Moment

1.2K 105 15
                                    

"Masih kecil juga udah sok pulang malam-malam"
Naruto menghela nafas, baru juga nutup pintu, udah dikomentari dengan cara yang ngeselin. Coba aja kalau Naruto itu orang tak memiliki sikap kemanusiaan dan perasaan, sudah dari dulu tuh wanita tua bau tanah jadi abu gara-gara ia kremasi.

"Udah tua juga sok-sok an nyari brondong. Nggak malu apa sama wajah yang keriput itu?" Ujar Naruto sarkatis. Hm, seperti ucapan Gaara tadi pagi, Mr. Sassy.

Wanita paruh baya itu melotot, memandang garang Naruto yang sama sekali tak mempan. Sebab, Naruto malah ingin ngupil ditempat. Gara-gara bau wanita tua yang sangat menyengat bak dari kuburan.

"Dimana Menma?" Tanya Naruto sambil melepas sepatu yang masih terpasang di kakinya.

"Di kamar, belajar. Apa enaknya juga belajar? Lebih enakan lagi main sana-sini sambil nyari duit"
Naruto tak menggubris ucapan wanita tua bau tanah yang saat ini menjabat menjadi ibunya itu. Naruto berlalu pergi ke Kamarnya untuk sekedar mengganti seragam sekolahnya. Setidaknya, Malam ini tak ada suara teriakan yang bikin sakit telinga.

Setelah sukses dengan acara ganti bajunya, Naruto pergi ke Dapur. Sekedar memasak makan malam yang ringan, untuk dirinya, adiknya, dan wanita tua itu.

Kedua tangannya dengan cekatan memotong sayuran yang tadi sempat dibelinya sebelum pulang ke Rumah. Mulai dari merebus air, mencampur bumbu, hingga memasukkan sayuran yang tadi dipotonginya.

Naruto tersenyum melihat hasil masakannya yang terlihat sangat cantik. "Menmaa..., Tuaa...!" Panggil Naruto setengah berteriak.

"Ada apa kak?"

"Kau tak usah berteriak, bocah?!"

Naruto hanya melambai menyuruh kedua orang yang tinggal bersamanya untuk duduk dan memakan masakannya.

"Tumben masakanmu nggak kayak sampah?" sindir Wanita tua kepada Naruto yang tetap sibuk makan tak menghiraukan sindiran darinya.

"Terima kasih untuk hidangannya" ucap Menma sambil tersenyum. Tangannya terangkat, hendak membantu Naruto membawa piring kotor yang menjadi alas makan mereka.

"Letakkan saja! Biar aku yang membereskannya"

"Tap-"

"Turutin aja lah" sahut wanita tua sambil matanya sibuk menatap layar 6 inchi, "Beresin yang benar. Aku mau ke Kamar" Wanita tua itu pergi meninggalkan Menma dan Naruto.

"Balik sana ke Kamar! Lanjutin belajarnya!" perintah Naruto.

"Nggak ah. Sekali-kali, aku juga pengen bantu kakak" Menma merebut piring kotor di tangan Naruto.

Naruto menggeleng pelan melihat tingkah Menma, lalu kemudian meraih gelas-gelas yang sama kotornya dengan piring tadi. Ia bawa ke dapur untuk kemudian ia cuci.

"Siniin, kak! Biar aku yang cuci" Naruto mengalah, memberikan gelas-gelas kotor tersebut pada Menma lalu membereskan dapur yang belum sempat Ia bersihkan setelah memasak tadi.

"Buruan, lalu tidur! Besok mau bantuin aku nggak?"

"Bantuin apa, kak?"

"Kerja"

Menma tersenyum lebar, "Mau donk kak"

***

"Itachiii... itu milikku"

"Tapi, aku yang menerimanya. Jadi, ini milikku, sasu-chann"

"Enggak boleh! Itu punyaku. Sebagai Seorang uchiha sejati, Aku tak akan memberikan sesuatu yang kupunya dengan mudah!"

Mikoto tersenyum lembut mendapati kedua buah hatinya sudah besar. Tapi, tetap saja mereka seperti anak-anak. Seperti sekarang ini, Itachi dengan kejahilan akut warisan nenek dari pihak ayah memegang barang yang dibeli Sasuke melalui rekening Itachi dan kemudian dibayar Fugaku. Dan Sasuke, wanita tangguh yang mewarisi sifat nenek dari pihak ibu mengejar Itachi bak seorang polisi menertibkan pengendara lalu lintas.

Cintakah?! (NarufemSasu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang