Lalice hampir mengumpat, jika saja orang di hadapannya bukan ayah calon suaminya. Jaehyun baru saja pergi ke toilet, dan ia berniat untuk melanjutkan tidur yang sempat tertunda karena obrolan dini hari mereka. Ia, Jaehyun, dan Lucas menaiki pesawat kelas satu dari Dublin, mereka harus berhenti untuk transit, dan pindah maskapai di London Heathrow; Dublin tidak menyediakan penerbangan langsung menuju New York, dan akan sampai di bandara JFK tujuh jam kemudian.
Seharusnya seperti itu, sebelum ayah dari Jaehyun, menculik mereka ketika tengah duduk menunggu di boarding gate, menggiring menuju jet pribadi milik Jones yang terparkir di terminal tiga departures, disamping American Airlines; pesawat yang seharusnya mereka naiki.
Disinilah dirinya sekarang, duduk berhadapan dengan Don Alfred Jones yang mengajaknya bicara sejak beberapa menit lalu, dan kini sedang menuang champagne untuknya. Paruh baya yang masih terlihat seperti pria pertengahan tiga puluh tersebut mengangkat gelas, mengajaknya bersulang. Membuat keadaan semakin tidak nyaman.
"How's your day, Lalice?"
"Great, Sir."
Alfred Jones terkekeh, wanita ini jelas sekali tidak mengharap kehadirannya, terlihat dari bagaimana ia menjawab perkataan dan beberapa pertanyaan; menjawab sesingkat mungkin, namun masih berusaha untuk menghormatinya.
"Tidak perlu gugup. Aku tidak akan melukaimu, asal kau mengingat perkataanku tadi."
Lalice mengernyit, tidak pernah suka ketika seseorang terkesan merendahkannya, tidak peduli siapapun itu, termasuk kepala keluarga Jones.
"Aku tidak gugup." Lugasnya.
Alfred Jones kembali terkekeh, kini disertai anggukan. "Bagaimana kabar Ludwig?"
"Baik. Dan apa gerangan kau menanyakan kabar musuhmu, Sir?"
Alfred tidak bisa tidak mengeraskan tawa, menarik perhatian Mark dan Lucas yang duduk tidak jauh dari sana, dan Jaehyun yang berdiri menyandarkan pinggul diambang pintu, mengamati. "Sifat sarkasmu sangat Ludwig sekali," ujarnya sebelum meneguk champagne. "Jelas sekali bagaimana dia membesarkanmu, meski kau bukan putri kandungnya."
Lalice menatap datar tanpa takut ke arah Alfred, tidak menjawab perkataan ayah Jaehyun tersebut, sudah melupakan niat untuk tetap menjaga perkataan, tidak ketika pria tersebut menyinggung hal yang seharusnya tidak disinggung. Lucas yang mendengar pun terkejut, walau tidak terlihat. Jaehyun yang merasa sang ayah sudah mulai melewati batas lantas mendekat, menepuk bahu paruh baya tersebut, "ini tempatku, Dad," ujarnya.
"Kau mengusirku, Son?"
"Indirectly, yes. Kau membuat calon istriku tidak nyaman, Dad."
Alfred menyeringai, persis seperti seringai Jaehyun. "Alright son, alright," Ia kembali melayangkan tatapan pada calon istri anak keduanya, "I really mean it, Lalice, about what I said earlier," kemudian meninju keras lengan Jaehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Dusk Till Dawn ✔
FanfictionJust about Jaehyun and Lalice. And how they run the world. "We can make the world beneath our feet." "Viva Là Cosa Nostra." "All Hail, Serpents." Trigger Warning! This story contains Mature contents for murder and violence and harsh/bad languages...