11|Penguntit!

101 27 10
                                    

Playlist|Kasmaran <Jaz>

Cinta itu seperti api. Namun, apakah pada akhirnya cinta akan menghangatkan hatimu atau membakar habis rumahmu, kamu tak akan pernah tahu

***

Rasa perih di sikunya sudah mereda, begitupun dengan rasa khawatir yang sedari tadi mengusik pikirannya. Airell menatap Kenan, untung saja cowok itu tak apa-apa namun ada beberapa luka kecil dan memar di kaki dan sikunya.

"Mau pulang sekarang?" tanya Kenan saat melihat Airell yang nampak gusar.

"Istirahat dulu aja Kak, gak usah buru-buru," ucap Airell bertolak belakang dengan hatinya yang sudah gusar, pasalnya ia belum sempat mengabari Ayahnya.

"Yakin?" Kenan kembali bertanya, dibalas anggukan ragu oleh Airell.

Dering ponsel tiba-tiba terdengar memecah kecanggungan antara mereka berdua, Airell melihat HP-nya yang langsung menampakan nama sang Ayah. Ia bingung apakah harus mengangkatnya atau tidak?

"Ayo!" Kenan memakai jaket miliknya lalu bangkit.

"Kemana?" tanya Airell bingung melihat tingkah Kenan yang tiba-tiba mengajaknya pergi.

"Pulang lah."

"Sekarang?"

"Iya, itu yang nelpon Ayah lo kan?"

Airell mengangguk dan tentunya kagum pada sikap kepekaan Kenan, bahkan dia tak melihat HP Airell tapi tahu siapa yang menelponnya.

Kenan sedang membayar  administrasi, Airell pun menunggunya sambil melihat-lihat sekeliling ruangan bercat putih tersebut, ya dia sedang berada di rumah sakit. Namun matanya terhenti ketika melihat dua orang menggunakan hoodie hitam sedang berdiri tak jauh darinya, seperti—pengendara motor tadi?

Airell penasaran, apakah itu benar-benar pengendara motor tadi? Masalahnya Airell tidak bisa melihatnya karena keduanya menggunakan masker. Ia pun menghampiri kedua orang tersebut dengan mengepalkan kedua tangannya.

Airell dengan sengaja menabrakan bahunya pada salah satu dari mereka. Dan berhasil, keduanya menengok keheranan melihat tingkah orang asing yang tiba-tiba menabrak bahunya tanpa alasan.

"Eh, sorry gak sengaja," ucapnya sambil menunduk dengan wajah yang ia buat sepolos mungkin.

"Gak sengaja?" tanya orang tadi keheranan karena jelas-jelas ia melihat orang asing ini dengam sengaja menabraknya.

Airell mendongak bersamaan dengan orang tadi yang membuka maskernya.

Dan untuk yang kesekian kalinya Airell dibuat kaget, bukan hanya Airell namun orang tersebut juga.

"Elo!" Kangetnya dengan wajah tak percaya. Mengapa harus dia lagi? Dia sudah seperti bayangan, kemanapun Airell pergi pasti ada dia. Apa dia memang selalu membuntutinya? Menyebalkan.

"Dasar penguntit!" Ucapnya begitu pedas membuat Alden semakin keheranan. Ya, dia Alden sipembawa sial.

"Penguntit?" tanyanya dengan halis terangkat.

"Kenapa lo selalu ngikutin gue? gak cukup nyiksa gue di sekolah?" Ucap Airell dengan amarah yang memuncak.

"Ge-er amat, buat apa gue ngikutin lo? Gak guna!" Jawabnya tak kalah pedas dibalas pelototan mata Airell, Alden bergidik melihatnya. Benar-benar seperti nenek lampir.

"Terus lo ngapain disini?" Airell heran melihat Alden di rumah sakit, mana mungkin cowok sepertinya sakit. Oh, atau Alden sakit jiwa? Nah kalo itu baru masuk akal.

ALDEN (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang