Kehidupan yang berbeda

1.4K 130 14
                                    

Naruto merebahkan tubuhnya di kasur, ia menatap langit-langit kamarnya yang terlihat sedikit reyot, “Atap itu membutuhkan perhatianmu juga Naruto” ia kembali bangun, menatap meja belajarnya yang sedikit penuh dengan tumpukan buku. Terlihat berantakan.

“Besok masih harus sekolah, Lusa aku juga masih ada kerja. Lalu kapan aku punya waktu membersihkan rumah maksudku kamar. Apa sekarang saja? Tapi aku sangat capek. Tidak, sekarang saja. Kapan lagi aku punya waktu luang seperti pada malam hari” hampir saja Naruto ingin mengambil sapu namun suara teriakan dan suara pecahan kaca tertangkap indra pendengaranya.

“Ya tuhan. Menma”

Naruto sedikit tergesa berjalan menuju kamar yang ia yakini adalah sumber suara tadi, disana terlihat anak yang seumuran dengannya dengan wanita paruh baya yang sedang bertengkar, saling berteriak dan memaki. Rasa-rasanya Naruto ingin menyuruh mereka pergi saja dari rumah ini. “Yak, Hentikan semua ini, Bodoh” Naruto sama sekali tak meperdulikan jika ia akan dihujat karena memanggil ibu serta adiknya dengan sebutaan tak sopan. Namun, bukannya berhenti mereka malah tak memperdulikan ucapannya.

Naruto merutuk, baru juga pulang kerja. Bukannya disambut dengan baik, malah bertengkar nggak faedah, Naruto menjambak rambut ibunya setelah sebelumnya menonjok perut Menma. “Apa kalian tak malu jika tetangga mendengar pertengkaran konyol kalian?”

“Berani sekali kau menjambakku. Aku ini ibumu” Wanita paruh baya itu berteriak tak terima pada Naruto yang dengan seenaknya menjambaknya. Sedangkan Menma, ia hanya diam, tak ingin membantah ucapan kakaknya ini, ia begitu menghormatinya setelah ayahnya yang telah tiada.

“Bisa kau diam? Masih beruntung aku hanya menjambakmu, bukan membunuhmu” Ujar Naruto bosan.

“Kau dasar anak tak sopan-"

“Pergi atau aku sama sekali tak memberimu uang untuk bulan ini” Wanita paruh baya tersebut menggeram sebelum benar-benar pergi meninggalkan kamar tersebut.

Naruto memandang adiknya yang menunduk, “Kali ini apa?” tanyanya dengan raut yang begitu datar.

“Maaf, kak. Aku tadi terlampau emosi, dia terus-terusan menuduh ayah. Aku tak bisa-“
Naruto menepuk bahu Menma sedikit meremasnya. Entah kenapa, Menma merasa begitu merinding. Ia merasa jika ayahnyalah yang melakukan ini. Bukan kakaknya.

“Ayah” Menma bergumam. Naruto yang mendengarnya hanya mendengus.

“Kau masih mengingat orang tua itu? Yang tega meninggalkanmu dan aku sendiri dengan wanita iblis itu?” Menma sedikit menjengit mendengar suara kakaknya yang lebih tajam dari yang tadi. Menma yakin sedikit ada yang salah dengan kakaknya ini, selama yang ia ingat, Naruto bukanlah orang yang mudah terbawa emosi.

“Kak, Kau baik? Jika ada masalah kau bisa cerita padaku” Menma berbicara sehalus yang ia bisa, ia takut jika kakaknya memendam semua masalahnya sendiri dan membuat kakaknya ini stres.

Naruto menyeringai, “Ah, mungkin lain kali saja aku akan cerita padamu. Sekarang kau istirahat saja. Besok kau harus sekolah ‘kan? Jangan membuat masalah di sekolahmu!” Naruto membalikkan badannya ingin kembali ke kamarnya sebelum tangannya ditahan oleh adiknya.

“Bisa kakak membantuku?” Tanya Menma sedikit ragu, Ia bisa merasa aura Naruto jauh lebih berat daripada biasanya, apalagi wajahnya yang terus memasang ekspresi angker itu.

“Kau tak harus minta izin. Memang apa yang bisa ku bantu?” Tanya Naruto. Menma pergi ke meja belajarnya yang cukup penuh dengan buku meski tak sepenuh meja kakaknya.

“Aku tak mengerti soal ini kak. Aku juga telah mencari berbagai referensi, tapi aku tetap tak mengerti” Adu Menma. Naruto yang mendengarnya hanya tersenyum, jauh lebih lembut, sudah tidak terkesan sinis di mata Menma.

Cintakah?! (NarufemSasu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang