Batal!

42 5 0
                                    

"Lebih baik begitu. Nanti dia ngira aku ngajakin dia berteman cuma buat  menangin taruhan...,"

"Trus dia benci sama lu, marah sama lu. Dan berlari di bawah hujan deras ... Gitu? Ah kebanyakan nonton FTV lu Bro!"

Dion ngakak, kemudian menyahut plastik es dari tangan Frans, dan dengan cepat menyedot habis seluruh cairan soda merah dingin dalam plastik tersebut, lalu menyodorkan kembali plastik yang hanya tinggal sedotan itu pada Frans. "Nanti habis bel pulang, bantu benerin spion motorku. Oke?" ucap Dion sambil mengeluarkan spion dari dalam tasnya.

"Lu habis nyungsep?" tanya Frans memastikan apa yang telah terjadi pada teman tengilnya itu.

"Kali ini bukan nyungsep. Tapi aku kemarin hampir tertabrak. Dan celakanya lagi, yang mau nabrak itu mobil mamanya si Jeanita,"

"Woah! Gila lu? Kalau mau bunuh diri lihat-lihat dulu dong!"

"Busyet asal kamu tau nih, kakaknya Jeanita tuh serem banget. Matanya sampai mau copot waktu maki-maki aku," Dion mendengus kesal. Ia mendadak emosi saat ingat kakak Jean yang mirip hansip bentakin maling.

"Terus, lu masih mau lanjut dekatin anak kelas X itu?"

"Kayaknya kali ini beda, Frans,"

Frans menaikkan satu alisnya. Hidungnya yang besar kebawah bak jambu mete itu kembang kempis, dan matanya kian lekat menatap Dion.

"Paan sih!" ujar Dion sambil menempeleng kepala Frans, sehingga tubuh Frans kembali mundur beberapa langkah. "Sudah kamu gak usah kepo. Mending cepetan kamu masukin sampah-sampah ini. Bentar lagi udah bel pulang."

"Sampah begini gue masih mau nyatet pelajaran daripada lu,"

"Tulisan cakar ayam. Gak bisa dibaca lagi. Mending catet dalam otak nih! Hahaha,"

Frans memutar bola matanya ke atas dan menjulurkan lidah. Tapi dalam hati ia membenarkan ucapan Dion. Dion memang sangat jarang mencatat pelajaran. Tapi otaknya ibarat brankas besar yang menyimpan banyak catatan. Ia akan selalu lolos dalam mengerjakan soal ujian dadakan sekalipun.

🐠🐋🐠🐋🐠🐋🐠

"Tong! Eh, maksudku Yo!"

"Apa!" jawab Rio dengan suara seraknya.

"Biasa kenapa gak usah ngegas!" sungut Dion dengan mata membulat.

"Langsung aja lah!"

"Aku mau batalin taruhan!"

"Enak aja! Gak bisa!" tolak Rio seketika. Pipinya yang gembul makin membulat sehingga menenggelamkan setengah hidung dan bibirnya yang kalah ukuran.

"Paan gak bisa?! Lagian gak ada tanda tangan di atas materai!"

"Pokoknya gak bisa, ya gak bisa!"

Dion makin dongkol. Jawaban Rio tak seperti yang ia bayangkan. Ia berpikir bahwa tak sesulit itu membuat Rio menjawab oke, yes, atau baiklah. "Lagian gak ada untungnya juga bisa dekat sama dia!"

"Tapi kamu kan yang ngajak taruhan!"

"Udah aja lah! Lagian aku udah gak ingin dekat-dekat sama anak kelas X itu!" jawab Dion asal.

"Bilang aja kamu takut kalah karena udah di tolak?"

Mata Dion kembali membulat, kali ini pipinya mengembung seperti menahan tawa. "Mana ada siswi yang nolak aku? Apalagi si Jean anak baru itu. Secara aku ini udah ganteng, pinter, ke....

"Ke-ra!"

Jantung Dion seakan terhenti. Ia sangat mengenali suara yang tiba-tiba menyahut tersebut.

(Bersambung dulu Kak... Hayo tebak, suara siapa? Rio, Frans, Betty, Jean, atau Pak Abdurrohman? 😁)

The Drama Queen - Ketika Semua Menganggap LemahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang