1.1-Berbincang pertama kalinya

4.4K 476 178
                                    

Pelarian dari dunia nyata
Menyumbangkan imajinasi dengan karya
Segelas kopi menemani sebuah cerita
Penuh derita dari dunia fana

Kepada orang tua yang aku cintai,
Tolonglah usahaku dihargai
Aku juga diterjang badai
Melalui sesuatu bernama 'nilai'

○○○

"Aku ingin segera keluar dari sini, aku ingin pergi.." gadis itu bermonolog. Badannya bergetar, dia tak ingin menangis. Tapi matanya terus-terusan mengeluarkan air mata.

Dia berkata demikian, namun bagian perasaanya yang lain menolak keras.

"Aku lelah.." padahal, baru lima menit yang lalu ia duduk disana dan membuka buku pr nya. Didengarnya bahwa suara kedua kakaknya membahana di seluruh rumah, tertawa riang dan gembira.

"Yes! Kita bisa masuk semi-final!"

"Tentu saja, itu karena aku hebat!"

"Kau kan hanya beruntung saja,"

"Hah?! Hey Samu, dimana-mana setter itu paling hebat tau!"

Dua kakak laki-laki gadis itu, Miya Osamu dan Miya Atsumu bertengkar lagi. Dan gadis ini, bernama Miya (name). Osamu dan Atsumu menempati kelas 3 smp, sedangkan (name) berada di kelas 2 smp.

Dalam berbagai alasan, (name) memilih untuk memasuki sekolah yang berbeda dengan dua kakaknya. Tapi yang mendaftar bukan dia, hingga keputusan akhir berada di tangan orang tuanya. Meski begitu ia tetap tidak disekolahkan di tempat yang sama dengan kakaknya.

Ketidakbebasan dalam berbicara membuatnya merangkak dalam hutan asa. Meraih secuil cahaya yang beterbangan dalam imajinasi, (name) tergopoh-gopoh mengejarnya.

Kadang ia kesal pada orang berbakat seperti kakaknya, tak bisakah ia seperti mereka? Memiliki bakat dalam satu bidang, dan bisa menguasainya dengan sangat baik.

Kemudian tahun-tahun menyakitkan berlalu.

●●●


"Sma mana yang ingin kau tuju dengan nilai sekecil itu?" tanya kepala keluarga Miya. Matanya menyorot tajam pada putri bungsunya itu. Bagaikan sedang disidang, satu pasang orang tua itu tak mengalihkan pandangan mereka dari anaknya itu dan terus terusan menggujaninya dengan pertanyaan maupun perkataan.

"Aku tidak masalah dimana saja-"

Meja dipukul dengan kasar, sedangkan pelipis ayahnya berkedut, wajahnya bahkan memerah karena menahan emosi. Ibunya juga sedikit memicingkan mata tidak suka, tapi menahan emosi bergejolak dengan meminum teh yang sudah ia seduh.

"Dimana saja katamu?! Dengan nilai segitu dan tak ada prestasi apapun, mana bisa kau mendapat sekolah?!"

"Sma-nya Onii-san. Aku bisa masuk kesana dengan reputasi mereka berdua, itu satu-satunya jalan bukan.." cicitnya, ketakutan menghadap ayahnya yang bagaikan kaisar.

Hening. Sepi menyapa lagi entah ke berapa kalinya. Deheman sang ayah sebagai pertanda sudah saatnya (name) keluar dari ruangan itu.

Menapakkan kaki di luar, disambut gelak tawa dua kakaknya yang sedang menonton televisi. Rasanya ketika melihat mereka, hidup sederhana yang mudah sudah tersusun rapi dalam rencana takdir mereka.

-ˋˏ [HQ!!] ˎˊ₊· ͟͟͞͞➳Miya.twTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang