Tak mengerti bagaimana hidupku
Tak merasakan kesulitanku
Mereka cuma mampu,
menilaiku.○○○
Waktu bergulir tergesa hari itu, menyulap sunyi malam jadi siang yang terlampau awal. Langitnya terasa lebih suram dari biasanya, lebih gelap dari seharusnya. Awan abu-abu pekat menggerombol di lorong langit dan tak menyisakan semburat matahari jingga yang seharusnya menerangi hati itu.
(Name) merasakan mendung yang sama dalam hatinya, sesekali menengok kearah langit. Ia sering begadang akhir-akhir ini, mengurusi pekerjaan rumah yang tak kelar-kelar. Padahal baru 3 minggu orang tuanya bercerai dan pindah rumah.
Atsumu dan Osamu memang tak bisa diandalkan, saat sampai rumah mereka mandi, makan malam, dan langsung tidur. Tumpukan pakaian maupun alat bekas makan pun tak terelakkan. Sampai akhirnya, ada beberapa orang yang menelpon Atsumu atau Osamu meminta pembayaran suatu pajak.
Parahnya, ketiganya tak tau pembayaran pajak apa saja yang harus dibayar. Setelah makin stuck, keputusan terakhir mereka adalah meminta bantuan Kita Shinsuke.
Dengan langkah gontai, ia mulai berjalan ke ruang ganti. Tepat saat itu, ada siswi kelasnya dan kelas 1-2 yang bergerombol di sebuah pintu ruang ganti siswi 1-2.
"Mana ada babi di sekolah?"
"Sekolah cuma buat manusia tau, bukan babi!"
Mendengar gertakan itu, (name) merasa tak nyaman. Ia hanya memperhatikan dari luar, agak takut dengan situasi macam itu. Dia tak pernah dibully, tapi ketika ada kejadian seperti itu ia merasa tak nyaman dan agak takut.
(Name) mencoba berpaling mengabaikan, tapi jika ia berpaling dan pergi, berarti ia berada di sisi para penindas. (Name) mencoba mendekat, mengintip keadaan di dalam. Dan yang ia lihat, anak perempuan bertubuh gempal dengan kacamata merah bertengger tak nyaman di hidungnya.
"Astaga kasihan sekali,"
"Iya, kalau aku jadi dia sih bakal ngelawan."
"Uwah jahatnya.."
"Ukh pasti sakit ditampar dan ditendang seperti itu.."
(name) menoleh ke kanan kiri dengan ragu, apakah tak apa bila ia menolongnya? Akankah ia akan menjadi korban bully selanjutnya?
Apa yang akan terjadi jika saja ia menolongnya?
Ia menggertakkan gigi dan maju ke depan anak gemuk itu. Dia menahan tangan si penindas, agar tidak lagi memukul orang yang dilindunginya.
"Tolong hentikan," ucap (name) sedikit bergetar. Ketika melawan seorang penindas, hadapi dengan tegar tanpa menunjukkan emosi, tanpa kemarahan atau ketakutan. Segala emosi itu hanya akan membuat si penindas makin membusungkan dada, setelah memberi umpan ketakutan yang mereka bawa.
"Ooh~ kupikir kita harus lanjut ke korban selanjutnya-!" tangan si pembully memukul (name). Bagaimana lagi, ia tak bisa menangkis atau melawan. Yang bisa ia lakukan cuma bertahan, dan sedikit argumen.
"Kenapa kalian melakukan itu? Kalian sendiri tau itu salah," tanya (name), seketika pandangan matanya tajam. Tak tau, tapi yang jelas amarahnya sudah naik sampai ke ubun-ubun.
KAMU SEDANG MEMBACA
-ˋˏ [HQ!!] ˎˊ₊· ͟͟͞͞➳Miya.tw
FanfictionMiya Twins × Lilsister!reader × Ka. To || lil-teenromance || some angst || little fluff || slice of life || family Haikyuu©️Haruichi Furudate-sensei Cerita ini punyaku OwO