Serius ini.

Dikira lucu?

"Aku serius!"

"Nggak apa, Mas. Ih marah-marah wae," ucap Ara seraya memukul pelan lengan Fahriz.

"Ini khawatir, bukan marah." Balas Fahriz dengan datar.

"Cie khawatir." Ucap Ara tertawa pelan.

Sabar Fahriz

"Lagian kamu kenapa? Datang-datang langsung nangis, gimana nggak khawatir. Ditanya kenapa, malah diam aja." Jelas Fahriz dengan sedikit kesal, dia benar-benar khawatir, dan kenapa istrinya itu malah terus bercanda.

My Savior [SELESAI]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang