Warning!
This chapter contains bad words and harsh language. Please be wise.
Typo(s) alert!
5k words. Please read slowly.
Enjoy.
.
.
.Ruang konferensi itu dihiasi lukisan-lukisan senilai sepuluh juta poundsterling. Perabotan lain-meja, kursi, permadani, chandelier kristal, dan wine cellar-bernilai sekitar tiga juta poundsterling. Lalice merasa sesuatu seperti mendidih di dalam tubuhnya. Setiap hari makin sulit rasanya menampilkan diri sebagai figur paling berkuasa seperti yang semua orang harusnya lakukan.
Ia baru tiba di London tiga hari yang lalu setelah keluar dari rumah sakit, menempuh beberapa jam dari Zürich, ketika menerima panggilan dari Father bahwa ada pertemuan yang harus ia temui menjelang penobatannya, kehadirannya tidak bisa digantikan oleh siapapun. Serta pembahasan kerjasama Ringvereine yang harus ia setujui langsung.
Bahunya sudah membaik, hanya perlu beberapa hari lagi-paling lama sepuluh hari, jika ia rajin meminum obat dan menahan diri untuk tidak menggorok leher siapapun terlebih dahulu. Marcello—dr. Ello—memberinya peringatan bahwa jika ia masih nekat dan tidak mau mendengarkan, teman baiknya semasa di Oxford itu akan terbang langsung ke London dan memasukkannya kembali ke ruang rawat inap.
Tanpa sadar menyulut api dengan Capo Cosa Nostra yang hanya memandang mereka dari kursi nyamannya.
Dengan sedikit pertengkaran dengan Jaehyun, ia berhasil menyeret suaminya itu untuk kembali ke New York, ketika ia berjanji untuk menelpon paling tidak tiga kali dalam sehari. Terdengar menggelikan. Dan semakin menggelikan dengan dengusan malas dari Mark dan seringai dari Lucas ketika mereka berpisah di bandara.
Lucas mulai kembali bersikap seperti biasanya. Tidak ada percakapan yang berarti antara ia dan adiknya itu, hanya beberapa pertanyaan singkat tentang apa saja yang pemuda itu sudah lalui, dan cerita tentang beberapa pukulan yang Lucas peroleh dari Father dan Elder. Tidak ada hal yang pemuda itu keluhkan seperti biasanya, hanya hal aneh tentang keinginan untuk memeluk keluar dari mulut pemuda tesebut.
Maka ia hanya mengangguk, dan satu pelukan hangat diterimanya dari Lucas dengan diselipi satu kata maaf. Lalice tersenyum dan menepuk kepala yang bersandar di bahunya, kegiatan kecil yang mengingatkan ia pada masa lampau, saat mereka belum dewasa.
Ia berumur delapan tahun, Lucas lima tahun, dan Ennik bahkan baru bisa berjalan. Mereka bertiga harus mendekam di ruang hukuman karena baru saja selesai melukis, di kertas yang berisikan perjanjian The Serpent dan salah satu rekan kerja penting untuk mereka. Lucas yang mendapat hadiah cat air dari Lalice sebagai kado natal dengan senang hati menggambar paus besar berwarna biru untuk adiknya. Dan beruntungnya, Father menemukan mereka sebelum berubah warna menjadi biru, kuning, dan ungu.
Menerima satu pukulan di bokong dan tarikan di telinga, Lucas kecil menangis karena mendengar Ennik mulai merengek karena lapar. Ia ingin bicara pada Father tapi ia terlalu kecil, dan Father terlihat sangat menyeramkan, maka ia memeluk kakaknya dan meminta maaf, dan berjanji menjadi anak baik asal Ennik dikeluarkan dari sana.
Lalice memangku Ennik yang masih menangis, menepuk kepala Lucas yang terbenam di pahanya, membuat gaun kuning musim panas yang ia kenakan basah di bagian sana. Lucas menangis, kemudian marah ketika pintu terbuka, menampilkan sosok wanita yang dipanggilnya Mother tengah tertawa, dan Father yang memandangnya lurus dengan wajah yang masih menyeramkan.
Hukuman mereka hanya bertahan selama lima belas menit, karena dua orang dewasa yang menunggu di luar mendengar dengan jelas obrolan tiga bocah tersebut. Father mendekat dan mengangkat Lucas kecil, menatap sejenak pada putranya, kemudian menggendongnya di bahu dan mulai berbicara sesuatu tentang 'mens talk'.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Dusk Till Dawn ✔
FanfictionJust about Jaehyun and Lalice. And how they run the world. "We can make the world beneath our feet." "Viva Là Cosa Nostra." "All Hail, Serpents." Trigger Warning! This story contains Mature contents for murder and violence and harsh/bad languages...