بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
'Setiap orang memiliki masa lalu, masa lalumu milikmu dan masa depan adalah milik kita saat kita memutuskan untuk bersama.'
De Beste Imam
~Thierogiara
***
Dengan tangan terkepal Zahra berjalan cepat menyusuri koridor, dia sudah lama menunggu, mulai dari pergi sekolah hingga harus menyelesaikan tiga mata pelajaran, sepanjang pelajaran dia asik memikirkan kalimat-kalimat yang berpotensi membuat Andaru menyerah.
Iya! Sekarang adalah jam istirahat pertama, Zahra akan mendatangi Andaru dan bernegosiasi perihal pernikahan mereka. Tentu saja Zahra tak akan pasrah secepat itu, dia adalah gadis ambisius, Zahra jarang sekali menyerah akan keinginannya.
Setelah sampai di depan kelas Andaru, tanpa sungkan Zahra melongokkan kepalanya di pintu melihat ke dalam kelas. Seperti biasa, Andaru sedang sibuk mencatat sesuatu di buku tulisnya. Zahra menyipitkan matanya, kenapa hanya dia yang sangat khawatir? Andaru kelihatannya biasa saja.
"Andaru!!! Gue mau ngomong!!!" teriak Zahra, bukan hanya Andaru yang menoleh, tapi hampir seluruh siswa dan siswi yang berada di dalam kelas ikut menoleh ke arah Zahra.
Andaru menutup bukunya kemudian berjalan santai menuju Zahra. "Ada apa?" tanyanya dengan wajah tenang.
Zahra tertawa jemawa. "Ikut gue," ujarnya.
Andaru menurut, laki-laki itu mengayunkan kakinya mengikuti langkah Zahra. Berurusan dengan Zahra adalah hal yang lumrah baginya, namun kini Andaru tak bisa sesantai biasanya karena yang akan mereka bahas adalah poin penting dari hidup manusia.
Zahra berhenti di sebuah tempat paling sepi di sekolah mereka. Pembicaraan ini sangat pribadi, Zahra tentu tak mau orang-orang tahu tentang apa yang terjadi dalam hidupnya sekarang ini.
"Apa alasan lo mau nikahin gue?" tanya Zahra to the point, dia masih belum paham dengan tujuan Andaru, sekuat apa pun Zahra menebak-nebak nyatanya ekspresi Andaru yang selalu datar itu tak membuatnya menemukan apa pun.
"Pernikahan itu sunnah."
"Oke lo orang paling saleh di dunia ini, tapi kenapa harus gue. Lo lihat ini." Zahra menunjuk rambutnya sendiri. "Gue nggak pake hijab, gue bukan cewek salehah, ngaji gue terbata-bata, gue cuma kebetulan lahir di keluarga yang religius, nggak ada untungnya nikahin gue."
"Pak Arifin bilang kamu butuh bimbingan." Dan ini yang sangat mengesalkan untuk Zahra, ekspresi star itu, hal itu seolah sudah melekat pada diri Andaru.
Zahra menghela napasnya. "Emangnya lo mampu ngasih makan gue? Gue ini anak majikan bokap lo, gue nggak biasa hidup susah." Kemudian Zahra meminta maaf pada Andaru dalam hati, sebar-barnya Zahra, dia bukanlah tipe orang yang akan puas setelah merendahkan orang lain.
"Maka aku akan pastikan kamu nggak hidup susah," ujar Andaru, iya Zahra tahu kalau selama ini Andaru bekerja, tapi tetap saja itu tak bisa dijadikan alasan untuknya menerima cowok itu.
"Ru mending lo mundur deh, gue nggak suka sama lo."
"Apa yang akan kita jalani nanti bukan tentang perasaan Ra," kata Andaru, kalau semuanya tentang rasa maka sejak pertama kali Arifin menawarinya untuk menikah dengan Zahra, Andaru akan langsung menolak.
"Jadi apa alasan lo mau nikahin gue?!!!" Zahra sudah mengepalkan tangannya, kesal sekali dengan Andaru.
"Keluarga kamu udah baik banget sama keluargaku."
"Lo bisa balas budi tapi nggak kayak gini caranya!!"
"Aku mau melakukannya dengan cara ini."
Zahra mengangkat tangannya mendekatkannya ke wajah Andaru dengan segenap emosinya, dia geram ingin mencakar wajah Andaru, namun tidak bisa karena ternyata cowok di hadapannya masih tetap tenang di tempatnya.
Zahra mundur satu langkah menjauh dari Andaru. Gadis itu menyukai rambutnya kemudian melipat tangan di depan dada. "Gue ini bukan cewek baik-baik," kata Zahra.
Andaru masih diam menunggu kelanjutan penjelasan Zahra. Andaru sering menjadi supir Zahra, sedikit banyak dia tahu kenakalan yang Zahra lakukan.
"Gue suka gonta-ganti pacar, gue ciuman sama banyak cowok dan kayaknya lo nggak perlu dengar yang lebih jauh soal ini," terang Zahra.
Andaru menunduk, perihal Zahra sering gonta-ganti pacar, Andaru tahu soal itu. Zahra cantik wajar jika banyak laki-laki yang mengajaknya berpacaran. Namun Andaru tak pernah tahu kalau dunia Zahra seliar itu.
"Terus?"
"Ya masa lo mau nikah sama cewek kayak gue, lo rugi kalau nikah sama gue Ru, mending lo mundur aja, bilang sama abi semuanya batal."
Andaru berusaha untuk tetap tenang. Andaru tak pernah main-main saat menerima tawaran Arifin untuk menikahi Zahra, dia sudah memikirkan semuanya matang-matang, tentang dirinya juga tentang masa depan mereka. Andaru tak pernah memprediksi kalau Zahra akan berusaha sekeras ini menggagalkan semuanya. Iya Andaru tahu bahkan sangat tahu tentang status sosial keluarga mereka yang sangat berbeda, tapi bukan dia yang memulai Arifin lah yang memintanya untuk ikut memulai.
"Memangnya itu penting? Ketika menikah kita hanya harus fokus pada masa depan, bukannya terjebak di masa lalu," ujar Andaru masih enggan menyerah.
Zahra menatapnya sinis kemudian melangkah dari sana meninggalkan Andaru, mereka sama-sama ambisius namun jujur saja Zahra akhirnya merasa kalah.
Andaru hanya menghela napas, urusan akan bagaimana nantinya ya mari lihat saja, kalau memang berlanjut Andaru hanya perlu menjabat tangan Arifin lantas mengucap janji di hadapan para saksi disaksikan langsung oleh Allah dari singgasananya.
***
Zahra tidak makan, padahal rasanya sangat mustahil gadis itu tak menyentuh makanan di jam istirahat kedua setelah jam istirahat pertama juga tidak makan.
Feby dan Olla saling sikut-menyikut, mereka penasaran namun Zahra sepertinya masih dalam mode tidak bisa ditanyai.
"Ada apa sih Ra." Dan Olla yang lebih dulu tak tahan, toh kalaupun Zahra marah ya sudah mereka hanya perlu untuk tak saling menyapa lantas memperbaiki keadaan setelahnya.
"Abi lo marah lagi?" tanya Feby yang akhirnya memutuskan untuk ikut-ikutan bertanya. Sudah lumrah jika Zahra berselisih dengan abinya, Zahra pembangkang Feby dan Olla tahu itu.
"Lebih parah dari itu," kata Zahra.
"Maksudnya? Lo diusir dari rumah?" tanya Olla mulai panik, kalau Zahra sampai diusir berarti dia harus rela keluarganya mengikuti alur drama Zahra, karena pasti Zahra akan kabur ke rumahnya.
"Nggak! Gue nggak bisa jelasin sama kalian, pokoknya gue kesel, gue benci, tapi gue juga nggak tau lagi harus gimana. Apa gue kabur aja?"
"Kenapa sih? Lo disuruh potong rambut? Di suruh pake baju ketutup? Ya turutin aja sih kayak biasanya, entar lama-lama juga balik lagi kayak semula," ujar Feby, terkadang karena malas mendengar omelan abinya, Zahra memang mengikuti kemauannya, kemudian setelah beberapa saat dia akan kembali seperti sedia kala. Tapi yang ini beda, sekalipun dia mengikuti keinginan abinya, keadaan tak akan pernah kembali sebab Andaru sudah mengikatnya dengan sebuah janji di hadapan saksi.
"Nggak semudah itu." Zahra lantas menjatuhkan kepalanya ke atas meja, memeluk kepalanya dengan tangannya, dia tak akan menjelaskan apa pun, pada siapa pun.
***
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Aku biasanya kalau bikin cerita emang rada ngebosenin di depan, menurut kalian cerita ini gitu nggak? Tapi yakin deh setelah ini kalian pasti suka, tungguin ya...
Oke see you on the next chap, don't forget to vote dan comment.
KAMU SEDANG MEMBACA
De Beste Imam
Spiritual"Masih bocah udah nikah? Kurang bercanda apa takdir sama gue?" ~Fatimah Az-Zahra Hanidar. *** Namanya adalah Fatimah Azzahra Hanidar, biasa disapa Zahra, nama itu terdengar sangat lembut, kalem dan indah. Namun sang pemilik nama sama sekali tidak s...