"Hei Daisy! Percepat langkahmu!" seru Dias pada Daisy yang nampak berjalan santai di belakang.
Daisy pun hanya membalas teriakan kakak keduanya itu dengan gerutuan kemudian lekas berlari mengejar ketertinggalannya.
Omong-omong, mereka sudah memasuki kawasan desa dan si rambut merah ataupun rambut cokelat karamel sama sekali belum memperkenalkan nama mereka, jadi Dias selaku anak yang baik dan tidak sombong berniat menanyai nama keduanya. "Hei, merah!"
Si rambut merah pun lantas berbalik dan raut mukanya menunjukkan bahwa ia terlihat kesal dengan nama panggilannya.
"Ck, kau ini, aku punya nama tau!" decaknya kesal.
"Ya sudah kalau begitu, namamu siapa?" tanya Dias dengan wajah lempeng, tidak peduli kalau dia habis diteriaki.
"Kenalkan namaku Ace," ucapnya sambil melirik Dias. "Kalau yang sana itu, namanya Zane." Ia menunjuk 'si rambut cokelat karamel' dan yang di tunjuk hanya menganggukan kepalanya.
Daisy yang selalu peka dengan keadaan sekitar pun bertanya,"Kok belum ada pemukiman warga yah?"
Tak jauh berdiri di sebelahnya, Zane menjawab,"Nanti kau juga akan tahu."
Setelah menjawab pertanyaan Daisy, ia langsung berlari ke arah sebuah pohon yang cukup beda dari yang lainnya. Lihat saja, lubang yang cukup besar di batang pohon itu, oh tidak! Salahkan penglihatan ketiganya, hanya saja kini mereka melihat Zane yang nampak berkomat-kamit di depan lubang pohon itu dan kemudian voila! lubang pohon itu lalu membesar dan membentuk sebuah portal.
"T-tunggu apa yang barusan terjadi?" tanya Dias menatap tajam pada Ace.
Ace yang ditatap tajam oleh ketiganya hanya bisa mengangkat bahunya sambil berkata,"Dengan cara begitulah kami masuk ke desa kami."
"Jadi desa kalian itu semacam desa penyihir?" Disa bertanya antusias.
"Yah terserah kau mau bilang apa, ayo masuk," ajak Zane kepada ketiganya sedangkan Ace sudah masuk ke portal duluan dan menghilang.
"Woah! Ini keren!" seru Disa dengan takjub sedangkan Dias yang berdiri di sebelahnya hanya menggeleng-gelengkan kepala-heran- melihat tingkah laku kakak tertuanya itu.
"Tunggu apa lagi ayo masuk!" seru Zane.
Lalu ketiganya pun masuk secara bergantian pastinya, yang kemudian disusul oleh Zane.
***
Terlihat Ace yang tengah bersandar di salah satu pohon sambil menggigit kukunya, katakanlah ia jorok atau apapun itu, tapi hanya dengan menggigit kuku saja dia bisa berpikir dengan jernih. Yang dia pikir sekarang adalah 'bagaimana cara ilegal untuk memasukkan para kembar' sedangkan kepala penyihir di desa itu sama sekali tidak menerima masuknya manusia biasa ke dalam desa itu apalagi kembar. Matilah Ace di tangan ibunya malam ini.
Jangan tanyakan alasannya mengapa pada Ace, ingat Ace hanya bisa berpikir jernih kalau menggigit kukunya dan sekarang kukunya sudah habis semua ia gigiti. Nah, jika ingin bertanya lagi tunggu kukunya tumbuh lagi.
"WAAAA!!" teriak Disa kegirangan, Ace yang sedang bersandar di pohon pun langsung terjatuh kaget. Katakanlah ia mendramatisir, tapi memang suara Disa besar sekali seperti tikus kejepit.
"Hei! Tidak perlu teriak juga, dasar udik!" hardik Ace pada Disa yang hanya menyengir tanpa dosa.
Kemudian, muncullah Dias lalu Daisy dan terakhir Zane. Setelah itu, Zane terlihat berkomat-kamit kelihatannya ia tengah menutup portal itu.
Disa pun menatap Zane dengan binar mata antusias. "Bisa ajari aku mantranya?"
"Tidak," ucap Zane singkat, padat dan jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triplets [HIATUS]
FantasyHari Ulang Tahun. Mendengar tiga kata itu terucap saja, anak-anak maupun remaja di dunia ini pasti membayangkan tentang kue, pesta, dan balon. Tetapi, beda dengan ketiga anak kembar ini. Yang mereka bayangkan di hari ulang tahun mereka adalah darah...