1.8-Kita-senpai dan Fumi

971 184 36
                                    

○○○


"Shinsuke, tumben sekali baru bangun?" Puan di penghujung usia masuk untuk mendapati wajah anak lelaki yang paling ia sayangi. Shinsuke berpikir sebentar untuk menjawabnya, "buku 'Republik' milik Plato benar-benar menarik."

"Haha benar 'kan? Lain kali kita bisa berdiskusi masalah buku itu."

"Tentu, Obaa-san." Seolah tahu apa yang akan dilakukan Shinsuke berikutnya, sang Nenek sudah melampirkan handuk di pundaknya untuk ia berikan. Shinsuke memeluk neneknya sekejap dan berjalan keluar kamar untuk mandi.

Lansia berumur sekitar tujuh puluhan tahun itu tersenyum bangga melihat cucu semata wayangnya.

Bayi imut yang dia besarkan selama ini, telah beranjak dewasa.

○○○

Seorang siswi gempal berdiri dengan aura tak mengenakkan. Tubuhnya gemetaran, ternyata tengah menahan ledakan tangis.

Shinsuke telah memperhatikan sedari tadi, memutuskan untuk berbasa-basi. Siapa tahu ia dapat membantu satu atau dua hal.

"Hei," Shinsuke berdiri di samping teman dekat (name) tersebut. "Tsukichi?" suaranya begitu enak didengar, cocok sebagai lagu pengantar tidur.

"K-kita-senpai?" ketakutan tersirat jelas pada gelombang suaranya, Fumi berusaha untuk tidak mengudarakan isak. Gerak gerik mengisyaratkan satu hal; keputusasaan.

Shinsuke kelewat peka dalam hal memahami situasi, kondisi, dan perasaan seseorang. Dengan sigap ia mengeluarkan sapu tangan, kemudian mengelap sepatu berlumur darah binatang tersebut, yang terletak di laci penyimpanan milik Fumi.

"Aku bantu bersihkan." Bau amis merajalela, tapi itu bukan hambatan bagi Shinsuke untuk membersihkan. Ia menghiraukan segala gangguan, hanya untuk satu tujuan; kebersihan.

"Mooshiwake gozaimasen, Senpai.."

"Tidak masalah."

Sepatu Fumi belum sepenuhnya bebas dari noda darah, tapi sudah jauh lebih bersih dari sebelumnya.

"Kenapa tidak melapor?" Kita hati-hati bertanya, mewaspadai kalau seandainya perasaan Fumi sangat ringkih.

Gadis itu menjawab, "sudah pernah tapi lebih baik sekarang tidak usah." Fumi membuat isyarat dengan gerak tubuh yang menyatakan bahwa ia lelah akan semua perundungan yang menimpanya, atau segala hal buruk yang meninjunya secara berkesinambungan.

"Aku akan jadi saksinya, kejadian semacam ini merupakan pelanggaran tata tertib dan norma sosial."

Seperti yang Fumi duga, pertolongan Shinsuke dilandasi keprihatinan dan simpati. Dirinya sempat bergidik menyadarinya, ternyata Shinsuke sama saja, membantu untuk sanjungan masyarakat sosial.

"Selain itu kamu tidak pantas mendapatkannya. Mana bisa orang sehebat Tsukichi dirundung? Orang-orang itu jelas kehilangan akal sehat mereka." Ukiran senyum hangat Shinsuke membuka mata hati Fumi lebar-lebar. Dirinya kembali disadarkan, masih ada orang baik tersisa di dunia yang mau menghargainya.

Ia tidak tau apakah yang dikatakan Shinsuke merupakan suatu kebohongan atau bukan, yang pasti dia merasa lebih tenang sekarang.

"T-terimakasih banyak.." Fumi tersipu-sipu, baru kali ini dipuji seperti itu. Terlebih yang menyanjungnya ialah kapten voli Inarizaki.

"Aku cuma berbicara sesuai kenyataannya."

Bisakah Shinsuke berhenti bicara saat ini juga? Sebab degupan jantung tak terkendali tengah dirasakan Fumi. Ia seketika kebingungan cara mengontrol emosi serta raut wajah.

"..aku," Fumi siap menumpahkan keluh kesahnya. Dan Shinsuke memperhatikan dengan seksama, sorot maniknya memancarkan kasih sayang yang hangat.

"Tidak ingin melapor.. karena siapa tahu saat besar nanti itu bisa kujadikan bahan skandal, hehe."

Pernyataan tak terduga Fumi sontak mengejutkan Shinsuke. Tidak pernah ia bayangkan seorang yang pemalu dan rendah diri merencanakan hal seperti itu.

Pemuda itu tenggelam dalam lautan tawa, mencipta suasana ceria yang jauh dari kata putus asa.

Layaknya penyakit, tawa Shinsuke menular pada Fumi sampai membuatnya terpingkal.

Tak hanya tawa, timbunan rasa suka Shinsuke yang terpendam sepertinya menular ke Fumi juga.


Sungguh, mereka manis sekali.


○○○

"Besok Atsumu-nii pulang kan? Ayo kita jemput." ajak (name) bersemangat, sedang Osamu justru menanggapi dengan malas di sampingnya.

Osamu menggerutu. "Yah kukira dia sudah mati, malas ah ...."

"Aku juga ada latihan voli," Osamu menyesap susu kotak yang dibelinya, lalu memasukkan berbagai camilan ke mulutnya, rasa gurih micin sontak menyeruak.

Memajukan bibirnya adalah pertanda kekecewaan si adik pada Osamu. "Aku sendiri saja kalau begitu." (Name) merebut susu kotak Osamu, membalik sedotannya dan menghabiskannya.

Merajuk.

"H-hei ... maaf, aku betulan ada latihan besok." Jelas Osamu, melihat tindakan mengejutkan adiknya. Bisa merajuk karena hal sepele juga ternyata.

"Tau kok." Satu tangan bersedekap dan tangan lainnya mengganti saluran tv yang tak menarik.

"Roti melon 5, deal?"

"Deal!" (Name) dengan cengiran bahagianya membuat Osamu bernafas lega.

●●●


-Nana

-ˋˏ [HQ!!] ˎˊ₊· ͟͟͞͞➳Miya.twTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang